Kiai Mufid: “Hidup Jangan Cuma Menjadi PNS”


Hampir setiap santri Pandanaran pasti tahu soal tak diperkenankannya menjadi PNS oleh KH Mufid Mas’ud. Beliau gerulankali memperingatkan dengan tegas kepada para santri untuk tidak memilih PNS sebagai jalan hidup. Tulisan ini mencoba menelaah paradigma tersebut.
Kiai Mufid semasa hidupnya mengalami beragam pemerintahan; Era Belanda, Jepang, Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, dan terakhir masa SBY. Dengan background sebagai tentara, Kiai Mufid memiliki pemahaman yang baik terhadap kenegaraan. Faktor-faktor tersebut boleh jadi melengkapi proses berfikir beliau selain sebagai seorang ahli agama.
Dengan menjadi PNS, profesi plat merah, seseorang akan sangat terikat dan cenderung kurang mandiri dalam mengembangkan pesantren. Bisa jadi, Kiai Mufid tak mau anak didiknya hanya menjadi orang yang selalu mengharap derma negara; menjadi “kiai proposal”. Apalagi, masa Pandanaran berdiri dan berkembang adalah masa dimana PNS cenderung identik dengan kelompok tertentu.
Oleh karenanya, Kiai Mufid selalu menghimbau santrinya untuk tak berangan-angan menjadi PNS agar dapat mengabdi total kepada Al-Quran; sesuai kapabilitasnya. Artinya, Al-Quran harus menjadi pegangan utama. Bila konsisten dengan Al-Quran, insyaalloh jalan hidup akan terbuka terang.
Jadi, substansi masalah bukan pada PNSnya, tetapi bagaimana supaya dapat mengabdikan diri sepenuhnya kepada Al-Quran. Kalau menjadi PNS tetap bisa mengabdi kepada Al-Quran, kenapa tidak? (Mu’tashim Billah)
disalin dari Suara Pandanaran edisi 9 April 2012

Memperbaiki Nasib di 2013


Berbondong-bondong orang datang ke tukang ramal di setiap pergantian tahun. Berbagai acara diselingi ramal kartu tarot, garis tangan, dan sebagainya. Mereka berusaha menerka-nerka takdir Alloh. Tidak lain kebiasaan tersebut hanyalah sia-sia bahkan bisa menjerumuskan seorang muslim dalam perbuatan syirik.

Dari Abi Huroiroh RA dari Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung lalu membenarkan apa yang dikatakannya maka ia telah mengkufuri apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW” (HR Abu Dawud, Bukhori, Ahmad dan Tirmidzi). Dalam riwayat lain seorang muslim yang datang ke dukun tidak akan diterima sholatnya oleh Alloh selama 40 hari.

Bagaimana sebenarnya kita memperbaiki nasib? Apakah takdir bisa diubah? Seorang muslim wajib beriman pada takdir, baik ataupun buruk. Kita terlahir dari rahim ibu kita, berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, lahir di kota mana, itu takdir yang sudah terjadi dan tidak bisa diubah. Sikap kita adalah menerima semua itu dengan bersyukur atau bersabar.

Akan menikah dengan siapa, akan memperoleh rizki dari mana, akan meninggal seperti apa, itu takdir yang belum terjadi, tentu bisa diupayakan agar takdir yang akan datang itu merupakan takdir terbaik. Semua telah ditetapkan oleh Alloh tapi kita tidak pernah mengetahui yang belum terjadi. Peluang kebaikan selalu ada, maka kita berusaha mencari takdir terbaik yang belum terjadi.

Seseorang sedang menderita sakit, ia bisa memilih berobat atau bersabar. Seseorang yang berobat bisa memilih ke rumah sakit A atau B. Di rumah sakit A dia bisa memilih diperiksa dokter X atau Y. Dia bisa mengikuti anjuran dokter X atau mengabaikannya. Hidup ini penuh pilihan-pilihan. Kita hanya harus berusaha memilih dan menjalani yang terbaik.

Jadi bagaimana kita memperbaiki nasib di tahun baru ini? Sederhana saja: iman, ikhtiar, doa, tawakal, syukur, sabar, iman, ikhtiar, doa, tawakal, syukur, sabar, dan seterusnya. Kita hanya menjalani sunnatulloh, maka tak ada pilihan sikap seorang mukmin kecuali dua: syukur atau sabar. Setelah itu kembali pada iman dan kembali berikhtiar.

Semoga kita beroleh barokah berlipat dengan usia yang masih diberikan pada kita di tahun baru ini. Bismillah. (Akh)