Laman

Keynesian


Keynesian
Istilah Keynesian saya dapat dari buku tulisan Fahri Hamzah “Negara Pasar dan Rakyat”. Saya berusaha menulis ulang dengan bahasa saya. Saya tertarik menuliskan hal ini karena agaknya inilah yang sedang diterapkan di negeri kita Indonesia. Hanya agar keluar “Ooo...” dari mulut kita.

Keynesian adalah golongan yang berusaha menempatkan negara sebagai motor penggerak kesejahteraan rakyat. Kaum Keynesian dipelopori oleh John Maynard Keynes. Keynes menganjurkan agar pemerintah menggerakkan perekonomian dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah sebagai pemicu aktivitas ekonomi ketika pasar gagal memutar roda perekonomian.

Amerika 1920-an
Ketika itu pasar modal di Amerika menjadi tujuan investasi favorit karena memberikan tingkat pengembalian yang lebih dibandingkan deposito perbankan. Bahkan perbankan pun tertarik untuk menginvestasikan uangnya di pasar modal. Hal tersebut mengakibatkan sektor riil tidak bergerak karena uang terus mengalir ke pasar modal. Pasar modal adalah pasar sekunder yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan sektor riil selepas penjualan saham perana.

Keuntungan dari pasar modal terus meningkat. Perekonomian riil tidak dapat berjalan. Investor mulai resah. Ancaman inflasi mewujud di depan mata. Setelah pasar modal Wall Steet di New York kolaps pada tahun 1929, terjadilah Depresi Besar (the Great Depression). Dalam tiga tahun setelahnya (1932) output perekonomian Amerika secara keseluruhan telah menurun hingga dua pertiga ukuran sebelumnya.

Menurunnya tingkat produksi riil diikuti oleh penurunan yang tak kalah ganas dalam penyerapan tenaga kerja. Pengangguran meningkat dari 1,5 juta orang di tahun 1929 menjadi lebih dari 12 juta orang di tahun 1932.

Perbankan
Pada masa Depresi Besar Amerika 1932 perbankan berusaha mengalirkan uang ke sektor riil dengan menurunkan tingkat bunga habis-habisan. Pasar yang sudah terlanjur pesimis tidak bereaksi meskipun tingkat bunga sudah mendekati nol. Agen perekonomian yang masih memegang dana takut untuk memasukkan dana ke dalam kegiata bisnis karena bayangan depresi yang terlalu gelap.

Kolapsnya pasar modal telah membuat orang takut untuk melakukan konsumsi. Semakin hemat masyarakat, perekonomian semakin sekarat. Kondisi Laissez Faire (serahkan semua ke pasar) tidak mungkin mampu menahan laju peningkatan kehilangan lapangan pekerjaan karena kondisi psikologis pasar telah kehilangan ekspektasi positif.

Kesimpulan Keynes
Keynes menyimpulkan bahwa tugas untuk mengarahkan dampak investasi yang besar tidaklah aman bila diserahkan ke tangan swasta. Negara harus mengambil peran mengarahkan kembali tingkat konsumsi masyarakat melalui skema perpajakan, skema pengaturan tingkat suku bunga, dan atau melalui cara-cara lainnya.

Dalam keadaan kalut Keynes menyarankan pemerintah Amerika untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah dan menyalurkannya ke proyek-proyek infrastruktur atau investasi jangka panjang. Dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dimotori oleh pengeluaran pemerintah diharapkan masyarakat akan memiliki penghasilan dan perekonomian kembali memiliki daya beli sekaligus memunculkan permintaan akan konsumsi barang dan jasa lainnya pada saat yang bersamaan.

Jalan-jalan dibangun, bendungan, saluran irigasi, lahan-lahan perkebunan, mekanisasi pertanian dan banyak lagi. Multiplier Effect yang dihasilkan dari penerapan teori ini terbukti sukses mengembalikan perekonomian Amerika ke jalur normal dan bahkan masa-masa selepas Depresi Besar dikenal sebagai masa-masa Keemasan Amerika (the Golden Age).

Sejalan dengan perkembangan teori ekonomi, ajaran Keynes diidentikkan dengan tingkat pajak yang tinggi. Pengeluaran pemerintah yang besar hanya dapat dibiayai dari terutama pendapatan pajak dan keuntungan perusahaan negara. Pendapatan pajak yang tinggi berarti beban yang tinggi juga bagi rakyat, sementara keuntungan perusahaan negara yang tinggi berarti mengecilnya kesempatan rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan perekonomian. Begitu seterusnya siklus Keynesian kembali berulang.

Persamaan dengan Indonesia
Saat ini sepertinya Indonesia sedang menjalani Keynesisasi. Lihatlah pertumbuhan ekonomi diukur dari pertumbuhan infrastruktur. Sarana-sarana publik dibangun dengan harapan bahwa masyarakat lebih nyaman berada di wilayah publik daripada di wilayah privat. Kebakaran pasar terjadi di mana-mana, hingga dibangunlah pasar baru. Pembangunan jembatan layang, pembangunan jalan tol, perbaikan jalan raya (yang sebenarnya belum terlalu rusak), perbaikan infrastruktur pemerintah, sekolah, taman-taman kota, pembangunan desa berbasis “padat karya”, hingga penambahan jumlah PNS merupakan beberapa manuver ala Keynesian.

Perekonomian rakyat sangat tergantung pada pemerintah. Lalu muncul stigma, jika tidak ada proyek kita miskin, jika banyak proyek kita kaya, jika mau kaya jadilah PNS, dan sebagainya. Seakan-akan uang hanya bisa berputar jika digulirkan oleh pemerintah. Bantuan-bantuan modal kepada UKM serta Kredit Usaha Rakyat juga bagian dari upaya pemerintah melempar uang kepada masyarakat.

Kesejahteraan Semu
Kesejahteraan kita adalah kesejahteraan semu. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan hanya berputar-putar, tidak benar-benar tumbuh. Apa yang dilakukan pak Harto dengan gelar yang disandangnya “Bapak Pembangunan” nampaknya juga pola dari Keynesian. Pembangunan begitu pesat dengan target jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Pemerintah begitu baik pada rakyat. Akhirnya rakyat tahu jika semua kebaikan tersebut hanyalah ngoyoworo.

Pembangunan yang dicanangkan pemerintah pada hakikatnya membebani rakyat. Rakyat terlalu sayang untuk dikorbankan. Langkah paling bisa dilakukan yaitu meminjam dana. Dana dipinjam dari luar negeri untuk membangun negeri kita. Hingga pada puncaknya bau busuk itu tercium oleh rakyat. Rakyat berang, pak Harto lengser keprabon.

Rakyat Bingung
Rakyat berhasil menggulingkan sang Bapak Pembangunan. Sayang, rakyat tidak tahu harus berbuat apa dengan utang yang diwariskan sang Ayahanda. Mau tidak mau utang harus dilunasi. Bergulirlah reformasi, satu babak baru dalam sejarah Indonesia. Tapi... Sama saja.

Pola Keynesian kembali berulang. Kemacetan ekonomi sektor riil digebrak dengan program-program pro rakyat. Rakyat dibantu dengan berbagai macam skema penumbuhan ekonomi kreatif. Pengusaha-pengusaha pun mulai cerdik dengan memanfaatkan proyek pemerintah. Hasilnya, berbagai proyek pemerintah dicurigai  syarat akan korupsi.

Rakyat Cerdik?
Jika dulu Bapak Pembangunan meminjamkan dana untuk rakyat, kini pemerintah memiliki bahasa lebih halus, “menjual surat berharga”. Tak lain sebenarnya dengan surat bukti utang. Nampaknya rakyat mulai tahu modus-modus pemerintah dalam rangka melimpahkan beban kepada rakyat. Rakyat kini cerdik, pemerintah mulai dikelabuhi dengan kesejahteraan semu. Daya beli rakyat tinggi namun ekonomi tersendat-sendat. Kenapa bisa begitu? Karena rakyat pun kini bebas berutang pada bank.

Setinggi apapun harga melambung, rakyat bisa mengandalkan satu lembaga keuangan bermerk Bank. Daya beli masyarakat tetap tinggi. Setinggi apapun inflasi nilai rupiah, rakyat tak akan gentar. Jika sudah seperti itu, akan muncul masalah kredit macet. Dan seterusnya dan seterusnya permasalahan akan menghantui negeri ini jika kita semua hanya mengikuti pola permainan orang lain.

Kita harus punya jati diri, kita harus punya visi, kita harus punya integritas, kita harus bersatu. Jangan mau dijajah bangsa lain. Jangan mau dipermainkan bangsa lain. Hanya ada dua pilihan: mandiri atau unggul. Bergantung dan tertinggal harus dihapus dari kamus ba(ha/ng)sa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar