Laman

Langit Biru Dongker

Tidak mendung
Tidak pula cerah
Baru pagi ini kutemui langit berwarna biru dongker
Biru yang lebih biru dari biru


Langit, dari sana turun berjuta keberkahan 
Hujan menumbuhkan kehidupan 
Mengalirnya sungai-sungai penyubur Sleman


Hmm... Kota kecilku di Jogja 
Akankan ia akan tetap biru? 
Dengan barokah melimpah ruah 
Barokah yang turun dari langit karena penduduknya beriman 
Atau keceriaan langit akan menghilang? 
Langit muram tanpa senyuman

Merapi mungkin juga sedang bersiap-siap murka 
Jika tak ada lagi yang amar ma'ruf nahi munkar, tak perlu heran 
Tak perlu heran jika suatu saat kita ditiadakan



Tidak mau! 
Kami masih ingin beramal 
Kami akan saling menasihati 
Kami akan terus memperbaiki diri 
Beri kemudahan pada kami ya Robb!



Pemimpin kami, semoga seorang yang besar rasa takutnya pada-Mu 
Agar kami tak segan menaatinya 
Agar kami dengan mudah bisa saling mengingatkan 

Jangan biarkan kesalahan kami terulang 
Kesalahan memilih pemimpin hingga kami malu 
Kami malu bahwa pemimpin kami sendiri masuk bui 
Kami mohonkan ampun ia pada-Mu ya Alloh 
Izinkan mereka bertaubat 
Kami akan berbenah



Ya Alloh, jadikan kami pemimpin bagi orang-orang bertaqwa 
Jadikan Sleman ini kota yang diberkahi 
Diberkahi karena ketaqwaan rakyat dan pemimpinnya 
Doa serupa doa Ibrohim kami panjatkan 
Jadikan Sleman aman, adil, dan sejahtera 
Bersungguh kami, pinta kami sekali 
Mohon dengan sangat



Langit biru dongker, 
Semoga ia turut mengamini doa-doa kami pada-Mu 
Ia mungkin juga ingin memayungi kota yang berkah 
Ia mungkin akan bertasbih lebih giat pada-Mu 

Semesta akan bertasbih menggema seiring penduduk yang kian mengagungkan-Mu 
Maka kabulkanlah doa kami di pagi ini ya Robb... 
Aamin...


---end of this note---

Asal Muasal Nama "Abdulloh Sunono"

Sore itu Endri Nugraha Laksana wakil ketua DPRD Kabupaten Sleman sekaligus calon wakil bupati Sleman yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera membongkar rahasia di balik namanya pada kader dan simpatisan DPC PKS Ngemplak. Selama ini bapak lima anak yang tinggal di wilayah Ambarukmo Depok Sleman itu terkenal dengan nama Abdulloh Sunono dan biasa dipanggil dengan sebutan "pak Nono". Dari mana nama itu didapat?

Pernah suatu saat pak Nono mengisi sebuah pengajian. Ketika mengisi CV beliau menulis namanya "Endri Nugraha Laksana". Akhirnya pembawa acara mohon maaf pada para jama'ah karena kajian yang seharusnya diisi oleh ustadz Abdulloh Sunono digantikan oleh ustadz Endri Nugraha Laksana. "Sakjane wonge yo podho wae," kata pak Nono.


"Kalo tetangga nyari saya di kantor cari pak Nono gitu ya nggak ada yang tahu. Sebaliknya kalo temen-temen kantor datang ke rumah nyari pak Endri ya nggak ada yang tahu." jelas pak Nono. 

"Teman-teman dekat bahkan tahunya juga Abdulloh Sunono. Ganti kembali ke nama asli Endri Nugraha Laksana baru tahun 2004 waktu dicalonkan jadi anggota DPRD karena jadi anggota dewan harus pake akta lahir dan ijazah, semua pake Endri." pak Nono berujar.


Sejak tahun 1995 nama Endri Nugraha Laksana tenggelam digantikan Abdulloh Sunono. Nama itu berawal dari aktivitas pak Nono sebagai mahasiswa yang bergelut di bidang dakwah islam kampus. Saat itu ada kajian yang membahas tentang Perang Salib. Ternyata raja yang memimpin perang tentara salibis bernama Hendri yang tentu mirip pengucapannya dengan Endri. Pak Nono mencari nama baru agar namanya tidak menyerupai nama pemimpin tentara salib. Dalam hadits disebutkan bahwa nama yang paling baik adalah "Abdulloh" artinya hamba Alloh. Jadilah pak Nono dipanggil Abdulloh Nono. Karena kedengarannya "wagu", ditambahlah awalan "su" menjadi Abdulloh Sunono. Kebetulan pak Nono orang jawa sehingga pas menggunakan "Sunono" dan nama itu pun luwes, enak didengar.

Nama Abdulloh Sunono ternyata "payu" sehingga terus dipakai hingga sekarang.
"Jadi nama Abdullah Sunono itu bukan nama teroris. Endri Nugraha Laksana alias Abdullah Sunono alias siapa, itu bukan. Kalo teroris kan katanya aliasnya banyak. Kalo saya ya seperti itu sejarahnya." tutup pak Nono.

Mungkin perlu diketahui bahwa ustadz Endri Nugraha Laksana merupakan anak ke lima dari sepuluh bersaudara. Semua kakaknya perempuan dan semua adiknya laki-laki. Satu hal lagi yang menarik, dari sepuluh bersaudara itu hanya anak terakhir yang nama depannya bukan "Endri". Endri itu maksudnya "anak pak Sumandri" (ayah dari pak Nono). Makanya kalau mencari Endri di rumah pak Nono bisa jadi kita akan ditemui oleh sembilan orang. Hehe...

Begitulah sedikit kisah mengenai asal muasal nama Endri Nugraha Laksana berubah dan terkenal menjadi Abdulloh Sunono. Jika pada tanggal 23 Mei 2010 besok kita ingin memberikan dukungan suara pada pak Nono sebagai wakil bupati Sleman 2010-2015, jangan cari nama Abdulloh Sunono tapi carilah nama ENDRI NUGRAHA LAKSANA.

Ayo pilih pemimpin pengusung perubahan untuk keadilan dan kesejahteraan kabupaten Sleman! :D

---end of this note---

Ide Kecil untuk Memakmurkan Masjid

Belakangan saya mengamati fenomena bertambahnya jama’ah sholat rutin di masjid kampung saya. Pertambahannya rata-rata hanya satu orang per Romadhon. Setiap selesai bulan Romadhon biasanya ada satu orang yang jadi rutin sholat jama’ah di masjid. Pertambahan jama’ah ini patut disyukuri meski tak sampai seperti istilah dalam surat An-Nashr “afwaajan”.

Dalam benak saya timbul suatu ide untuk menambah jumlah jama’ah di masjid dengan metode yang cukup sederhana. Jika selama setahun satu orang jama’ah yang sudah rutin hadir dalam sholat jama’ah di masjid membawa atau mengajak satu orang saja untuk bergabung, jumlah jama’ah akan berlipat dua pada tahun berikutnya. Poin pentingnya adalah waktu satu tahun itu tidak boleh berlalu tanpa adanya pertambahan jumlah jama’ah, walau hanya seorang dua orang.

Ide rekruitmen berbasis jama’ah memunculkan pemikiran baru bahwa semestinya jama’ah tidak sekedar menjadi jama’ah tapi juga harus menjadi da’i yang menyeru dan beramar ma’ruf nahi munkar. Jama’ah juga perlu berdakwah, minimal mengajak satu orang tiap tahun untuk mengisi shof-shof di masjid. Jama’ah perlu diberi pemahaman juga mengenai urgensi dakwah.

Sebenarnya banyak hal yang bisa kita lakukan untuk berkontribusi dalam proses pemenangan islam kembali. Metode “one get one” juga bisa kita terapkan dalam tholabul ‘ilmi atau ketika pergi ke sebuah pengajian. Jangan biarkan motor kita yang sebenarnya muat untuk berboncengan hanya kita kendarai sendirian untuk pergi ke sebuah kajian ilmiah. Ajaklah teman atau tetangga yang kebetulan sedang tidak ada acara untuk ngaji, gak ada ruginya kan? Malah nambah pahala. Ok! Selamat berkarya dan tetap semangat! :D

---end of this note---

Semut dalam Lodhong

Alkisah ada seorang manusia sholih yang punya kemampuan bisa berbicara dengan binatang. Entah dalam bahasa apa, yang jelas ia mengerti bahasa binatang dan mampu berkomunikasi dengan mereka.


Pada suatu hari manusia itu berbincang dengan seekor semut mengenai rizki Alloh. 
"Rizki itu sudah ditentukan oleh Alloh dan Alloh tak akan lalai memberikan rizki bagi semua makhluk-Nya bahkan padaku," kata semut. 
"Benar mut, aku setuju! Tapi aku ingin melakukan sebuah percobaan mengenai hal itu, kamu mau nggak kerjasama denganku?" kata manusia. 
"Kerjasama gimana?" tanya semut penasaran. 
"Gini mut, rizki kita kan sudah ditentukan Alloh. Nah, sekarang aku tanya padamu, kalo roti sebesar ini bisa untuk makan kamu berapa hari?" manusia menunjukkan seiris roti tawar. 
"Emm... Ya, kira-kira seminggu aku bisa bertahan hidup dengan roti sebesar itu." jawab semut. 
"Baiklah, kita lakukan percobaan seperti ini mut, kamu akan kuletakkan dalam sebuah lodhong bersama roti ini, nanti seminggu sekali aku kasih roti lagi segini. Tujuan kita adalah membuktikan bahwa rizki untukmu tetap datang meski kamu tidak mencarinya." terang manusia antusias. 
Setelah berpikir sejenak sang semut mengiyakan, "Okelah kalo begitu!"



Semut masuk dalam lodhong lalu manusia menaruh roti dan menutup lodhong itu rapat-rapat hanya dilubangi kecil untuk sirkulasi udara. 
"Kamu siap mut?" 
"Bismillah, insya'alloh!" 
"Oke, selamat bersantai ria mut, kita ketemu seminggu lagi." 
Manusia pergi meninggalkan semut dalam lodhong sendirian berteman roti.



Seminggu berlalu hingga manusia mendatangi bahan penelitiannya. 
"Assalaamu 'alaykum. Gimana mut, masih sehat? Makanmu cukup kan?" sapa manusia sambil membuka bungkusan roti tawar dalam tasnya. 
"Alhamdulillah, sehat. Ini rotinya masih setengah." 
"Hloh! Masih setengah?" tanya manusia setengah kaget sambil melihat lodhong. 
"Iya, masih setengah. Aku masih bisa bertahan kok." 
"Bukannya dulu kamu bilang kalo seiris roti itu bisa membuatmu bertahan hidup selama seminggu, kenapa sekarang masih setengah?" selidik manusia.


"Iya, roti sebesar itu bisa untuk makan aku seminggu, tapi itu di luar lodhong, dan aku mendapatkannya secara langsung dikasih sama Alloh. Lha ini aku di dalam lodhong nggak bisa nyari ke mana-mana, harus nunggu kamu datang seminggu lagi untuk memberi roti tawar." 
"Lha terus kok nggak kamu habisin? Aku kan sudah janji mau ngasih roti ke kamu seminggu lagi? 
"Kalo Alloh sih aku yakin Dia nggak pernah lupa dan nggak pernah ingkar janji. Lha kamu, kalo ternyata kamu lupa dan nggak datang-datang? 
"Oh, gitu ya mut? Makanya kamu cuma makan setengah buat jaga-jaga kalo ternyata aku lupa ato telat ke sini. Hmm... Pinter kamu mut!" 
"Haiya! Kalo ternyata kamu baru datang sepuluh hari lagi dan rotiku sudah habis, aku harus puasa tiga hari dunk. Hehe..."

NB:Lodhong adalah semacam wadah makanan kedap udara berbentuk tabung, biasa disebut stopless atau skrg kerennya "tupperware".

Lupa dapet crita ini dari mana, konon itu kisah Nabi Sulaiman tp gak tau juga, mungkin fiksi, Allohu a'lam. Ambil ibrohnya aja. Hehe...

---end of this note---

Menurutku Ini Penting untuk Diperhatikan

Sebaiknya tetap ada yang berdakwah pada masyarakat tanpa mengajak mereka masuk dalam sebuah harokah, ormas, atau partai apapun. Masyarakat perlu dipersiapkan untuk menerima kemenangan islam sehingga masyarakat sudah siap sedia ketika suatu saat salah satu metodologi pergerakan islam berhasil memantik sebuah momen besar pemicu kemenangan. Tidak mungkin seluruh masyarakat berafiliasi hanya pada satu ormas, kemenangan islam harus menjadi kemenangan seluruh ormas, masyarakat, dan kita bersama.
---end of this note---

Mozaik Kehidupan

Sebuah mozaik tetaplah salah satu bentuk karya seni yang indah meski terkadang untuk melihatnya kita perlu memiringkan kepala sambil sedikit memicingkan mata hingga bisa memaknainya.

Sehancur dan sehambur apapun kepingan mozaik bisa disusun kembali menjadi sebuah keindahan yang pastinya tidak akan serupa dengan susunan awalnya.

Hilang atau bertambahnya satu kepingan mozaik tak terlalu berpengaruh pada hasil yang nantinya akan bisa kita lihat.

Menyusun mozaik jauh lebih membutuhkan kesabaran dibanding menyusun puzzle.
Amat penting bagi kita sebelum melanjutkan susunan keping-keping mozaik: kembali melihat "the big picture".

Bayangkan hasil akhir mozaik yang ingin kita buat, maka kita tak perlu khawatir Alloh akan memberikan kepingan-kepingan seperti apa karena kita bisa menyusunnya menjadi sebuah karya yang indah.

Alloh tak pernah tanpa maksud memberikan sebuah kepingan begitu saja pada kita, kita hanya perlu menyusunnya.

Sekali lagi kita hanya perlu menyusunnya, Alloh telah menggariskan bahwa mozaik pasti jadi.

Setelah itu lihatlah dari kejauhan, baru kita sendiri atau orang-orang akan bisa mengatakan, "Inilah mozaik kehidupan..."

---end of this note---

Mushaf Al-Qur'an atau Buku Gaul?

Tanpa membaca terlebih dahulu uraian yang akan saya sampaikan, apa pilihan anda? Al-Qur'an? Baiklah, di akhir tulisan ini saya harap pilihan anda berubah menjadi "Buku Gaul". Hehe... Nyante, baca dulu ide kecil saya ini, siapa tahu akan membawa dampak perubahan besar dalam kehidupan kita.

Suatu hari saya mengikuti sebuah dauroh (pelatihan) di salah satu kantor dinas pemerintah. Ada tiga ikhwan duduk di dalam ruangan, seorang sedang melihat hape, yang lain tilawah dan yang satunya nampak kebingungan. Saya menyalami ketiganya, mulai dari yang nampak kebingungan lalu al-akh yang pada saat saya datang beliau menghentikan tilawahnya dan yang terakhir al-akh si pemegang hape. Orang pertama itu panitia, orang kedua peserta, dan orang ketiga ternyata ustadz yang akan memberikan taujih. Saya menyalami dengan urutan tersebut karena al-akh yang pertama tidak beraktivitas berarti, yang kedua baru menghentikan tilawah setelah saya datang, yang ketika sedang sibuk dengan hape dan baru berhenti saat saya mengulurkan tangan.

Saya pernah membaca salah satu adab terhadap orang yang sedang tilawah yaitu jangan memotongnya dengan pembicaraan, salam sekalipun. Pada akhirnya saja merasa bersalah karena menyela al-akh kedua hingga beliau menghentikan tilawah karena salam saya, juga pada ustadz yang waktu itu memegang hape. Ternyata al-akh ketiga alias ustadz itu sedang membaca al-qur'an dalam hapenya. Ketiga ikhwan itu belum saya kenal sebelumnya.

Ide kecil yang ingin saya sampaikan yaitu "Jika kita berada di tempat umum, tempat asing, bertemu orang umum, orang asing, di bis, kereta, stasiun, terminal, dan sebagainya mungkin lebih baik kita mengisi waktu bukan dengan membaca al-qur'an tapi dengan membaca buku-buku islami yang gaul dan ringan". Salah satu alasannya adalah kisah yang telah saya sampaikan di atas. Alasan kedua, kita bisa memotong bacaan kapan saja ketika orang datang, minta tolong, mengajak ngobrol atau bentuk komunikasi lain. Dengan buku gaul kita juga bisa memulai pembicaraan bahkan menyisipkan dakwah.

"Mas, pernah baca buku ini belum? Di sini katanya bla...bla..bla..." Atau dialog yang juga sering saya alami, "Baca buku apa mas? Coba liat." Terkadang kita bisa memulai hubungan dengan berakting senyum-senyum sendiri pada saat baca buku hingga orang di dekat kita penasaran lalu ingin meminjam buku kita. Hal lain yang bisa kita lakukan adalah meminjamkan buku gaul kita pada orang yang belum kita kenal bahkan memberikannya. Bayangkan betapa momen pertemun singkat dalam sebuah bis bisa berbuah ukhuwah atau mungkin hidayah. Bukan tidak mungkin ALLOH memberi hidayah pada seseorang melalui buku kita, meski setelah pertemuan itu kita tidak pernah lagi bertemu dengan orang yang kita beri buku.

Ingat kisah ustadz Hasan Al-Banna sengaja menginjak kaki orang dalam sebuah bis atau kereta agar bisa berkenalan? Semacam itulah analoginya. Pada saat keluar rumah, itulah waktu kita menebar kebaikan. Cobalah berkenalan dengan sebanyak mungkin orang. Sebarkan pemikiran-pemikiran islam meski nampak kecil misal dengan mengajukan pertanyaan inspiratif yang menyadarkan orang lain terhadap masalah umat. "Sekarang di mana-mana banyak spanduk diskotik ya Bu. Itu di jalan kaliurang, di sebelah sana juga, bahkan di dekat-dekat kampus. Koq gak ada spanduk tabligh akbar ya Bu?" Tapi kudu hati-hati, jangan malah jadi nggosip, hehe...


Baca Al-Qur'an-nya kapan dunk? Ya kalo di rumah, di masjid, dsb. Wah, jangan-jangan masnya sekuler ya? Ngaji kan nggak harus di masjid? Bukannya kita juga perlu menunjukkan simbol-simbol islam di lingkungan kita? Di Mesir, katanya orang-orang tuh biasa tilawah di bis, kereta dan tempat umum lainnya. Biar nggak pada alergi sama islam, gitu kan? 

Baiklah jika seperti itu, banyak cara memang dalam mengakrabkan islam dengan kehidupan sehari-hari. Yang saya pilih dan mungkin anda juga bisa memilihnya adalah bacaan berat seperti Al-Qur'an, kitab Fiqh, Aqidah, siroh, masalah khilafiyah, pergerakan, dan sebagainya yang belum memungkinkan dicerna orang umum bisa dibaca di rumah atau dalam halaqoh ilmu sedangkan buku-buku ringan dan gaul yang mudah dipahami orang umum bisa dibaca di mana saja dengan alasan yang tentunya sudah cukup jelas saya sampaikan.


Jika kultur negeri kita sudah seperti Mesir atau negara-negara Arab lain mungkin lebih mudah berdialog dengan dalil kitab yang amat detail dalam hal penyebaran pemikiran islam. Di Indonesia negeri tercinta kita ini sepertinya masyarakat umum masih jauh lebih perlu "diikat" dan diberikan persepsi bahwa islam itu mudah, bersahabat, tidak "njlimet", dan hal-hal lain yang bisa menarik perhatian orang terhadap islam. Pernah saya antri di sebuah klinik kesehatan dan mendengar percakapan dua orang akhowat bercadar dengan seorang ibu dan putranya. Mereka berbincang sangat dekat dan sesekali bercanda. Begitulah semestinya, silakan berjubah, bergamis, bercadar, berjenggot tebal, bercelana cingkrang dan berciri islam sesempurna mungkin tapi usahakan tetap bergaul layaknya masyarakat. Hapus stigma-stigma buruk masyarakat terhadap islam, jangan sampai keberadaan kita justru semakin menguatkan stigma buruk itu.

Senyumlah dan berikan keramahan islam pada semua orang. Berikan harapan cerahnya wajah islam. Sebuah hal yang sangat menyedihkan jika ada orang menjadi enggan bersahabat dan belajar lebih dalam tentang islam hanya gara-gara kita kurang "care" dengan lingkungan sekitar. "Ogah ah, ntar takut jadi ekstrimis." Astaghfirulloh... Lebih menyedihkan lagi jika kita dicap sombong atau memang benar ada sombong dalam diri kita. Masyarakat memang banyak yang belum ngaji, belum bisa menjaga pandangan dan perkataan, belum bisa menjalankan sunnah. Lantas apakah kita merasa lebih baik? Toh hidayah itu milik ALLOH, kita bisa mengamalkan islam di atas rata-rata masyarakat juga karena petunjuk ALLOH, sekali petunjuk dicabut kita bisa apa? Na'udzubillahi min dzalik...

Kita kembali ke topik mushaf Al-Qur'an atau buku gaul. Perilaku memilih membaca buku gaul di tempat umum ini bukan berarti mengesampingkan kitab suci sebagai bacaan utama umat islam, ini salah satu cara kecil agar islam tidak hanya milik orang per orang tapi juga milik masyarakat banyak. Belajarlah teori-teori di "sasana" lalu belajarlah kiat-kiat di "ring tinju". Ketika sudah di medan perang kita tidak bisa lagi belajar teori berperang, yang bisa kita lakukan adalah berperang dan belajar dari pengalaman lapangan. Belajar di rumah, tebarkan kebaikan saat keluar rumah.

Nah, sekarang apa pilihan kita? Membiarkan orang tidak berani menegur dan terjebak dalam kebekuan karena tahu kita sedang membaca Al-Qur'an atau membuatnya ingin menyapa karena melihat kita sedang membaca buku islami gaul yang sepertinya menarik?

Pertanyaan Kritis

Tolong kawan, bantu saya menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini...
  1. Bagaimana cara mengetahui bahwa sebuah jawaban A' didapat berdasarkan pertanyaan A dengan benar-benar melalui proses berpikir?
  2. Apa beda antara A' yang diperoleh dengan cara berpikir dengan A' yang diperoleh dengan tanpa berpikir?
  3. Apakah ada kemungkinan bahwa A' yang didapat dengan berpikir variabelnya sama dengan A' yang didapat tanpa berpikir?
  4. Apakah jawaban yang benar atau salah bisa mengindikasikan seseorang menjawab dengan berpikir atau tidak?
  5. Apakah mungkin jawaban benar diperoleh dengan tanpa berpikir?
  6. Apakah mungkin seseorang berpikir mati-matian tapi akhirnya menemukan jawaban yang salah?
  7. Apakah dalam ribuan percobaan Thomas Alva Edison membuat lampu pijar bisa dinyatakan bahwa dia berpikir hanya pada saat percobaan terakhir yang berhasil?
  8. Kira-kira kenapa atau apa hikmah dalam hal Alloh memberi dua pahala bagi mujtahid yang hasil ijtihadnya benar dan memberi satu pahala bagi mujtahid yang hasil ijtihadnya salah?
  9. Kenapa tenaga kesehatan yang tidak melakukan tindakan sesuai SOP bisa dikatakan malpraktik ketika pasien tidak terselamatkan sedangkan jika ia melaksanakan SOP maka ia tidak bisa dikatakan malpraktik meskipun pasien sama-sama tidak terselamatkan?
  10. Apakah seseorang bisa menilai bahwa orang lain menjawab sebuah pertanyaan dengan berpikir atau tidak?
  11. Apakah kegiatan berpikir seseorang bisa dilihat secara kasat mata? Misalnya orang mengernyitkan dahi, terdiam, mengetuk-ngetuk meja, apakah hal itu bisa menunjukkan bahwa ia berpikir?
  12. Saya teringat adek saya atau siapa waktu itu kalau tidak salah dalam ujian SD kelas rendah dia menjawab sebuah pertanyaan semacam PPKn dengan jawaban yang secara teoritis salah. Apa yang kamu lakukan jika bla bla bla... Adek saya menjawab bukan dengan hal yang seharusnya dilakukan tapi dengan hal yang memang dilakukannya. Rupanya kejujuran lebih bernilai baginya daripada sebuah jawaban yang tepat. Apakah cara berfikir seperti ini salah?
Ketika kelas 2 SMP saya diajar oleh seorang guru PPKn yang juga kepala sekolah waktu itu. Beliau menggunakan metode evaluasi belajar sangat unik dan sampai sekarang masih saya ingat. Zaman dahulu (mungkin sekarang juga) ada sebuah buku kumpulan soal berjudul LKS. Lembar Kerja Siswa berisikan soal-soal pilihan ganda, isian singkat, dan uraian. Yang menarik adalah bagaimana beliau meminta kami menjawab pertanyaan pilihan ganda. Kita tahu bahwa pelajaran PPKn seringkali memberikan soal pilihan ganda dengan opsi yang benar semua. Beliau meminta agar setiap jawaban yang kami pilih harus disertai alasan. Jawaban mana yang kami pilih tidak terlalu penting, yang penting alasannya. Karena hal tersebut, bisa jadi dua anak menjawab dengan pilihan jawaban yang berbeda tapi sama-sama bisa diterima meski salah satu tetap menjadi yang paling tepat.

Ah, marilah kita menghargai proses berpikir seseorang, luruskan yang salah dg standar, bukan dg subjektivitas pendapat kita.

Hancurnya Tetuhanan

Melihat "The Message" film buatan tahun 1976 tentang sejarah kenabian Muhammad mengingatkan saya pada sebuah buku tebal berjudul "Siroh Nabawiyah" beserta kisah-kisah menggetarkan di dalamnya. Film tersebut diakhiri dengan babak Fathul Makkah. Makkah takluk pada pasukan muslimin tanpa pertumpahan darah. Tahun-tahun yang berat diganti sebuah kemenangan besar oleh Alloh.

Adegan yang sangat mengharukan dalam Fathul Makkah terjadi pada saat patung-patung berhala di sekitar Ka'bah dihancurkan. Patung batu dan kayu yang dulu dibuat dan disembah oleh orang-orang Makkah akhirnya dihancurkan oleh mereka sendiri tanpa sisa. Tuhan-tuhan palsu itu musnah tanpa perlawanan. Tauhid menggantikan syirik di tanah kelahiran Sang Nabi.

Penghancuran patung-patung berhala pernah terjadi pada masa sebelum Islam yaitu ketika Nabiyulloh Ibrohim meluluhlantakkan berhala buatan kaumnya dan menyisakan yang paling besar agar menjadi bukti bahwa sesembahan itu tidak punya daya upaya sedikitpun bahkan untuk melindungi dirinya sendiri atau berkata-kata. Menyembah hanya pada satu Ilah serta menjauhi seluruh thoghut, itulah inti ajaran semua Nabi dan Rosul, dan itulah Islam. Nabi Ibrohim seorang muslim yang hanif sekalipun belum ada istilah Islam pada saat itu. Ibrohim juga menyerukan tauhid yang merupakan inti dari Islam. Ibrohim tidak mengimani bulan, matahari, maupun patung tapi ia mengimani Alloh.

Ada perbedaan antara metode Nabi Ibrohim dengan Nabi Muhammad dalam meluruskan umat mereka. Nabi Ibrohim menghancurkan simbol-simbol kesesatan terlebih dulu baru membenahi 'aqidah sedangkan Nabi Muhammad membenahi 'aqidah dulu baru menghancurkan simbol-simbol. Keduanya sama dalam hal tauhid, perbaikan 'aqidah, serta penghancuran simbol thoghut. Iman tidak hanya meyakini dalam hati tapi juga harus terlahir dalam dzohir. Tidak mungkin mengaku ingkar pada jimat tapi masih berkalung barang dari dukun. Tidak mungkin mengaku ingkar pada jimat dengan hanya tidak berkalung jimat tapi masih percaya dan menggantungkan diri pada kemampuan jimat.

Jangan Pernah Menyesali Dakwah

Jangan pernah menyesali dakwah. Yakinlah bahwa dalam dakwah ini tak ada yang tersia meski pada akhirnya kita syahid hanya sebagai prajurit tak dikenal, tanpa kisah heroik, dan tanpa gelar pahlawan.
(Abu Kholid bin Jamal As-Sulaimani)

Senyum Kita

"Senyum kita di ambang kematian bisa saja menghidupkan harapan banyak orang sehingga kita akan tetap hidup dalam kehidupan mereka"
(Abu Kholid bin Jamal As-Sulaimani)