Para aktivis dakwah tidak semestinya ikut terombang ambing dalam kegaduhan situasi ideologi politik ekonomi sosial budaya pertahanan dan keamanan negeri ini. Para aktivis ialah mereka yang mampu menerawang kondisi masa depan, bukan sekedar latah menjalani hiruk pikuk perjuangan masa kini. Para penulis narasi tak akan goyah iman di antara mencekamnya suasana kekinian.
Agar tetap pada benang merah visi dakwah, berikut ini beberapa sikap dan langkah yang harus dilakukan para aktivis dakwah di tengah kegaduhan negeri Indonesia selain tetap sabar dalam iman dan senantiasa berdoa:
1. Kembali pada Al-Quran
Arahan petunjuk Ilahiyah ada dalam Al-Quran. Ruh perjuangan para aktivis dakwah ialah Al-Quran. Sebaik-baik tuntunan ialah Al-Quran. Sudah semestinya inti pergerakan para aktivis ialah mengejawantahkan Al-Quran dalam kehidupan. Segala kesibukan membaca, melafalkan, mendiktekan, menghapalkan, mengajarkan, memahami, mengamalkan, dan menyebarluaskan Al-Quran harus menjadi garis besar perjuangan.
2. Kuatkan tarbiyah
Segala macam upaya dan jalan untuk membentuk karakter pribadi islami dan dai harus digalakkan. Kebersihan aqidah, keshohihan ibadah, kebaikan akhlak, kesehatan jasmani, kemandirian ekonomi, kedisiplinan dan kemanfaatan diri harus terus dipupuk.
3. Kokohkan keluarga
Keluarga menjadi pondasi dakwah yang harus terus dijaga. Tarbiyah di lingkungan keluarga, saling mengingatkan dan menguatkan antarpasangan, bersama mendidik generasi, serta terus berusaha mewujudkan pembetukan keluarga muslim harus ditelateni. Termasuk ikhtiar mempertemukan benih-benih kebaikan sehingga muncul keluarga-keluarga muda yang menjadi teladan bagi lingkungan juga suatu hal yang tak boleh diabaikan.
4. Hidup hemat
Rasanya semua orang perlu berhemat dengan kondisi harga, ketersediaan barang, serta situasi ekonomi nasional maupun internasional yang sangat misterius ini. Para pakar memprediksi keadaan akan bertahan setidaknya dua sampai tiga tahun bahkan bisa menjadi lebih buruk meskipun peluang membaik juga tetap ada. Kurangi gaya hidup yang tidak perlu, mulailah hidup sederhana namun bukan berarti menimbun harta. Bagaimana dengan menabung? Sesungguhnya menabung hanya akan mengurangi nilai kemanfaatan harta. Jika yang ditabung adalah uang, bisa dipastikan nilainya akan semakin merosot seiring inflasi atau melemahnya daya beli uang. Menabung juga akan menghambat sirkulasi uang yang artinya memperlambat mengalirnya rizki bagi diri sendiri maupun orang lain. Belanjakanlah harta dengan hemat, cermat dan tepat.
5. Pertahankan bisnis
Bagi para aktivis dakwah yang telah memiliki atau sedang merintis bisnis, bersabarlah, tsabatlah. Hampir bisa dipastikan semua pengusaha mengalami hal yang sama saat ini. Harga bahan baku naik, operasional naik, gaji karyawan minta naik, pinjaman modal berbunga, pajak naik, inflasi tak terbendung, penjualan menurun, apa istilah lain selain "badai" bagi para nahkoda? Seorang ustadz sampai mengatakan, "Tak ada yang akan berpihak pada para pengusaha kecil kecuali Alloh" Banyak bisnis akan terpaksa gulung tikar, banyak pengusaha akan semakin terjerat utang, kecuali atas pertolongan Alloh. Yang penting untuk dilakukan para pengusaha saat ini bukanlah mengejar profit sebesar mungkin namun menjaga agar kapal tidak karam karena badai. Badai pasti berlalu, insyaalloh, jadilah survivor.
6. Saring informasi
Bagai sampah yang terus mengalir mengotori hati dan pikiran, media tak segan-segan menampilkan headline penuh kebusukan. Fakta-fakta sekalipun yang berupa keburukan perlahan pasti mencabik jiwa-jiwa sakinah para aktivis dakwah. Gosip dan fitnah berhembus sepoi menenteramkan nurani nan gerah, menyegarkan namun membakar, hingga tanpa sadar ia telah menjadi abu. Kurangi paparan informasi yang tak menambah iman dan amal sholih secara nyata.
7. Terus membina umat
Keberhasilan membina umat tidaklah diukur dari keberhasilan mempengaruhi pilihan-pilihan politik mereka. Berapa banyak masyarakat yang akhirnya mengikuti majlis-majlis ilmu? Berapa banyak muslim memakmurkan masjid? Dan berapa banyak masyarakat makmur karena masjid? Berapa banyak dari mereka yang akhirnya menjadi para penyeru? Berapa banyak dari mereka yang akhirnya menjadi penopang? Berapa banyak umat yang berpihak pada dakwah? Jumlah memang bukan ukuran, hanya saja mungkin kita perlu bertanya sudah berapa insan kita cerahkan.
8. Jangan tawarkan uang, tawarkan kekeluargaan
Para juru dakwah seringkali menjadi tempat umat mengadu. Beragam masalah umat menjadi bagian dari masalah dai namun masalah dai hanya akan menjadi masalah dai sendiri. Para dai yang telah memiliki basis finansial, posisi, akses pendanaan, dan jaringan donatur yang luas hendaknya tidak tergesa-gesa menjadikan uang sebagai solusi atas masalah-masalah umat. Memang banyak permasalahan akan selesai dengan uang tapi hal itu bisa menimbulkan masalah baru jika kurang berhati-hati. Tawarkan mereka telinga, tawarkan mereka tangan, tawarkan mereka kehangatan, kekeluargaan, dan solidaritas yang jauh lebih berharga dari uang.
9. Siapkan untuk kondisi terburuk
"Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya tetapi Allah mengetahuinya..." (Al Anfal: 60)
Segala kondisi sangat mungkin bagi dakwah sekaligus dainya. Boleh jadi dakwah perlu berpakaian necis dengan jas, dasi, dan sepatu pantofel, kadang hanya perlu kemeja dan celana jeans, kadang cukup kaos dan sarung, dipakai dari satu kantor ke kantor lain, hotel, masjid, dan tempat-tempat umum. Tak menutup kemungkinan dakwah perlu berpakaian doreng sambil mengangkat senjata dari hutan ke hutan.
10. Jadilah layaknya singa si raja hutan
Saya pernah menulis tentang "Dai Sang Raja Hutan" di link berikut: http://pejuangperadaban.blogspot.com/2010/05/dai-sang-raja-hutan.html?m=1. Dai dan masyarakat hendaknya seperti singa dan hutan. Singa menjadi pemimpin hutan, saat pemburu mengejar singa, hutan yang menyembunyikan dan melindunginya. Dakwah harus memiliki basis massa. Nabi Musa ketika hendak mendakwahi Fir'aun juga tak hanya sendiri. Beliau minta ditemani Harun, lalu minta ditemani Bani Israil. Seburuk-buruk umat masih lebih baik jika mereka dipimpin seorang dai dibandingkan mereka dipimpin orang lain, apalagi tanpa pemimpin. Hingga masyarakat yang tak pernah sholat sekalipun meminta anaknya diberi nama oleh sang dai, minta dipilihkan sekolah, minta pertimbangan mengenai calon mantu, dan sebagainya, itulah dai si raja hutan.
Wallohulmusta'an...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar