Laman

Ringtone HP dan Kematian

Dalam pelatihan (short course) perawatan jenazah yang diadakan oleh FOSDA MM UGM (Forum Studi dan Dakwah Masjid Mardliyah UGM) pada hari Sabtu-Ahad tanggal 27-28 Desember 2008 pukul 08.30-11.30 WIB ustadz Ms. Saifuddin berkisah mengenai keadaan orang-orang yang sedang sakarotul maut di RS PKU Muhammadiyah Jogjakarta.

Pengalaman ustadz Saifuddin menjadi rohaniawan selama sekitar 23 tahun memberi banyak pelajaran terutama mengenai sakarotul maut. Beliau menceritakan keadaan orang yang menyedihkan ketika sakarotul maut serta keadaan yang menggembirakan.

Kita mulai dengan kisah menggembirakan dahulu...

Ada seorang pasien yang ketika dibimbing sangat patuh dan menunjukkan ketenangan dirinya. Pasien itu dalam keadaan duduk, minta dibimbing mengucap kalimat thoyyibah. 
"Ya, mari pak, saya bimbing." ujar ustadz Saifuddin. 
Pasien membaca kalimat thoyyibah, lalu mengatakan, "Pak, koq saya pengen tiduran ya..." 
"Oo..ya, silakan tiduran..." 
Setelah tiduran, pasien kembali membaca kalimat thoyyibah, lalu pasien merasa mengantuk, dan selesailah kisah hidup pasien tersebut. Keluarganya menangisi dan seterusnya. Nampak begitu mudah ya, nyawa dicabut tanpa erangan kesakitan...



Kisah selanjutnya tentang seorang ibu yang akan dioperasi. Ibu itu ketika sudah berada di brankard menunggu giliran operasi berkata pada ustadz Saifuddin, "Saya koq ngantuk ya Pak? Pengen tidur" 
"Ya, tidur dulu saja tidak apa-apa." 
"Pengen baca do'a dulu." 
"Ya, silakan, mari baca do'a." 
Ibu itu pun membaca do'a dan tertidur hingga giliran masuk ruangan operasi ibu itu tiba. 
"Bu, mari sudah mau masuk ruangan." ibu itu coba dibangunkan. 
Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un... Ibu itu tidak bangun lagi.


Subhanalloh... Kisah kedua mengingatkan pada kita agar senantiasa berdo'a sebelum tidur karena hakikat tidur adalah mati dan yang kuasa menghidupkan kita kembali hanyalah Alloh. Begitu pula seketika bangun tidur, tiada kata lain yang layak diucapkan seorang muslim kecuali syukur dan puji pada Alloh. "Segala puji hanya bagi Alloh yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan hanya kepada-Nya lah kita kembali"
Tentunya kita merasa nyaman melihat orang mengahadapi sakarotul maut tanpa menderita. Qodarulloh... Tapi juga ada orang yang sakarotul mautnya membuat kita ber-ta'awudz, semoga kita dijauhkan dan dilindungi Alloh dari susah dan sakitnya sakarotul maut. Semoga khusnul-khotimah dan tidak su'ul-khotimah...


Di antara keadaan menyedihkan orang yang sakarotul maut ialah seorang pasien yang sangat susah dibimbing mengucap kalimat tauhid "Laa ilaaha illalloh". 
"Pak, monggo maos kalimat thoyyibah, Laa ilaaha illalloh..." 
Pasien masih terdiam. 
"Monggo pak, Laa ilaaha illalloh..." 
Setelah beberapa kali dituntun mangucapkan laa ilaaha illalloh dan tidak bisa, Ustadz Saifuddin mengajak pasien mengucapkan "Allohu akbar". Beberapa kali tidak bisa juga, cukuplah kalimat "Alloh" yang ditalqinkan. 
"Monggo pak, Alloh..." 
"Owoh..." 
"Alloh..." 
"Owoh..." 

Begitu susahnya mengucap kalimat tauhid menjelang meninggal, padahal saat ini mungkin kita sangat fasih mengucapkannya. Semua atas idzin Alloh sehingga kita bisa mengakhiri hidup di atas kalimat "Laa ilaaha illalloh", semoga... Aamin, ya Alloh...


Kasus kedua yang menyedihkan adalah seorang pasien yang boleh dibilang cukup intelek bahkan sudah pergi hajji. Pasien tersebut ditunggui keluarganya di saat sakarotul maut. Ustadz Saifuddin menuntun pasien tersebut mengucap kalimat tauhid. Apa yang terjadi dengan pasien tersebut? Pasien itu mengeluh "Panas!" sambil mengibas-ngibaskan pakaian seakan memberi isyarat agar keluarganya melepaskan pakaian yang melekat di tubuhnya. Ustadz Saifuddin terus membimbingnya dan masih serupa, pasien itu mengeluh "Panas!" sambil menggerakkan tangan kanannya dari dada ke atas ke arah kepala sebelah kiri, mengelilingi kepala atas, kanan, lalu turun kembali dan terus turun melewati perut menuju kemaluannya. Pasien itu memegangi kemaluannya.

Keluarganya mencoba melepaskan pegangan tangan pasien itu. Pasien itu terus dituntun mengucap kalimat thoyyibah dan yang terjadi adalah hal yang sama, pasien kembali memegang kemaluannya. Berulang kali keluarga pasien melepaskan tangan pasien dan mungkin sampai merasa malu. Allohu a'lam apa yang menjadikan pasien itu dalam sakarotul mautnya terus menerus memegangi kemaluannya sendiri.

Kasus ketiga adalah seorang pasien yang berprofesi sebagai kondektur bis. Seperti biasanya dan memang disunnahkan, kewajiban seorang muslim ketika melihat saudara seiman atau bahkan orang kafir mendekati kematian, yang perlu dilakukan adalah menuntunnya membaca kalimat tauhid "Laa ilaaha illalloh". Kita diperkenankan mendatangi orang kafir yang hampir meninggal untuk menawarkan islam kepadanya. Hal ini sebagaimana Rosululloh menawarkan islam pada pamannya -Abu Tholib bin Abdul Muthollib- untuk mengucapkan kalimat "Laa ilaaha illalloh". Juga kisah Rosululloh ketika menawarkan islam kepada seorang anak yahudi menjelang anak itu meninggal, bi idznillah, anak itu akhirnya masuk islam di akhir hayatnya. Allohu a'lam...


Ketika ustadz Saifuddin menuntun pasien tersebut mengucap kalimat tauhid, pasien itu menyeru "Njonangun!" 
Sekali lagi dituntun, dijawab "Njonangun!" 
Ustadz Saifuddin bertutur bahwa pasien tersebut sampai ajal tetap berada dalam satu kalimat "Njonangun!" 
Setelah diusut ternyata pasien tersebut bekerja sebagai kondektur bis jurusan Wirobrajan-Rejowinangun. Masya'alloh...



Satu lagi kisah sakarotul maut yang menyedihkan tentang seorang Kiyai. Dikisahkan oleh ustadz Saifuddin bahwa suatu saat ada seorang kiyai dengan santri yang cukup banyak. Kiyai itu masuk rumah sakit PKU Muhammadiyah Jogjakarta dan mengalami sakarotul maut. Coba tebak, apa yang diucapkan sang kiyai ketika dituntun mengucapkan "Laa ilaaha illalloh"? Na'udzubillahi min dzaalik, kiyai itu berucap, "Syetan!" 

Ustadz Saifuddin menuntun perlahan, yang terdengar dari pasien masih saja "Syetan!" 
Sesuai intonasi talqin, kalimat "Syetan!" keluar dari mulut pasien. Jika dituntun "Laa ilaaha illalloh" dengan keras, kalimat "Syetan!" pun terdengar semakin keras dari mulut pasien.



Allohu akbar! Begitu dahsyatnya kuasa Alloh. Tidak ada yang bisa menjamin kita akan masuk surga kecuali Alloh. Belum, belum masuk surga, khusnul khotimah saja, tetap ada di tangan Alloh. Ingatlah salah satu hadits dari kumpulan Hadits Arba'in karya Imam An-Nawawi yang artinya: 

"Abu 'Abdurrohman 'Abdulloh bin Mas'ud Rodhiyallohu 'anhu berkata: Rosululloh bersabda kepada kami, sedag beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya, 'Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan ciptaannya dalam rahim ibunya, selama empat puluh hari berupa nutfah (air mani yang kental), lalu menjadi 'alaqoh (segumpal darah) selama itu pula, lalu menjadi mudghoh (segumpal daging selama itu pula, kemudian Alloh mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya dan mencatat empat hal yang telah ditentukan yakni rizki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagianya. Demi Alloh, Dzat yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya setiap kalian ada yang beramal dengan amalan penghuni surga hingga jarak antara dia dengan surga hanya sehasta (dari siku sampai ke ujung jari). Lalu suratan takdir mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka ia pun masuk neraka. Ada juga di antara kalian yang beramal dengan amalan penghuni neraka hingga jarak antara dia dan neraka hanya sehasta. Lalu suratan takdir mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli surga, maka ia pun masuk surga.'" (H.R. Bukhori dan Muslim)


Sungguh, kita tidak pernah tahu bagaimana akhir hidup kita sehingga kita hendaknya mengusahakan yang terbaik jika menginginkan akhir yang baik, serta do'a... Yah, tiada daya dan upaya kecuali milik Alloh, dengan idzin Alloh...

Apa yang kita kerjakan dan jadi kebiasaan semasa hidup nampaknya menunjukkan akhir kita seperti apa, meski bukan jaminan. Lihatlah seorang kondektur yang masa hidupnya berteriak-teriak menyeru jurusan bisnya, ketika meninggal ada yang sampai ketonto meneriakkan jurusan bisnya. Tapi tidak berarti semua kondektur akan sakarotul maut seperti itu lho...

Jadi khawatir... kalau kebiasaan kita menghujat dan mengeluarkan kata-kata kotor, jangan-jangan akhir hayat kita bukan di atas "laa ilaaha illalloh" tapi di atas nama-nama hewan dan kata-kata kotor.

Jadi khawatir juga... ketika terlalu banyak mendengarkan nasyid, jangan-jangan akhir hayat kita bukan kalimat tauhid tapi senandung-senandung para munsyid.

Bahkan khawatir... ringtone HP yang membangunkan kita sholat malam atau nada dering panggilan sahabat, atau SMS, atau MP3 yang sering kita dengar dari HP, jangan-jangan musik dan suara itu menjadi seruan akhir hayat kita.


Obrolan kita... 
Gurau dan canda kita... 
Bacaan kita... 
Tontonan kita... 
Hobi kita... 
Tempat-tempat favorit kita... 
Wirid kita... 
Obsesi kita... 

Ah... rasanya kita harus semakin berhati-hati dalam bertingkah pun berkata, berpikir, dan segalanya...

Marilah kita senantiasa meningkatkan kehati-hatian dan memperbanyak dzikir...


Yaa Alloh, matikan kami dalam keadaan khusnul-khotimah, kami berlindung pada-Mu dari kematian su'ul-khotimah, kami berlindung pada-Mu dari siksa dan neraka... Matikan kami dalam syahid di jalan-Mu... 

Yaa Alloh, rasanya aku ingin meminta segalanya dari-Mu, bahkan sepanjang hidupku mungkin tak kan cukup menguraikan permintaanku, aku mengaku tak kuasa, memang akulah hamba, sayangi aku, ampuni aku, ridhoi segala urusanku...


Alloh... aku mencintai-Mu... Ampuni aku...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar