Laman

Lama Tak Jumpa

Assalaamu 'alaikum...
Alhamdulillah, akhirnya posting juga. Sudah lama sekali tidak menulis dan tidak posting. Maklum sedang beradaptasi dengan kondisi baru bersama istri tercinta ^_^
Bagaimana rasanya menikah?
Subhanalloh, menenangkan...
Bagi yang sudah ada calon maupun belum, yang sudah jenuh dengan kesendirian, segeralah menikah!
Menikahlah!
Insyaalloh cinta akan segera menampakkan kesejatiannya
Sambut ia yang akan menjadi betapa sungguh begitu amat sangat mudah dan indah
Akah hilang segala keluh kesah, percayalah...
Cinta itu sederhana
Menikahi dia karena-Nya
Lalu mencintainya
Itu saja!
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kalian, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya (budak) kalian yang lelaki dan hamba-hamba sahaya yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kecukupan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (An-Nur: 32)

BAQJO di Muslim Fair 2011

Kunjungi Jogja MUSLIM FAIR 2011 di gedung Mandala Bakti Wanitatama!!! Baitul-Qur'an Jogja ada di stand no 10 bersama Bulan Sabit Merah Indonesia. Simak juga FUNTAHSIN di panggung utama!!! Insyaalloh FUNTAHSIN akan berlangsung pada hari Kamis 21 Juli 2011 pukul 19.00-21.00 WIB. Gratis Check Up Bacaan Qur'an... Ayo sebarkan info ini! ^_^

Kisah Cinta Kami Cukup Singkat

"Bagaimana kalian bisa bertemu sampai akhirnya menikah?"
"Ceritanya pendek..."
"Coba ceritakan!"


1. Senin 28 Maret 2011 pagi saya MENDAPAT biodata dua orang akhwat, kado terindah di hari ulang tahun saya. Malam harinya saya menimbang-nimbang dan meminta petunjuk Alloh. 
2. Selasa 29 Maret 2011 pagi saya MEMUTUSKAN untuk memilih salah satu biodata akhwat. Saya meminta kepada murobbi agar biodata saya diberikan pada sang akhwat besok hari Rabu 30 Maret 2011, hari ulang tahun akhwat tersebut. Semoga biodata saya juga menjadi kado terindah untuk beliau.


3. Rabu 30 Maret 2011 pagi sang akhwat menerima biodata saya. Beliau menimbang-nimbang, memusyawarahkan dengan keluarga, dan tentunya meminta petunjuk Alloh.


4. Rabu 6 April 2011 malam saya mendapat SMS dari murobbi, "Akhwatnya menerima, tinggal dijadwalkan ta'arufnya" 
5. Kamis 7 April 2011 pagi saya mendapat SMS dari murobbi, "Akh, gimana kalau jadwal ta'arufnya Ahad sore?" 
6. Ahad 10 April 2011 sore saya berangkat ke lokasi TA'ARUF sendirian. Di ruang tamu rumah salah satu keluarga dakwah kami berbincang dipimpin oleh yang empunya rumah. Ta'aruf berakhir, "BISMILLAH..." Sabtu 16 April 2011 dijadwalkan saya silaturahim ke orang tua sang akhwat. Allohu a'lam, dalam perjalanan waktu, jadwal berubah...


7. Jumat 15 April 2011 malam saya ditemani salah seorang teman SILATURAHIM ke rumah sang akhwat untuk bertemu orang tua beliau. 
8. Sabtu 16 April 2011 sore sang akhwat silaturahim ke rumah saya untuk bertemu orang tua saya.


9. Ahad 17 April 2011 sore saya dan kedua orang tua saya silaturahim ke rumah sang akhwat untuk bertemu orang tua beliau lalu menyampaikan keinginan untuk MENGKHITBAH sang akhwat. Khitbah tidak langsung dijawab, mau dimusyawarahkan dulu. 
10. Jumat 22 April 2011 siang kedua orang tua sang akhwat silaturahim ke rumah kami untuk menyampaikan jawaban atas khitbah kami tempo hari. "YA"


11. Sabtu 23 April 2011 siang saya beserta bapak saya silaturahim ke rumah orang tua sang akhwat untuk menentukan tanggal akad nikah, insyaalloh Ahad 1 Mei 2011 akad nikah. 
12. Senin 25 April 2011 kami melengkapi persyaratan administrasi untuk nikah. 
13. Rabu 27 April 2011 kami mengabari beberapa orang teman dan keluarga.


14. Sabtu 30 April 2011 kami menyiapkan acara akad nikah. 
15. Ahad 1 Mei 2011 pagi sekitar pukul 09.00 WIB kami AKAD NIKAH.


Alhamdulillahirobbil 'aalamiin...

"Jangan dikira cinta datang dari keakraban yang lama dan karena pendekatan yang tekun. Cinta adalah keserasian jiwa atau anak kecocokan jiwa. Jika itu tak pernah ada, maka cinta takkan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad." (Kahlil Gibran)


Doakan kami ya, moga barokah, selalu dibimbing dan diridhoi Alloh... 
Jazakumullohu khoiron katsiron...

SITI AMRIYAH & AKHID NUR SETIAWAN

Akun Facebook Aktif Lagi

Assalaamu 'alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh...
Alhamdulillah, setelah hampir setahun menghilang dari dunia per-facebook-an, insya'alloh terhitung mulai Jumat 22 April 2011 akun facebook saya sudah aktif kembali. Ini artinya??? Silakan diselidiki, hehehe...

Yang Penting Alloh Mau

Bagi sejumlah orang, Romadhon 1431 H menjadi bulan pencanangan "Romadhon terakhir dengan status jomblo". Pada bulan itu kebetulan teman-teman PSIKOPAT mengadakan buka bersama namun sayang saya tidak bisa ikut. Ketika itu saya harus meng-handle acara pengajian remaja di kampung. Tema yang saya usulkan pada teman-teman adalah tentang pernikahan. Maklum, usia kami memang sudah kemraben -istilah bagi orang yang sudah layak menikah-.


Menurut penuturan beberapa teman yang menghadiri acara buka bersama PSIKOPAT 1431 H, mas Egha Zainur Ramadhani memberi konsep baru pada mereka tentang masa menanti jodoh. 

"Jika sampai sekarang kita belum bertemu dengan jodoh kita, itu artinya Alloh sedang memberi kesempatan pada kita untuk semakin meningkatkan kualitas pribadi, hingga saatnya tiba. Jangan siakan!"

Benar, menanti datangnya jodoh bukanlah suatu hal yang menyedihkan jika kita bisa mengisi penantian itu dengan perbaikan diri. Artinya, usahakan kita bertemu dengan jodoh pada saat kondisi kita membaik, sehingga yang baik itu bertemu dengan yang baik. Boleh jadi jodoh yang disiapkan Alloh itu sangat baik dan untuk layak bersanding dengannya kita harus menjadi sebaik jodoh kita itu. Bukankah "...wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)..."? (QS An Nur:26).



Sejenak teringat sajak Kahlil Gibran yang ditulis dalam undangan nikah mas Egha beberapa tahun lalu, "Jangan dikira cinta datang dari keakraban yang lama dan karena pendekatan yang tekun. Cinta adalah keserasian jiwa atau anak kecocokan jiwa. Jika itu tak pernah ada, maka cinta takkan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad."

Yang pacaran bertahun-tahun lalu gagal menikah jumlahnya mungkin sangat banyak. Yang baru kenal beberapa bulan lalu menikah jumlahnya juga banyak. Jadi, intinya bukan pada lama kita menanti atau seolah menanti, tapi pada mencocokkan jiwa. Sekalipun kita tidak pernah bertemu sebelumnya, tidak pernah kenal, kalau jiwanya sudah cocok, berlakulah ayat Alloh dalam surat An-Nur ayat 26.

Subhanalloh, Maha Suci Alloh yang telah menciptakan manusia itu berpasang-pasangan...

Ada satu hal lagi yang menjadi poin taushiyah mas Egha pada sore hari menjelang maghrib waktu itu. Mas Egha menyampaikan tentang faktor penting dua manusia berjodoh (baca: menikah). Bisa jadi laki-laki dan perempuan itu sama-sama mau, kedua pihak orang tua mau, tapi Alloh tidak mau, pernikahan tidak terjadi. Bisa jadi laki-lakinya mau, perempuan tidak mau, bahkan orang tua juga tidak mau, tapi Alloh mau, pernikahan pun terjadi. Bisa jadi laki-laki dan perempuan sama-sama tidak mau, orang tua tidak mau, tapi Alloh mau, pernikahan terjadi juga. Jadi, faktor paling penting adalah mencari ridho Alloh, agar Alloh mau.

Kalau Alloh sudah mau, yang awalnya laki-laki perempuan sama-sama tidak mau pun akan dicarikan jalan oleh Alloh agar berjodoh dan akhirnya mau. Makanya, jika kita merasa cenderung pada lawan jenis, yang perlu kita lakukan bukan mengusahakan bagaimana caranya agar si dia mau, tapi lakukan semua usaha agar Alloh mau. Percuma saja kan, misalnya si dia akhirnya mau tapi Alloh tidak mau (tidak ridho), insya'alloh tidak akan ketemu jalan untuk berjodoh.

Jadi, yang penting Alloh mau, bismillah...

Beban Para Elit Dakwah

Sudah sepantasnya da'i itu mempunyai kualitas maknawiyah melebihi mad'u-nya. Sudah seharusnya ilmu dan amal da'i itu jauh lebih banyak dibanding mad'u mereka. Bagaimana mungkin seorang aktivis dakwah kapasitas dan kualitasnya justru lebih rendah daripada orang-orang yang mereka seru? Kesabaran mereka pun harus bisa dipastikan jauh lebih besar dibanding umat yang mereka bimbing.


Ujian bagi para da'i berbeda dengan ujian bagi mad'u, lebih berat, benar, lebih berat. Lihat saja ujian para rosul, lalu para sahabat, tak ada iman yang tak diuji. 

"Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman," dan mereka tidak diuji?" (QS Al-'Ankabut: 2)


Suatu saat Imam Ahmad bin Hambal mendapat sebuah ujian berat. Beliau disiksa dan dipaksa mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Penguasa pada saat itu ingin agar Imam Ahmad mengubah keyakinan dari Al-Qur'an adalah kalam Alloh menjadi Al-Qur'an adalah makhluk Alloh. Sang Imam tetap bersikeras di atas prinsipnya.

Kita tahu, dalam Islam kita boleh mengatakan kalimat kekafiran dalam kondisi terancam nyawa, dengan syarat hati kita mengingkari kalimat yang kita katakan. Tapi apa yang dilakukan Imam Ahmad? Beliau teguh, tsabat di atas 'aqidah yang lurus. Sekalipun nyawa di ujung kepala, beliau rela demi keimanannya.

Yah, jika yang mengatakan kalimat kekafiran adalah orang biasa mungkin tidak mengapa. Ini seorang ulama, seorang imam besar, apa yang kira-kira akan terjadi jika kalimat kekafiran keluar dari mulutnya? Ribuan orang siap menuliskan kalimat apapun yang diucapkan sang imam. Di luar sana umat menanti pernyataan sikap beliau. Apakah demi nyawa lalu beliau tega menyesatkan umat?

Beban para elit dakwah jauh lebih berat dari da'i yang secara struktural dan ketokohan tidak terlalu "tenar". Elit dakwah tidak bisa seenak perut membuat pernyataan, bersikap, dan bertingkah. Segala gerak-gerik mereka diperhitungkan. Apapun yang mereka lakukan boleh jadi ditetapkan sebagai pedoman banyak orang. Sikap waro' semestinya mereka utamakan.

Ustadz Rahmat Abdullah pernah mengibaratkan elit dakwah dengan sebuah busur panah. Jika bidikan di busur meleset saja satu senti, bukan tidak mungkin target sejauh seratus meter menjadi sia-sia. Anak panah bisa meleset satu meter dari target. Artinya, kelurusan pemimpin dan elit dakwah akan sangat menentukan tepat tidaknya dakwah yang dilakukan da'i di struktur bawah. Sedikit saja melenceng, jangan harap dakwah berakhir tepat sasaran, kecuali ada pelurusan di tengah jalan.

Beban elit dakwah tidaklah ringan, jangan main-main, jangan lengah, tetaplah bertahan dan bersiapsiagalah!

Menanti Sebuah Jawaban

Waktu terasa berjalan melambat ketika kita menunggu sesuatu yang akan sangat menentukan babak baru perjalanan hidup kita. Apa yang mungkin dirasakan oleh seorang perawat saat menolong keluarga dekat yang amat dicintainya yang henti jantung? Hitungan demi hitungan RJP (Resusitasi Jantung Paru) bagaikan waktu paling lambat berjalan dalam hidupnya, satu menit akan terasa sangat lama. Semua yang ada di sekeliling menanti jawaban takdir, hidup atau mati.


Sabaar... Sabar... "Antum berdo'a saja akh..." 

Waktu akan terasa jauh lebih lama lagi ketika kita memang sudah tidak bisa melakukan apa-apa terhadap jawaban yang kita tunggu. Ikhtiar teknis sudah tidak bisa kita usahakan, yang bisa kita lakukan hanya berdoa dan menyiapkan diri menyambut takdir baik maupun buruk. Menjadi pribadi yang baik, memperbaiki pribadi merupakan pilihan paling logis untuk mengantisipasi jawaban apapun yang akan kita terima. Jika jawaban itu baik, insya'alloh kita memang pantas karena kita juga sudah berusaha menjadi baik. Jika jawaban itu buruk, artinya kita masih diberi kesempatan menjadi pantas untuk mendapatkan yang lebih baik.


Rosululloh saja, yang seorang utusan Alloh, amat dekat pada Alloh, beliau shollallohu 'alaihi wa sallam memerlukan waktu lebih dari 20 tahun untuk menghasilkan perubahan besar dalam masyarakat. Dunia saja diciptakan Alloh dalam enam masa (Hud: 7). Semua butuh waktu, semua perlu proses. Kun fa yakun juga tidak serta merta terjadi, ada tenggat waktunya.

Selama belum terjadi, takdir itu rahasia Alloh. Kewajiban kita sebagai manusia adalah ikhtiar yang terbaik, khusnudz-dzon pada Alloh, berdo'a, lalu ikhlas dan ridho pada apapun jawaban Alloh atas permintaan kita. Jika jawaban Alloh baik, kita bersyukur, lalu kembali ikhtiar mengusahakan yang lebih baik lagi. Barokah itu ziyaadatul-khoir yang artinya bertambahnya kebaikan. Kebaikan yang berbuah kebaikan, menjadi pintu bagi kebaikan-kebaikan lain, itulah barokah. Jika jawaban Alloh belum baik, kita bersabar, lalu kembali ikhtiar dan seterusnya.

Hidup ini mudah, Islam sudah membuat banyak protap (prosedur tetap) yang semua tertuang dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kita hanya perlu untuk mengikuti aturan yang telah dibuat Alloh itu. Yah, terkadang memang kita sendiri yang suka mempersulit.

Dalam selang Alloh memberi kita waktu menunggu, mungkin sesungguhnya Alloh hanya sedang ingin menguji kita. Alloh ingin mengetahui kapasitas kita menanggung beban takdir yang akan diberikan-Nya, baik maupun buruk. Kira-kira kita sudah pantas belum untuk mendapat takdir baik yang kita minta? Kira-kira kita sudah siap belum? Kira-kira kita sudah mampu belum? Kira-kira kita sudah cukup ilmu belum? Itu tandanya Alloh sayang pada kita, karena Alloh tidak ingin membebani kecuali dalam batas kemampuan kita.

"Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (Al-Baqoroh: 286)

Kalau ingin diberi takdir terbaik, usahakanlah yang terbaik. Pantaskan diri kita menerima jawaban baik dari Alloh. Berusaha menebak-nebak tidak terlalu berguna, hanya membuang waktu, tenaga dan pikiran kita. Siapkan saja diri kita, siap-siap menerima takdir baik dengan kondisi pribadi yang baik. Apapun jawaban-Nya, perbaikan yang telah kita usahakan untuk pribadi kita sesungguhnya juga menjadi jawaban tersendiri dari Alloh.

"Kalau Antum ingin tahu siapa jodoh Antum, lihat saja Antum sekarang. Seperti apa Antum, itulah gambaran seperti apa jodoh Antum nantinya," begitu nasihat salah seorang ustadz sekitar lima tahun lalu ketika kami berboncengan di atas sebuah motor.


"...wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)..." (QS An Nur:26)

Theorema yang sangat sederhana dalam surat An-Nur ayat 26 tersebut semestinya membuat kita berpikir logis: "JIKA DAN HANYA JIKA ... , MAKA ..." 

Intinya, jika menginginkan jawaban baik, gunakan pertanyaan baik, siapkan media yang baik, berharaplah yang baik, tanggapi dengan baik, serba baik semuanya. Insya'alloh akan datang jawaban baik, cepat atau lambat. Isi masa penantian itu dengan baik, perbaikan dan membaik.


Allohu a'lam...

Kado Terbaik

"Istilahnya MEMANTASKAN DIRI, jika calon istri kita itu wanita terbaik maka ibarat kado kita harus ikhlas dibungkus dengan kertas kado yang baik, diberi parfum wangi, ditali dengan pita yang baik pula, sehingga kado pun "pantas" diberikan kepada wanita yang terbaik itu," SMS dari seorang teman ketika galau dalam masa penantian, harus diisi dengan perbaikan.

Semoga kita diberikan kado terbaik berupa pasangan yang mendekatkan kita pada Alloh, membantu kita dalam urusan agama. Semoga pula sebaliknya, kita menjadi kado terbaik mereka. Bukankah "...wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)..."? (QS An Nur:26).

Ya Allah, sekiranya Engkau tahu bahwa urusan ini lebih baik untuk diriku, agamaku, dan kehidupanku, serta [lebih baik pula] akibatnya [di dunia dan akhirat], maka takdirkanlah dan mudahkanlah urusan ini bagiku, kemudian berkahilah aku dalam urusan ini. Dan sekiranya Engkau tahu bahwa urusan ini lebih buruk untuk diriku, agamaku, dan kehidupanku, serta [lebih buruk pula] akibatnya [di dunia dan akhirat], maka jauhkanlah urusan ini dariku, dan jauhkanlah aku dari urusan ini, dan takdirkanlah kebaikan untukku di mana pun, kemudian jadikanlah aku ridha menerimanya.

Semoga Alloh menunjuki kita pada takdir-takdir terbaik.

LP2TQ BAITUL QUR'AN JOGJA

logobaitulqur'an
LP2TQ Baitul Qur'an Jogja merupakan salah satu lembaga pendidikan dan pelatihan tahsin/ tajwid al-qur'an di Jogjakarta. LP2TQ Baitul Qur'an berada di bawah koordinasi LP2TQ Baitul Qur'an Pusat (Bandung). LP2TQ Baitul Qur'an menggunakan metode pengajaran 'ASYARAH yang disusun oleh ustadz Yudi Imana.

Silakan download brosurnya di sini

Sebatang Lidi

"Sekuat apapun sebatang lidi bisa apa? Tapi kalo sudah diikat menjadi sapu, kotoran mana yang tak bisa dibersihkan?"

Dalam sebuah pengajian saya pernah berdebat dengan sang ustadz untuk mengemukakan ide saya. Waktu itu pengajian membahas tentang keutamaan berjama’ah. Sebatang lidi digunakan sebagai perumpamaan jama’ah, sebatang lidi tidak bisa menyapu halaman namun jika seratus batang lidi dikumpulkan tentunya akan bisa menyapu dengan lebih baik. Berjama’ah itu wajib bahkan keluar dari jama’ah bisa berarti keluar dari islam.

“Berpeganglah kalian seluruhnya dengan tali Allah dan jangan berpecah belah.” (Ali ‘Imran: 103)

Saya menanyakan kepada sang ustadz apakah artinya sebatang lidi tidak akan bermanfaat jika tidak berkumpul, padahal sebatang lidi bisa digunakan sebagai tusuk sate. Yah, satenya akan lebih banyak kalau batang lidinya juga lebih banyak, hehe... Yang ingin coba saya ungkapkan sebenarnya adalah bahwa sebatang lidi pun tetap bermanfaat meski kemanfaatannya tidak lebih banyak dibanding batang-batang lidi yang terkumpul.

Saya ingin mengungkapkan bahwa kualitas individu yang membentuk jama’ah juga perlu diperhatikan. Masing-masing individu dalam jama’ah kedudukannya sangat penting sehingga kita tidak bisa menafikan keberadaan sebatang lidi. Hanya karena sebatang lalu lidi tersebut dianggap tidak bermanfaat, naif sekali.

Saya melihat seakan-akan seorang da’i tidak bisa berbuat apa-apa tanpa jama’ah. Dengan alasan itu seorang da’i bisa merasa tidak percaya diri untuk berdakwah. “Wah, saya hanya sendiri, saya bisa apa? Kalau saja dakwah ini diusung oleh banyak orang mungkin saya jadi lebih semangat berdakwah.” 
Ini akan menjadi masalah besar ketika seorang da’i tiba-tiba harus bertempat tinggal jauh dari jama’ah atau harus membuka lahan dakwah sendirian.


Sudah menjadi tabiat bahwa dakwah itu pengusungnya sedikit, bahkan tidak jarang berawal hanya dari satu orang. Seorang da’i harus mempunyai karakter meskipun dia sendirian. Dakwah para rosul juga mereka awali seorang diri. Para rosul tidak menolak risalah hanya karena mereka satu-satunya manusia yang dipercaya Alloh untuk mengemban risalah di zamannya. Para rosul mendapat wahyu dari Alloh lalu berusaha meyakinkan orang-orang terdekat mereka akan kebenaran wahyu tersebut.


Mari kita lihat nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika mulai berdakwah. Rosululloh merasa berat bahkan disebut dengan sebutan “orang yang berselimut” dalam surat Al-Mudatstsir. “Wahai orang yang berselimut! Bangun dan berilah peringatan!” 

Berselimut merupakan keadaan yang amat nyaman, dalam keadaan nyaman tersebut rosululloh diperintahkan untuk bangun dan memberi peringatan. Alhamdulillah, ketika itu rosululloh segera mendapat anggota jama’ah pertama karena sang istri yaitu Khodijah serta merta mengimani kebenaran wahyu yang diturunkan kepada rosululloh. Rosululloh mulai mendapat pengikut (jama’ah) dari orang-orang terdekatnya. Orang terdekat yang sudah beriman kemudian mengajak orang lagi dan seterusnya.


Rosululloh mendapat wahyu dari Alloh berupa kisah-kisah umat maupun nabi terdahulu. Kisah-kisah itu diceritakan untuk menguatkan hati rosululloh dan orang-orang mu’min. Di masa lalu ada nabi yang perjuangannya jauh lebih berat, di masa lalu ada umat yang penderitaan dan pengorbanannya lebih banyak, semua itu menjadi penguat hati. Jika kita menelusuri kembali kisah nabi Nuh, kita akan menemukan bahwa nabi Nuh tidak mendapat banyak pengikut dari dakwahnya yang hampir seribu tahun, siang malam, terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, bahkan istri dan anak nabi Nuh tidak juga beriman.

Boleh jadi suatu saat kita berdakwah tidak secara berjama’ah, itu artinya kita diharapkan bisa membentuk jama’ah. Sebatang lidi harus bergabung dengan lidi-lidi lain, mencari dan mengumpulkan, atau membentuk lidi-lidi baru untuk dijadikan sapu. Begitulah da’i, tidak sepantasnya seorang da’i meninggalkan dakwah hanya karena dia sendirian dalam berdakwah. Jika tidak bersama dengan batang-batang lidi yang lain, sebatang lidi harus bisa menjadi tusuk sate, tusuk gigi, atau bahkan tusuk daun pisang untuk tape. Artinya, baik berjama’ah maupun sendirian seorang da’i tetaplah da’i yang harus terus berdakwah dan menebar kemanfaatan.

Semoga jama’ah kita semakin bertambah secara kualitas dan kuantitas...

Biarlah Saya

"Seonggok kemanusiaan terkapar. Siapa yang mengaku bertanggung jawab? Bila semua pihak menghindar, biarlah saya yang menanggungnya, semua atau sebagiannya…"
(Rahmat Abdullah)