Kemarin malam (25/7) saya bermimpi sedang dikumpulkan di sebuah ruangan semacam serambi masjid dengan ruangan tertutup. Ada beberapa orang di sana, salah satunya teman masa kecil saya yang saat ini baru saya carikan calon istri. Kami mau berangkat berombongan ke barat, entah dalam rangka apa.
Malam sebelumnya saya bermimpi bahwa kondisi dakwah sedang sangat genting, rombongan longmarch para relawan dakwah harus menyamar saat melewati wilayah tertentu. Kendaraan saya pun dicegat saat melewati wilayah perbatasan. Sesuatu dicek dan dicari oleh dua orang lelaki bertampang biasa namun berani membuka-buka kursi dan memukuli kendaraan kami dengan batu seukuran bungkusan nasi padang.
Di ruangan bercat putih, dari pintu tanpa daun pintu yang terletak di sebelah pojok kanan depan muncul seorang pria berjanggut, rambutnya hitam, kurus hingga nampak tulang-tulang wajahnya, bibirnya agak tebal, bajunya kemeja putih, celananya panjang warna hitam. Saya mengenali sosok itu seperti seorang ustadz yang wafat beberapa bulan yang lalu. Beliau nampak begitu muda, rambut dan jenggotnya masih hitam. Hanya pakaiannya bukan jubah putih sebagaimana sering beliau kenakan di akhir-akhir kehidupan beliau.
Beliau memberikan taujih atau arahan pada kami. Beliau wasiatkan agar kami tetap kokoh melawan arus.
"Mengikuti arus itu mudah, enak, tidak sulit, akan tetapi sesungguhnya penuh dengan kesempitan dan kesusahan. Adapun melawan arus, perjuangan itu begitu berat, akan tetapi sesungguhnya penuh dengan kabar gembira dan kebahagiaan."
Beliau menyampaikan mengenai kabar gembira dan kebahagiaan orang-orang yang melawan arus itu dengan wajah berbinar penuh keceriaan sampai beliau tertawa. Beliau sampai tertawa terduduk seakan menggambarkan betapa tertipunya orang-orang kafir dengan kehidupan dunia ini.
"Maka pada hari ini orang-orang yang beriman yang menertawakan orang-orang kafir. Mereka duduk di atas dipan-dipan melepas pandangan. 'Apakah orang-orang kafir itu diberi balasan hukuman terhadap apa yang telah mereka perbuat?'"
(Al-Muthaffifin: 34-36)
Orang yang bersyukur itu sedikit, orang yang bersabar itu sedikit, mereka melawan arus kebanyakan orang yang lalai. Mereka tidak mengikuti langkah-langkah syaithan, langkah-langkah yang menjauhkan diri dari Allah. Melawan arus ialah memilih menjadi golongan kanan dan menegakkan hujjah atas firman Allah, "Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar." (Al-Balad: 10-11)
Semoga oleh Allah kita diberi keistiqomahan menempuh jalan mendaki nan sukar, ditetapkan hati dalam melawan arus, dikokohkan pijakan kaki kita agar tidak tergelincir. Sungguh berat memang, namun jangan cengeng dengan merasa dicurangi, jangan nglokro dengan merasa didzolimi, jangan berpaling dengan merasa tidak diadili. Yakinlah, ada kabar gembira bagi orang-orang beriman, ada kebahagiaan menanti orang-orang yang sabar.
"Yaa muqollibal quluub, tsabbit quluubanaa 'alaa diinik..."