Laman

Laskar Uhud

Ketika pasukan pemanah lebih memilih ghonimah daripada menaati instruksi Rosululloh untuk bertahan di atas bukit, datanglah Kholid bin Walid -yang waktu itu masih berada dalam barisan kaum kafir Quroisy- bersama pasukan berkudanya. Kontan, kocar-kacir pasukan mukminin di atas bukit Uhud. Dalam pertempuran itu turut gugur Hamzah bin Abdul Muthollib rodliyallohu ‘anhu, paman sekaligus saudara sepersusuan Rosululloh.

Itu sepotong adegan perang Uhud yang kami tampilkan dalam penutupan KIIP (Kajian Intensif Islam Padmanaba) di dusun Morangan, Sindumartani, Ngemplak, Sleman pada tahun 2003. KIIP merupakan rangkaian terakhir dari BBAQ (Bimbingan Belajar Al-Qur’an) yang telah kami ikuti sejak awal menjadi siswa SMA 3 Padmanaba Yogyakarta. Dalam BBAQ ini siswa-siswi baru Padmanaba diberi input ilmu syar’i sekaligus persaudaraan yang semestinya begitu melekat erat dalam hati masing-masing pesertanya, kecuali yang tidak... Hehe... Dan... Tepat! Kelompok kami dinamai Laskar Uhud oleh sang mentor, yel-yel kami digubah dari soundtrack “Ninja Hatori”, mendaki gunung lewati lembah... dan seterusnya. Masih ingatkan kawan?

Hmm... ada kerinduan tak terperi jika mengingat kenangan masa muda. Sekalipun ada sedikit penyesalan, rasanya tak ada yang cukup buruk untuk disesali karena semua itu pada akhirnya telah mengantarkan kita menjadi kita yang ada saat ini. Saya sedikit menyesal, kenapa tidak sejak berputih abu-abu itu saya menemukan saudara-saudara seperjuangan dalam islam. Atau jangan-jangan pertanyaannya terbalik, “Kenapa saya tidak sejak dulu ditemukan?”. Tapi saya bersyukur saat ini saya telah menemukannya. Subhanalloh... Alhamdulillah... Allohu akbar...


BBAQ

Bimbingan Belajar Al-Qur’an. “Lulusan padmanaba harus bisa baca alqur’an. Memalukan sekali jika lulusan SMA Negeri 3 Yogyakarta tidak bisa baca al-qur’an. Makanya kita adakan BBAQ ini,” ujar pak Hamid Supriyatna suatu kali. 

Dalam BBAQ siswa-siswi Padmanaba akan dikelompokkan delapan sampai dua belasan orang untuk mengaji atau kepemanduan atau lebih terkenal dengan mentoring. Kelompok itu akan dipandu oleh satu orang mentor. Pemandu/ mentor akan bersama-sama dengan seluruh anggota kelompok untuk saling memperbaiki bacaan al-qur’an serta membahas masalah-masalah agama dasar seperti aqidah, fiqh, akhlaq, dll. Mentor biasanya diambilkan dari alumni yang sudah lulus. Di samping mentoring ada beberapa pilihan mata pelajaran yang bisa diikuti secara klasikal seperti Bahasa Arab, Tarikh (Sejarah Kebudayaan Islam), Kristianologi, dan sebagainya. Pada waktu itu saya memilih Kristianologi, membongkar kekeliruan aqidah orang Kristen terhadap Yesus, mengurai berbagai keanehan dan kejanggalan dalam bibel.



Mentoring

Selalu ada rasa iri pada mereka yang duduk melingkar sambil memegang mushaf al-Qur’an, menambah hafalan surat pendek, mereka yang bercengkrama sambil membahas masalah-masalah fiqh, salaman-salaman mereka ketika saling bertemu, janjian kapan bertemu lagi, menyenandungkan “Mujahid Muda” bersama, merencanakan rihlah, menginap di rumah siapa, ah... Sejak dulu saya iri pada mereka. Mungkin bisa dikatakan bahwa waktu dua tahun adalah waktu yang sangat lama untuk memendam rindu. Ingin melampiaskan tapi tak tahu pada siapa. Seorang mentor dari kelompok lain yang membuat saya iri pernah terlihat sedang mengisi sebuah kajian di Pondok Pesantren Takwinul Muballighin beberapa tahun lalu, subhanalloh...


Pada awal perkenalan, mentor saya harus KKN, lalu diganti mentor lain dengan nama sama, tapi entahlah... hanya beberapa kali kami bertemu. Satu hal yang sampai saat ini masih saya ingat bahwa pertemuan pekanan kami layaknya charger HP yang akan mengisi kekosongan ruh kami selama enam hari lain tidak bertemu. Kenangan secara fisik, sebuah buku kecil berwarna hijau seukuran lebih besar sedikit dari setengah KTP. Belakangan saya ketahui buku itu berisi kumpulan dzikir ma’tsur pagi petang. Dua atau tiga tahun lalu baru saya membacanya lagi setelah memastikan bahwa dzikir itu riwayatnya rojih (jelas, kuat riwayatnya benar dari Rosululloh). Alhamdulillah, hafal juga... Hehe... Moga menjadi jariyahmu, Mas...

Terakhir saya bertemu mentor pertama saya pada penutupan KIIP, itupun hanya sesaat, semalam. Qodarulloh, sekitar tahun 2006 saya bertemu mentor saya lagi. Saya menemuinya dalam jama’ah dzuhur atau asar waktu dauroh KaLAM (Keluarga Muslim Cendekia Medika) di daerah Bantul. Kalau jodoh memang nggak kemana... Hihihi... Sayangnya bibir ini kelu tak tahu harus berucap apa, masih ingatkah beliau dengan saya? Akhirnya hanya pembicaraan ringan yang terjadi... Tapi sungguh, ada gemuruh dalam dada ingin mengatakan, “Aku mencintaimu, Mas...”

Sampai saat ini jika saya ditanya, “Sejak kapan ngaji?” saya akan menjawabnya sejak SMA, yah... meski tidak terlalu sehat. Saya benar-benar bersyukur ditunjuki Alloh sahabat-sahabat dan jalan yang luar biasa. Begini tho nikmatnya? “Dua orang yang bertemu dan berpisah hanya karena Alloh”


SKI

Sie Kerohanian Islam Organisasi Siswa Intra Sekolah SMA 3 Yogyakarta atau yang lebih sering disebut ROHIS Al-Khawarizmi telah membuat saya benar-benar sakit hati. Benar-benar sakit rasanya ketika harus ditolak menjadi pengurus. Hampir sejumlah tiga kelas sepertinya peserta yang harus ditest untuk masuk rohis. Ada benarnya, tidak mungkin semua menjadi pengurus, tapi bikin sakit hati orang-orang seperti saya. Saya masih benar-benar ingat kakak kelas yang mewawancara saya. Saat ini beliau menjadi salah satu senior dalam barisan dakwah di sebuah kecamatan, saya terdaftar sebagai kader di kecamatan itu. Pengen rasanya mengungkapkan bahwa dulu saya benar-benar sakit hati padanya, dengan pertanyaannya “Apa arti iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin? Pernah beraktivitas dakwah di mana? Ingin masuk departemen apa? Bisa menjelaskan tentang departemen itu?” Haha! Sudahlah... saya sudah mengikhlaskannya... Jodoh emang gak kemana, akhirnya kita berada dalam satu barisan. Mungkin dulu waktunya belum tepat.


Ditolak rohis, saya mengikuti test masuk PAD’s Band. PAD’s Band adalah band yang mewakili Padmanaba dalam berbagai ajang festival. Ditolak pula, terbentuklah sebuah band yang personilnya semua berasal dari kelas kami dan sama-sama ditolak. “Ai Shiteru” menjadi nama band itu setelah sebelumnya “Axel Learns to Rock” dirasa tidak terlalu menjual. Komunitas ini yang selanjutnya menemani hari-hari saya di SMA. Miss u all bro... en sist... Buka puasa di studio, sholat maghrib... Jama’ah-jama’ah kita di basecamp... Haha! Sebenarnya kalau dipikir-pikir kita dulu tu termasuk band hanif, tidak laghwi. Saya masih ingat seorang personil kami yang juga pengurus rohis dan mentoringnya membuat saya iri pernah menyampaikan hukum musik dalam islam. Kata mentornya, asal tidak berlebihan dan tidak membuat lalai gapapa... Waktu itu sedang booming Justice Voice... tapi lagu kami tetap Sheila on 7, Peter Pan, dan L’Arc en Ciel, hehe...

Penolakan ketiga adalah ditolak oleh seorang wanita. Hahaha! Ini yang sekarang bisa saya tertawakan paling keras. Bersyukur, benar-benar bersyukur dulu tidak diterima oleh wanita itu. Nggak bisa mbayangin, kalau sampai diterima mungkin saat ini saya masih hanya berteman lagu-lagu cinta, bukan senandung merdu Al-Mathroed. Inilah cinta pertama yang saya ungkapkan, dan bukan main-main, yang saya pikirkan adalah kata nikah. Nampaknya sejak dulu memang sudah merindukan sakinah... Prikitiiuuuw... :P (Lha koq malah mbahas iki to Mas’e? Ra nyambung!!!)

Satu-satunya, pertama dan terakhir kalinya berpartisipasi dalam kegiatan SKI adalah ketika musyawarah pergantian mas’ul. Oh, tidak dink... ada kegiatan Pesantren Kilat yang ditujukan bagi kakak kelas dan kami menjadi panitia. Saya menjadi tim dekorasi waktu itu. Benar, hanya merancang, membuat, dan memasang dekorasi lalu pulang...


KIIP

Penutupan BBAQ selalu diadakan di dusun pelosok. Peserta harus menginap di rumah salah seorang penduduk yang tentunya sudah di”rembugi’ oleh panitia. Kelompok kami “Laskar Uhud” (hehe... keren mana sama Laskar Pelangi ya?) memperoleh tempat di rumah pak Dimyati yang ternyata adalah seorang guru, teman dari bapak saya. Kegiatan KIIP terkonsentrasi di masjid dusun itu.


Oh ya, jadi ingat, Jumat 25 September 2009 setelah Idul Fitri 1430 kemarin saya ke sana, silaturahim ke rumah pak Lurah Sindumartani bersama pengurus BADKO TKA/ TPA Rayon Ngemplak. Sebelumnya juga sempat ke sana mengantar dua orang teman yang mengambil data penelitian. Dusun Morangan, Kelurahan Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, masih sekecamatan dengan tempat tinggal saya. Masih seperti dulu... tiap sudut menyapaku bersahaja... Halah!! Betapa damainya tinggal di desa...

Berbagai kegiatan diadakan oleh kakak kelas yang menjadi panitia, termasuk jalan-jalan malam menelusuri kebun, kuburan dan hutan. Aqidah kami diuji dengan bebakaran wangi di sekitar kuburan, lalu ketika kami harus masuk hutan, desas-desus bahwa tanda penunjuk jalan menjadi terbalik semua, atau sekedar hilir mudik dari penginapan ke masjid. Ada yang selalu membawa mushaf al-qur’an, ada yang merapalkan ayat kursi, dan lain-lain. Malam terakhir diadakan sholat malam dan muhasabah. “Muhasabah tu apa, Mas?” tanya salah seorang dari kami. Teman yang lain menyahut “Muka Hanson Sangat Bahagia...!!!” Hehe...

Muhasabah mencapai klimaks ketika hati kami disentuh oleh kata-kata tentang ibu. Kalimat-kalimat penyadar betapa berartinya birrul walidain itu diiringi senandung menyayat salah seorang mentor, sebuah nasyid tentang ibu. Mentor yang membuat saya iri ketika beliau bersama para binaannya, teman-teman saya.
 

Kajian Jumat Pagi

Hari jumat menjadi hari istimewa bagi umat islam, begitu juga warga muslim Padmanaba. Pukul enam pagi kami rutin berkumpul di aula untuk mendengarkan taushiyah dari guru-guru kami yang pada saat itu menjadi ustadz-ustadz kami. Tiap kelas mendapat jatah sepekan sekali untuk mempersiapkan tikar, sound system, serta keperluan lain untuk Kajian Jumat Pagi. Suatu saat wali kelas kami yang mengisi taushiyah. Beliau menyampaikan sebuah ayat dengan membaca mushaf al-qur’annya yang benar-benar sudah kumal. “Iki tandane nek kerep diwoco dik” candanya.



Ajrina

Saya tidak pernah mengikuti ini. Ini adalah Kajian Putri Padmanaba yang merupakan corong kegiatan keputrian SKI Al-Khawarizmi. Acaranya berlangsung ketika ikhwan melaksanakan sholat Jumu’ah, akhowat mengisinya dengan kajian lalu dilanjutkan mentoring, sepertinya sih seperti itu. Oya, sebenarnya saya belum mengenal kosa kata akhowat ato ikhwan pada saat itu. Hanya ketika penutupan KIIP salah satu anggota kelompok kami sedikit menanyakannya pada kakak kelas yang menjadi asisten mentor. Ikhwan itu laki-laki, akhwat itu perempuan. “Wah, berarti nek dho nggodani wong wedok kae dho muni ‘Ceweek!’ awake dhewe munine ‘Akhwaat!’ ngono yo? Haha! (dibaca dengan nada genit)” 
Hahaha! Begitulah canda khas anak muda.



Jangkar Islam

Jaringan Kerja Pelajar Islam atau lebih mudahnya forum komunikasi antar rohis se-Jogja. Waktu itu mungkin banyak kegiatan tapi saya hanya pernah ikut aksi menuntun motor dari Tugu sampai Kantor Pos Besar (kalau gak lupa inget). Waktu itu tentang UU Sisdiknas apa ya? Dan pada saat inilah saya bertemu banyak sekali pelajar aktivis rohis se-kota Jogja. Sekali lagi saya harus menahan pedih ketika puluhan atau mungkin ratusan pelajar itu menyenandungkan nasyid dari Izzatul Islam yang berjudul “Mujahid Muda”, pedih karena saya tidak hafal. Kalau tidak salah syairnya diganti “Hai pelajar Jogja... dst”. Tergambar kah kerinduan saya pada saat itu? Hiks... Ingin sekali rasanya bergabung dengan komunitas orang-orang sholih, merasakan ukhuwahnya, berkarya di sana, tapi tak seorang pun menyapa, “ora ono sing ngaruhke” kata orang Jawa.



KMAP

Keluarga Muslim Alumni Padmanaba terdiri atas siswa-siswi muslim alumni Padmanaba, teorinya gitu... KMAP biasanya menjadi penyelenggara mentoring atau pembinaan SKI. Acara terakhir yang saya ikuti adalah pengenalan KMAP pada siswa Padmanaba entah angkatan berapa, lupa, hehe... Hayo... siapa pengurus sekarang? Bikin grup ato apa gitu lah. Ngiri nih sama KSAI Al-Uswah punya anak SMA 1 Yogyakarta. Mereka sepertinya produktif sekali dan ukhuwahnya benar-benar terasa.


Yang saya tahu dan saya percayai, chauvinisme Padmanaba cukup besar. Ketika bertemu sesama alumni Padmanaba, tidak peduli rentang angkatan berapa, selalu ada yang bisa dibanggakan, tiba-tiba saja kepala membesar bersama, ada chemistry atau apalah gitu yang menjadikan kita merasa sedarah, darah teratai merah, ini perlu kita manfaatkan kawan... Oya, ada klausul dari seorang teman, "Konon, kemanapun mencari, hingga ke ujung dunia, kepanasan di sahara, kedinginan di antartika, akhirnya cowok padmanaba dapat cewek padmanaba juga", hehe...
Ayo... podho diuripke pasedulurane...


Mungkin kita berpisah, tapi tidak hati kita kawan...

(Buku angkatan 59) 
Tak terasa... eh, terasa dink! Kita sudah bertahun-tahun meninggalkan masa itu, masa-masa paling indah, masa-masa menentukan bagi seorang pemuda. Nyali nekat yang tak seberani dulu, gerakan yang tak selincah dulu, otak yang tak secemerlang dulu, semuanya berubah kawan. Selama masih ada asa untuk berharap, selama masih ada keringat untuk dicucurkan, selama hayat masih di kandung badan, mari berkarya dan berkarya, terus berkarya. Jadikan perjalanan menuju kematian kita sebagai penantian penuh makna. Nikmatnya andai kita bisa berkisah tentang Padmanaba kembali suatu saat nanti, di surga... Aamin, ya Alloh...



Bhakti vidya ksatria tama 
Tan lalana labet tunggal bangsa 
Jaya... Jaya Padmanaba... 
Hidup Padmanaba!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar