Keynesian


Keynesian
Istilah Keynesian saya dapat dari buku tulisan Fahri Hamzah “Negara Pasar dan Rakyat”. Saya berusaha menulis ulang dengan bahasa saya. Saya tertarik menuliskan hal ini karena agaknya inilah yang sedang diterapkan di negeri kita Indonesia. Hanya agar keluar “Ooo...” dari mulut kita.

Keynesian adalah golongan yang berusaha menempatkan negara sebagai motor penggerak kesejahteraan rakyat. Kaum Keynesian dipelopori oleh John Maynard Keynes. Keynes menganjurkan agar pemerintah menggerakkan perekonomian dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah sebagai pemicu aktivitas ekonomi ketika pasar gagal memutar roda perekonomian.

Amerika 1920-an
Ketika itu pasar modal di Amerika menjadi tujuan investasi favorit karena memberikan tingkat pengembalian yang lebih dibandingkan deposito perbankan. Bahkan perbankan pun tertarik untuk menginvestasikan uangnya di pasar modal. Hal tersebut mengakibatkan sektor riil tidak bergerak karena uang terus mengalir ke pasar modal. Pasar modal adalah pasar sekunder yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan sektor riil selepas penjualan saham perana.

Keuntungan dari pasar modal terus meningkat. Perekonomian riil tidak dapat berjalan. Investor mulai resah. Ancaman inflasi mewujud di depan mata. Setelah pasar modal Wall Steet di New York kolaps pada tahun 1929, terjadilah Depresi Besar (the Great Depression). Dalam tiga tahun setelahnya (1932) output perekonomian Amerika secara keseluruhan telah menurun hingga dua pertiga ukuran sebelumnya.

Menurunnya tingkat produksi riil diikuti oleh penurunan yang tak kalah ganas dalam penyerapan tenaga kerja. Pengangguran meningkat dari 1,5 juta orang di tahun 1929 menjadi lebih dari 12 juta orang di tahun 1932.

Perbankan
Pada masa Depresi Besar Amerika 1932 perbankan berusaha mengalirkan uang ke sektor riil dengan menurunkan tingkat bunga habis-habisan. Pasar yang sudah terlanjur pesimis tidak bereaksi meskipun tingkat bunga sudah mendekati nol. Agen perekonomian yang masih memegang dana takut untuk memasukkan dana ke dalam kegiata bisnis karena bayangan depresi yang terlalu gelap.

Kolapsnya pasar modal telah membuat orang takut untuk melakukan konsumsi. Semakin hemat masyarakat, perekonomian semakin sekarat. Kondisi Laissez Faire (serahkan semua ke pasar) tidak mungkin mampu menahan laju peningkatan kehilangan lapangan pekerjaan karena kondisi psikologis pasar telah kehilangan ekspektasi positif.

Kesimpulan Keynes
Keynes menyimpulkan bahwa tugas untuk mengarahkan dampak investasi yang besar tidaklah aman bila diserahkan ke tangan swasta. Negara harus mengambil peran mengarahkan kembali tingkat konsumsi masyarakat melalui skema perpajakan, skema pengaturan tingkat suku bunga, dan atau melalui cara-cara lainnya.

Dalam keadaan kalut Keynes menyarankan pemerintah Amerika untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah dan menyalurkannya ke proyek-proyek infrastruktur atau investasi jangka panjang. Dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dimotori oleh pengeluaran pemerintah diharapkan masyarakat akan memiliki penghasilan dan perekonomian kembali memiliki daya beli sekaligus memunculkan permintaan akan konsumsi barang dan jasa lainnya pada saat yang bersamaan.

Jalan-jalan dibangun, bendungan, saluran irigasi, lahan-lahan perkebunan, mekanisasi pertanian dan banyak lagi. Multiplier Effect yang dihasilkan dari penerapan teori ini terbukti sukses mengembalikan perekonomian Amerika ke jalur normal dan bahkan masa-masa selepas Depresi Besar dikenal sebagai masa-masa Keemasan Amerika (the Golden Age).

Sejalan dengan perkembangan teori ekonomi, ajaran Keynes diidentikkan dengan tingkat pajak yang tinggi. Pengeluaran pemerintah yang besar hanya dapat dibiayai dari terutama pendapatan pajak dan keuntungan perusahaan negara. Pendapatan pajak yang tinggi berarti beban yang tinggi juga bagi rakyat, sementara keuntungan perusahaan negara yang tinggi berarti mengecilnya kesempatan rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan perekonomian. Begitu seterusnya siklus Keynesian kembali berulang.

Persamaan dengan Indonesia
Saat ini sepertinya Indonesia sedang menjalani Keynesisasi. Lihatlah pertumbuhan ekonomi diukur dari pertumbuhan infrastruktur. Sarana-sarana publik dibangun dengan harapan bahwa masyarakat lebih nyaman berada di wilayah publik daripada di wilayah privat. Kebakaran pasar terjadi di mana-mana, hingga dibangunlah pasar baru. Pembangunan jembatan layang, pembangunan jalan tol, perbaikan jalan raya (yang sebenarnya belum terlalu rusak), perbaikan infrastruktur pemerintah, sekolah, taman-taman kota, pembangunan desa berbasis “padat karya”, hingga penambahan jumlah PNS merupakan beberapa manuver ala Keynesian.

Perekonomian rakyat sangat tergantung pada pemerintah. Lalu muncul stigma, jika tidak ada proyek kita miskin, jika banyak proyek kita kaya, jika mau kaya jadilah PNS, dan sebagainya. Seakan-akan uang hanya bisa berputar jika digulirkan oleh pemerintah. Bantuan-bantuan modal kepada UKM serta Kredit Usaha Rakyat juga bagian dari upaya pemerintah melempar uang kepada masyarakat.

Kesejahteraan Semu
Kesejahteraan kita adalah kesejahteraan semu. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan hanya berputar-putar, tidak benar-benar tumbuh. Apa yang dilakukan pak Harto dengan gelar yang disandangnya “Bapak Pembangunan” nampaknya juga pola dari Keynesian. Pembangunan begitu pesat dengan target jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Pemerintah begitu baik pada rakyat. Akhirnya rakyat tahu jika semua kebaikan tersebut hanyalah ngoyoworo.

Pembangunan yang dicanangkan pemerintah pada hakikatnya membebani rakyat. Rakyat terlalu sayang untuk dikorbankan. Langkah paling bisa dilakukan yaitu meminjam dana. Dana dipinjam dari luar negeri untuk membangun negeri kita. Hingga pada puncaknya bau busuk itu tercium oleh rakyat. Rakyat berang, pak Harto lengser keprabon.

Rakyat Bingung
Rakyat berhasil menggulingkan sang Bapak Pembangunan. Sayang, rakyat tidak tahu harus berbuat apa dengan utang yang diwariskan sang Ayahanda. Mau tidak mau utang harus dilunasi. Bergulirlah reformasi, satu babak baru dalam sejarah Indonesia. Tapi... Sama saja.

Pola Keynesian kembali berulang. Kemacetan ekonomi sektor riil digebrak dengan program-program pro rakyat. Rakyat dibantu dengan berbagai macam skema penumbuhan ekonomi kreatif. Pengusaha-pengusaha pun mulai cerdik dengan memanfaatkan proyek pemerintah. Hasilnya, berbagai proyek pemerintah dicurigai  syarat akan korupsi.

Rakyat Cerdik?
Jika dulu Bapak Pembangunan meminjamkan dana untuk rakyat, kini pemerintah memiliki bahasa lebih halus, “menjual surat berharga”. Tak lain sebenarnya dengan surat bukti utang. Nampaknya rakyat mulai tahu modus-modus pemerintah dalam rangka melimpahkan beban kepada rakyat. Rakyat kini cerdik, pemerintah mulai dikelabuhi dengan kesejahteraan semu. Daya beli rakyat tinggi namun ekonomi tersendat-sendat. Kenapa bisa begitu? Karena rakyat pun kini bebas berutang pada bank.

Setinggi apapun harga melambung, rakyat bisa mengandalkan satu lembaga keuangan bermerk Bank. Daya beli masyarakat tetap tinggi. Setinggi apapun inflasi nilai rupiah, rakyat tak akan gentar. Jika sudah seperti itu, akan muncul masalah kredit macet. Dan seterusnya dan seterusnya permasalahan akan menghantui negeri ini jika kita semua hanya mengikuti pola permainan orang lain.

Kita harus punya jati diri, kita harus punya visi, kita harus punya integritas, kita harus bersatu. Jangan mau dijajah bangsa lain. Jangan mau dipermainkan bangsa lain. Hanya ada dua pilihan: mandiri atau unggul. Bergantung dan tertinggal harus dihapus dari kamus ba(ha/ng)sa Indonesia.

Pemerintah vs Oposisi


Oposisi
Seakan-akan ada dua kubu di negeri ini. Kubu pemerintah dan kubu oposisi saling berkonfrontasi. Apa ini terkait dengan politik praktis? Apakah ini antara partai-partai yang ada dalam pemerintahan dengan partai-partai yang menyatakan diri sebagai partai oposisi? Emm... Tidak juga.

Jika kita melihat pertarungan antara partai (pendukung) pemerintah dengan partai oposisi mungkin kita menemukan sebuah ketidakproduktifan. Hanya saling debat mana semestinya kebijakan terbaik, hanya saling klaim ide paling tokcer, saling unjuk kebaikan dan kebusukan, sepertinya itu yang kita saksikan bersama. Pemerintah vs oposisi, tidak berbuah solusi untuk negeri.

Siapa oposisi?
Pernahkan Anda mengamati semakin bergeliatnya para pengusaha? Pernahkah Anda mengamati gelora dan obsesi mandiri para pemuda? Pernahkan Anda mengamati semakin banyaknya lembaga-lembaga sosial yang mendedikasikan kegiatannya untuk menolong rakyat banyak? Pernahkan Anda mengamati betapa ringan tangannya orang-orang membantu saudaranya yang membutuhkan? Pernahkan Anda mengamati begitu dermawannya masyarakat menyedekahkan harta bendanya untuk sebagian masyarakat yang lain? Pernahkah Anda mengamati pembangunan-pembangunan masjid atau sarana umum yang ternyata buah gotong royong?

Indonesia itu dermawan. Dalam World Giving Index 126,2 juta orang Indonesia bersedekah uang pada 2011. Ini jumlah kedermawanan ke-3 terbesar di dunia setelah India & AS. (dari status FB sebuah grup)

Jika tidak bisa diistilahkan apatis terhadap pemerintah, mungkin lebih baik kita sebut semua orang tersebut oposisi pemerintah. Ketidakpercayaan rakyat atas kepemerintahan negeri ini sepertinya memunculkan semangat untuk hidup sendiri. Rasanya muak bergantung-gantung mengharap-harap peran pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah.

Manusia Setengah Dewa
Iwan Fals membuat sebuah lagu berjudul “Manusia Setengah Dewa”. Lagu tersebut menjadi refleksi akan kondisi bangsa ini. Banyak sekali keinginan rakyat terhadap pemerintah. Jika keinginan-keinginan tersebut terpenuhi, pemerintah akan digelari “Manusia Setengah Dewa”. Karena hampir mustahil semua keinginan rakyat dipenuhi, barangsiapa yang bisa memenuhi maka barangkali dia “Manusia Setengah Dewa”.

Yang menyedihkan dari syair lagu Iwan Fals “Manusia Setengah Dewa” adalah akhirnya rakyat berkesimpulan, “Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu.”

Masalah pemerintah sendiri sudah terlalu naif. Jangankan menolong rakyat, menolong dirinya sendiri saja tidak bisa. Suatu saat ada anggota dewan dari F-PKS DPRD Kabupaten Sleman mengisahkan bagaimana dia menertawakan kawan-kawannya dari fraksi lain. Ketika itu muncul wacana untuk menaikkan gaji anggota dewan. Kenaikan gaji tersebut terhambat entah karena apa. “Hahaha... Sampeyan iki arep nulung awake dhewe ngunggahke gaji wae ra iso. Opo maneh arep nulung rakyat”

Menyakitkan memang apa yang disampaikan anggota dewan tersebut, tapi benar. Pemerintah sedang dilanda fitnah (ujian), apa daya menolong orang lain jika diri sendiri belum terselamatkan. Inginnya melunasi utang orang lain tapi utang sendiri bertumpuk menggunung. Bagaimana memberantas para pencuri jika diri sendiri terlibat korupsi?

Selamatkan Bangsa Kita
Kita bernegara perlu bekerjasama. Jika pemerintah dianggap sebagai pihak lain sedangkan oposisi merasa sebagai pihak tersendiri, hancurlah negeri ini. Aku dan kamu adalah kita. Kita yang menentukan masa depan bangsa kita. Aku tidak berdaya tanpamu, kamu tak ada guna tanpaku, semestinya kita.

Salah besar jika kita menyerahkan penyelesaian berbagai masalah hanya pada pemerintah. Salah besar juga jika kita merasa akan bisa menyelesaikan sendiri berbagai masalah tersebut. Mari bersinergi karena pada hakikatnya kita merupakan satu pribadi. Pribadi Indonesia, satu nusa satu bangsa satu cita-cita.

Untuk Sementara
Untuk sementara mungkin kita berpikir, “Wahai pemerintah, selesaikan tugasmu. Biar aku dan kawan-kawanku yang akan menolong saudara-saudaraku yang sebenarnya juga termasuk rakyatmu”

Hingga tiba saatnya nanti, kita akan bertemu menjadi satu. Jika saja negeri kita guncang, aku juga adalah kamu, kita pancang. Jika sebelum tiba saat itu negeri kita diserang, aku juga adalah kamu, kita sama-sama berperang. Sebenarnya aku tak sudi turut membayar utang-utangmu, tapi aku juga adalah kamu, kita lunasi bersama. Tak perlu khawatir, aku mendukungmu, asal kau juga jaga amanahmu. Kita berbagi tugas, amalku amalku, amalmu amalmu. Setuju? Aku hanya tak mau dikhianati dan tak mau mengkhianati.

Kita sadar kita masih di depan pintu gerbang kemerdekaan. Kita sadar kita masih meniti jembatan emas. Mari kita bersama-sama membuka pintu gerbang kemerdekaan, kita merdeka, kita selesaikan perjalanan emas menuju negeri emas. Mari kita songsong masa keemasan kejayaan Indonesia bersama-sama. Bismillah...

Dakwah Itu Simpel

Berbagai macam manuver dilakukan oleh lembaga-lembaga dakwah. Ormas, partai, perhimpunan, majelis taklim, dan sebagainya sibuk mencari cara bagaimana agar lebih banyak orang mau mendengar seruan dakwah. Jika tidak sampai menjadi aktivis, setidaknya orang yang mendengar seruan dakwah itu akhirnya ketagihan dakwah.

Acara ini dan itu dibuat oleh lembaga dakwah. Kegiatan ini dan itu dikemas semenarik mungkin oleh para ormas. Semeriah mungkin pengajian diadakan oleh majelis-majelis taklim. Mereka mngundang ustadz kelas nasional biar yang datang banyak, menambah hiburan biar yang datang senang, menambah apa saja biar kelihatan wah.

Dakwah itu simpel. Dakwah itu menyeru manusia menuju pada Alloh, dengan hikmah, nasihat yang baik, diskusi yang santun, hingga akhirnya manusia meninggalkan penghambaan kepada makhluk untuk menghamba hanya pada Alloh. Dakwah itu memerintahkan yang makruf dan melarang yang mungkar. Dakwah itu menyampaikan kebenaran pada manusia lalu memohon pada Alloh agar hidayahnya tercurah.

Dakwah itu perlu perjuangan. Dakwah itu banyak rintangan. Dakwah itu sedikit teman. Dakwah itu sepanjang-panjang perjalanan. Dakwah itu penuh fitnah. Dakwah itu penuh mihnah. Dakwah itu berlelah-lelah. Dakwah itu berdarah-darah. Dakwah itu tetaplah simpel.

Dakwah itu perlu berjamaah. Dakwah itu perlu strategi. Dakwah itu tetaplah simpel. Jangan sampai dakwah tidak berjalan hanya karena ketiadaan dana. Jangan sampai dakwah tidak berjalan hanya karena melihat ancaman dimana-mana. Jangan sampai dakwah berhenti karena hanya sendiri.

Dakwah itu simpel. Jalani saja, serahkan pada-Nya. Berbuat, berusaha, berdoa, berbuat, berusaha, berdoa, dan seterusnya. Strategi apapun disusun, penentu utama keberhasilan dakwah adalah Alloh.

Keyakinan kita pada Alloh, kedekatan kita pada Alloh, kesesuaian cita-cita kita dengan kehendak Alloh, kelurusan cara kita dengan tuntunan Alloh, kesungguhan dan kejujuran kita pada Alloh, itulah yang akan menjadikan kita layak diberi pertolongan oleh Alloh. Jangan sombong, jangan takabbur, jangan sok, jangan dumeh, capaian-capaian dakwah pada hakikatnya adalah hiburan dari Alloh.

Alloh menjanjikan surga pada para kader dakwah. Semua akan masuk surga kecuali yang enggan. Bukan apa-apa, kita berdakwah pada intinya hanya untuk menyelamatkan diri kita. Keluarga kita menjadi tanggung jawab berikutnya. Masyarakat menjadi tanggung jawab yang lebih luas. Umat ini tanggung jawab bersama. Segolongan orang wajib memikul tanggung jawab dakwah.

Dakwah itu simpel. Contohlah Rosululloh. Tidak perlu mencari contoh yang lebih baik karena memang tidak ada yang lebih baik dari teladan Rosululloh. Sekali lagi, dakwah itu simpel.

Pasar Kecemasan

Anda ingin berbisnis? Perlu ide bisnis yang tokcer? Tak perlu cemas, download saja 1000 ide bisnis cara menghasilkan uang berikut.

Kira-kira seperti itu iklan promosi penawaran e-book ide bisnis di internet. Apa saja bisa dijual, asal halal dan banyak diminati orang. Kalaupun tidak banyak diminati orang, bagaimanapun caranya bisa dilakukan promosi hingga akhirnya orang merasa butuh terhadap produk kita.

Produk barang maupun jasa apapun bisa kita tawarkan pada orang lain. Tujuan utama penawaran tersebut yaitu adanya jual beli. Yang penting adalah bagaimana caranya agar orang merasa butuh terhadap produk kita. Jika tidak membeli produk kita, waspadalah! Bahaya akan mengancam Anda.

Aneka Macam Produk
Asuransi menjadi satu lini bisnis tersendiri. Sebenarnya orang tidak membeli apapun dari asuransi kecuali ketenangan. Orang dibuat merasa ada bahaya mengancam di luar sana. Asuransi menawarkan bahwa jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kami akan menanggung. Kami yang akan membayar atas apa yang mungkin terjadi pada Anda, keluarga Anda, hari tua Anda, mobil Anda, rumah Anda, perusahaan Anda, kesehatan Anda, dan sebagainya.

Butuh uang? Satu hari cair? Tanpa survey? Bunga rendah? Jaminkan BPKB motor atau mobil Anda. Solusi atas ketiadaan uang dan kebutuhan-kebutuhan yang harganya semakin membumbung: kredit. Betapa kita telah terhipnotis dengan produk ini. Utang, utang, dan utang, jadilah lama-lama negeri kita ini negeri para penghutang.

KPR (Kredit Pemilikan Rumah) bak bakteri yang menyebar di mana-mana. Harga tanah dan rumah semakin melambung. Orang merasa tidak mungkin bisa membeli rumah. Jika tidak membeli rumah sekarang, di masa yang akan datang harganya akan semakin mengawang-awang. Bagaimana ini? KPR solusinya. Dengan uang muka minimal dan bunga kompetitif, rumah idaman siap dihuni.

Ayo segera mendaftar haji. Jika tidak segera, antrian semakin panjang hingga belasan tahun. Para Bankir menangkap sebuah peluang: dana talangan haji. Naif jika kita tahu bahwa yang membuat antrian memanjang sebenarnya justru karena adanya dana talangan haji dari para Bankir. Dengan hanya dua juta uang muka, sekian ribu nasabah sudah dapat kursi haji. Sisa pembayaran dihitung utang kepada para Bankir.

Bimbingan belajar siap ujian nasional, ujian masuk perguruan tinggi, ujian pegawai negeri, dan sebagainya telah laris manis selaris sekolahan. Jika tidak ikut les tambahan seorang anak bisa tidak lulus. Jika tidak ikut bimbingan seorang anak tidak bisa mengikuti pelajaran, akan tertinggal, tidak mampu bersaing, dan masih banyak lagi. Bimbingan belajar semakin marak bahkan hingga sekolah-sekolah pelosok. Les privat begitu juga, menjadi solusi atas kekhawatiran para orang tua terhadap kualitas pendidikan anak.

Senada dengan motif bimbingan belajar, les bahasa Inggris kian bertabur. Ini era globalisasi, nggak bisa bahasa Inggris artinya basi. Tak ada cara lain agar bisa bersaing selain menguasai bahasa Inggris. Bahasa Inggris bahasa dunia. Ikutlah les bahasa Inggris jika tak ingin ketinggalan jaman.

Produk halal semakin sulit didapat. Produk aman untuk kesehatan semakin langka. Dilontarkanlah isu-isu tentang status halal dan amannya makanan agar pasar mengalami kecemasan. Jangan beli ini jangan beli itu, beli di sana saja. Di satu sisi para pelaku kecurangan memang perlu diwaspadai, di sisi lain ada upaya membuat konsumen serba bingung. Sudahlah, ini saja, jelas aman dan halalnya. Maka dari itu, muncullah produk-produk dengan brand halal dan aman.

Masih banyak lagi produk hasil riset atas kecemasan pasar. Jika bukan seperti itu, produk hasil mempercemas pasar. Konsumen dibuat cemas sehingga mereka mau menangkap penawaran obat cemas.

Kesimpulan
  1. Masyarakat diliputi kebingungan
  2. Pengusaha menangkap peluang
  3. Masyarakat membeli produk “semu”
  4. Masyarakat memperoleh ketenangan “semu”
  5. Kehidupan penuh kepalsuan
Mari belajar, mari mencerdaskan diri dan masyarakat, mari hidup di dunia nyata.

Hikayat Pejuang Peradaban

Sebuah perjalanan
Hanya sebuah perjalanan singkat. Yah, hidup kita hanyalah sebuah perjalanan singkat. Kelak ketika kita dibangkitkan dari alam kubur mungkin kita akan merasa betapa singkatnya hidup yang telah kita lalui, seakan hanya seesok atau sesore saja. Hidup ini memang singkat, hanya mampir ngombe.
Dalam singkatnya hidup, kita harus berbuat sesuatu. Sesuatu yang akan menjadikan hidup kita di masa depan berlangsung kekal dalam kesenangan, jannah. Hidup kita tak akan bermakna tanpa kebermanfaatan bagi orang lain.
Kenapa “Pejuang Peradaban”?
Frasa “Pejuang Peradaban” terinspirasi dari seorang teman sekamar saya ketika di Islamic Centre Al-Muhtadin Seturan Depok Sleman DIY. Di pintu kamar kami tertempel “Kamar Pejuang-Pejuang Peradaban”. Saya yang menempelkannya, di bawah tulisan itu saya tulis nama dan kampus kami.
Pada tahun 2008 saya mencoba membuat sebuah blog. Saya memberinya alamat http://pejuangperadaban.blogspot.com dengan tagline “Kegagalan atau keberhasilan bukanlah isyarat untuk berhenti berjuang”. Hanya satu harapan ketika itu, apa yang saya tulis bisa menjadi inspirasi bagi orang yang tidak sengaja membacanya.
Niat saya untuk senang menulis semakin dikuatkan ketika mendengar sebuah perkataan Rosululloh, ***Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Umar rodhiyallohu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah dibenarkan bagi seorang muslim yang dia itu mempunyai sesuatu untuk dia wasiatkan, sampai berlalu dua malam, kecuali baginya adalah menulis wasiat itu –kecuali wasiat itu tertulis di sisinya-“ (Muttafaqun ‘alaih. Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim) di dalam riwayat Muslim, Rosulullohu shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “lebih dari tiga hari”. Ibnu ‘Umar berkata, tidaklah berlalu satu malam pun semenjak aku mendengar sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tersebut kecuali senantiasa wasiatku ada di sisiku.***
Menulis vs Skripsi
Saat itu saya sedang mengerjakan skripsi. Betapa beratnya jari-jemari mengetukkan kalimat-kalimat ilmiah di keyboard. Untuk meringankan beratnya, maka beberapa bulan hanya saya gunakan untuk searching jurnal dan bahan untuk skripsi. Selain searching, saya memainkan game belajar mengetik 10 jari. Alhamdulillah, sekalipun skripsi belum selesai tapi akhirnya saya lumayan menguasai teknik mengetik 10 jari.
Mengetik 10 jari sangat mempermudah proses-proses penyusunan skripsi saya. Saya terbiasa membuat janji dengan dosen untuk konsultasi, setelah itu baru mengetik apa yang seharusnya dikonsultasikan. Dalam keadaan deadline saya berhasil mengasah keterampilan mengetik 10 jari saya. Alhamdulillah.
Anehnya, saya begitu produktif menulis blog tapi sangat tidak produktif menulis skripsi. Teman saya sampai mengomentari dalam sebuah posting, “Seandainya kamu menulis skripsi sebagaimana kamu menulis blog, mungkin skripsimu sudah selesai”
Menghimpun yang Terserak
Siti Amriyah, akhirnya saya menemukannya. Dialah kado terindah dari Alloh. Selepas wisuda sarjana saya memberanikan diri untuk berproses menuju pernikahan. Dalam waktu kurang lebih dua bulan dari pertama kali saya mengungkapkan keinginan untuk menikah pada ustadz saya, akhirnya saya menikah. Jika dihitung dari pertama kali kami bertemu, hanya 20 hari; 10 April hingga 1 Mei.
Setelah menikah saya jadi jarang sekali menulis. Mungkin curahan hati dan pemikiran saya beralih dari menulis ke mengobrol. Istri saya selalu antusias mendengar maupun mendiskusikan masalah umat ketika bersama dengan saya. Ternyata, dan memang sudah nampak ketika kami saling membaca biodata, kami mempunyai visi yang sama. Memberdayakan umat, membangun sebuah peradaban.
Dari setahun pernikahan kami, kami dikaruniai seorang putri. Putri pertama kami beri nama Halilah Halimah Mursyidah. Halilah berarti solusi. Halimah (nama pengasuh dan ibu susuan Nabi), yang berarti lembut namun juga tegas. Mursyidah berarti penunjuk atau pemimpin. Semoga ia dan anak keturunannya menjadi bagian dari solusi atas masalah-masalah umat.
Tentang Peradaban
Sesungguhnya Islam telah sempurna dalam mengajarkan bagaimana peradaban yang ideal. Kita tak perlu mencari sistem apa sebenarnya yang bisa mewujudkan sebuah kehidupan ideal. Sistem itu sudah ada dan tak terbantahkan: Islam. Asal kita mau dan ridho menjadikan Alloh sebagai satu-satunya Robb, Nabi Muhammad sebagai nabi dan rosul-Nya, Islam sebagai agama kita, insyaalloh peradaban idaman akan hadir di muka bumi.
Kita diciptakan oleh Alloh dengan banyak tujuan. Diantara tujuan Alloh menciptakn manusia adalah agar menjadi hamba yang senantiasa beribadah menyembah hanya pada Alloh dan menjadi khalifah pengelola bumi. Beribadah menjadi tanggung jawab pribadi, akan tetapi adakalanya ibadah harus berjama’ah. Begitu juga dengan tugas kekhalifahan, ia harus berjamaah dan berstrategi.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam telah berhasil mengubah peradaban gelap nan acakadut masa jahiliyah menjadi peradaban aman tenteram bahagia sejahtera masa Islam. Islam telah terbukti bisa mengayomi keberagaman penduduk Madinah. Negeri Madinah tidak pernah diproklamasikan sebagai sebuah negara namun keberadaannya menjadi percontohan sebuah negeri yang ideal. Peradaban madani peradaban impian.
Menjadi Bagian Kecil
Peradaban tidak terbentuk begitu saja. Peradaban terbentuk atas beraneka macam elemen. Peradaban akan menemukan bentuknya sendiri, bentuk yang paling dirasa nyaman bagi semua anggota dalam sebuah peradaban. Setelah sekian waktu, hanya Islam yang terbukti menjadi solusi atas segala permasalahan.
Peradaban terdiri atas bagian-bagian kecil. Bagian kecil itu adalah kita. Jika bagian-bagian kecil dari peradaban hanya berupa bagian-bagian yang buruk dan tidak kokoh, buruklah peradaban, niscaya. Jika bagian-bagian penyusun peradaban adalah bagian-bagian yang baik dan kokoh, akan baiklah sebuah peradaban.
Yang bisa kita lakukan adalah menjadi bagian kecil yang baik dan kokoh. Sembari memperbaiki dan mengokohkan diri, kita perlu mempengaruhi orang lain agar tahu mau dan mampu menjadi bagian kecil yang kokoh pula. Semakin banyak orang yang kita ajak, kebaikan akan menjadi dominan. Dominasi kebaikan akan menghapus keburukan. Kehadiran Al-Haqq akan memusnahkan Al-Bathil.
Sebuah Pertarungan Abadi
Kebaikan dan keburukan senantiasa bertarung hingga akhir zaman. Lama-kelamaan saya tidak lagi mempercayai itu. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS Al-Isro: 81)
Dari ayat tersebut saya mengambil ibroh bahwa kebaikan dan keburukan itu sebenarnya tidak bertarung. Ini hukum pastinya: Kebaikan (Al-Haqq) pasti menang, jika Al-Haqq datang, Al-Bathil pasti musnah, Keburukan (Al-Bathil) pasti kalah.
Analogi serupa: Hizbulloh pasti menang, Hizbusy-syaithon pasti kalah. Kita hanya harus memilih, ingin ikut partai Alloh (golongan Alloh) atau ikut partai Syetan. Ini semua merupakan kepastian dari Alloh. Alloh tak pernah salah. Kebenaran-Nya pasti. Kebenaran datang dari Alloh, maka janganlah kita ragu.
Turut Barisan Kami
Mari bergabung dengan pejuang-pejuang peradaban lain. Mari ambil bagian dari perbaikan peradaban. Kalaupun tidak ikut bergabung dalam satu barisan, pastikan kita satu tujuan. Kalaupun tidak ikut berjuang, Anda akan tetap diperjuangkan sebagai bagian dari peradaban.

Tiga Macam Penghafal Al-Qur'an

Al-Hasan bin Ali berkata, "Penghafal Al-Qur'an ada tiga macam: Pertama, seorang yang baik bacaan dan suaranya lalu pergi dari satu kota ke kota lain untuk memperoleh imbalan dari orang-orang. "Penghafal Al Qur'an ada tiga macam. Pertama, seorang yang baik bacaan dan suaranya lalu pergi dari satu kota ke kota lain untuk memperoleh imbalan dari orang-orang. Kedua, seorang yang hafal huruf-hurufnya tetapi menyia-nyiakan hukum-hukumnya, mencari simpati penguasa dan mencari popularitas. Ketiga, mengerti maknanya, memeliharanya, mengamalkannya untuk berdakwah dan beribadah. Yang inilah sebaik-baik penghafal Al Qur'an."

Al-Qur'an adalah seperti manual book dalam kita menjalani kehidupan di dunia agar tak menyesal di akhirat. Tak hanya bacaan, tak hanya keajaiban, Al-Qur'an meliputi segala ilmu. Ilmu Al-Qur'an harus kita pahami, amalkan, dan dakwahkan. Semestinya para pengajar itu hafal. Semestinya para penghafal itu mengajar.

Jika hanya dunia yang kita cari, kita hanya akan mendapatkan dunia, bahkan tidak sama sekali. Jika kita mencari akhirat, insyaalloh dunia akhirat akan kita dapatkan.

Dalam Kitab al-Imarah Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sesungguhnya golongan pertama manusia yang akan diadili pada hari kiamat ada tiga.

Di antaranya adalah seorang lelaki yang mati dalam upaya mencari kesyahidan. Dia didatangkan dan ditunjukkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan yang sekiranya akan dia peroleh karena amalnya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang sudah kamu kerjakan untuk mendapatkannya?’. Dia menjawab, ‘Aku telah berperang di jalan-Mu sampai akhirnya aku mati syahid.’ Allah berkata, ‘Dusta kamu. Sebenarnya kamu berperang demi mendapatkan julukan sebagai orang yang gagah berani, dan hal itu telah kamu dapatkan.’ Lantas orang itu diseret oleh malaikat dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dilemparkan ke dalam neraka.

Kemudian, ada seorang lelaki yang suka mempelajari ilmu dan mengajarkannya, serta pandai membaca al-Qur’an. Dia pun didatangkan. Ditunjukkanlah kepadanya kenikmatan-kenikmatan yang akan diperoleh karena amalnya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang sudah kamu kerjakan untuk mendapatkannya?’. Di menjawab, ‘Aku telah mempelajari ilmu, mengajarkannya, dan membaca al-Qur’an untuk-Mu.’ Allah mengatakan, ‘Dusta kamu. Sebenarnya kamu mempelajari ilmu demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang berilmu, dan kamu membaca al-Qur’an agar disebut sebagai ahli baca al-Qur’an. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan.’ Lantas orang itu diseret oleh malaikat dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dilemparkan ke dalam neraka.

Berikutnya, seorang lelaki yang Allah lapangkan untuknya harta dan Allah berikan kepadanya berbagai jenis kekayaan. Dia pun didatangkan. Ditunjukkanlah kenikmatan-kenikmatan yang akan diperoleh dengan sebab amalnya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang sudah kamu kerjakan untuk mendapatkannya?’. Dia menjawab, ‘Tidak pernah aku lewatkan satu perkara pun yang Engkau sukai untuk aku berinfak kepadanya, melainkan aku pasti telah menginfakkan hartaku padanya karena-Mu.’ Allah berkata, ‘Dusta kamu. Sebenarnya kamu lakukan itu agar kamu disebut sebagai dermawan, dan hal itu telah kamu dapatkan. Kemudian orang itu pun diseret dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim [1905], lihat Syarh Muslim [6/531-532])