Laman

Hukuman Terbaik untuk Anak agar Menjadi Sholih

HUKUMAN ANAK SHOLIH

Oleh Akhid Nur Setiawan


Bagi para guru, hukuman menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan. Bersanding dengan pemberian penghargaan yang bisa menguatkan lekatan nilai kebaikan pada diri murid, hukuman bisa menjadi terapi untuk mengatasi penyimpangan atau memancing perubahan diri agar menjadi lebih baik. Keduanya harus diberikan secara proporsional, adil dan berimbang.


Pelajaran yang menyenangkan lebih mudah diingat murid daripada pelajaran yang horor. Guru killer membuat murid enggan menikmati pelajaran yang disampaikannya. Meskipun begitu, ketertarikan murid pada hadiah atau kebaikan seorang guru tidak boleh mengalahkan ketertarikan murid pada ilmu. Begitu pula ketidaknyamanan murid pada guru tidak boleh menghalanginya dari mendaras ilmu yang diajarkan guru.


Hukuman yang diberikan guru sebisa mungkin menghindarkan murid dari "main aman", rasa ketakutan, pandai beralasan, adiksi kebohongan, pengkambinghitaman, dan tumbuhnya kebencian. Hukuman diberikan agar menjadi pelecut semangat murid dan memberikan efek taubat. Cerahnya masa depan murid bisa jadi dimulai dari pengalamannya mendapatkan hukuman.


Murid-murid berperasaan halus akan menyadari bahwa tatapan mata guru yang berbeda dari biasanya bisa bermakna teguran. Menurut mereka, guru diam tanda marah, ada yang salah, dan sebagainya. Murid berhati bebal mungkin tidak merasa telah berbuat salah sekalipun sampai dilempar dengan penghapus atau dijewer telinganya.


Hukuman untuk murid sekolah dasar tentu berbeda dengan hukuman untuk mahasiswa pascasarjana. Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membedakan hukuman untuk orang-orang beriman dengan orang-orang munafik ketika peristiwa Perang Tabuk, teguran untuk muslim Badui dengan muslim Madinah pun berbeda. Sikap arif dan bijak perlu diterapkan saat memberi hukuman pada murid.


Hukuman harus dimaknai sebagai bukti cinta guru kepada murid. Tak dimungkiri bahwa hukuman juga merupakan salah satu metode tarbiyah. Bahkan para penuntut ilmu lazim menganggap marahnya guru sebagai bagian dari barokah yang akan membuahkan kebermanfaatan ilmu di kemudian hari.


Meskipun demikian, jangan coba-coba memancing kemarahan seorang guru. Jika sampai guru mencabut ridhonya, ilmu yang sudah diterima seorang murid bisa menguap tak berbekas. Hal ini juga berlaku bagi orang tua atau wali murid yang telah memberikan kepercayaan kepada guru untuk menangani sebagian proses pendidikan anaknya.


Sabar, baik sangka, lemah lembut, dan minta maaflah apabila guru marah, apalagi kalau sampai memberi hukuman. Jika tidak paham alasan hukuman itu diberikan, istighfarlah. Jika sudah istighfar tapi belum paham juga, tambahlah istighfarnya. Jika masih belum paham, ambillah air untuk wudhu. Jika tetap belum paham, ambil wudhu lagi yang sempurna lalu kerjakan shalat dua rakaat, lanjutkan dengan istighfar.


Para penuntut ilmu dan orang tua atau wali murid hendaknya senantiasa memegang nasihat Imam Asy Syafi'i berikut ini:


“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru. Sesungguhnya gagalnya menuntut ilmu itu tersebab memusuhi (guru) nya”


Dari sekian banyak jenis hukuman, guru bisa menghukum murid dengan meminta mereka membaca doa untuk kedua orang tua. Apa keistimewaan hukuman itu? Saat membaca doa untuk kedua orang tua, seketika itu juga murid terhukum layak menjadi murid yang sholih.


Bukankah amal yang tidak putus pahalanya setelah kematian seseorang salah satunya berupa anak sholih yang berdoa untuknya? Dengan kata lain, anak sholih selalu mendoakan orang tuanya dan hanya anak yang sholih yang mau mendoakan orang tua. Sholih dan mendoakan orang tua bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan.


Anak yang mendoakan orang tuanya otomatis memenuhi kriteria sholih karena anak sholih pasti mendoakan orang tua. Murid dihukum biasanya karena sedang berkurang kadar sholihnya. Jika ingin meningkatkan kadar kesalehan murid, ajak mereka banyak-banyak berdoa untuk kedua orang tua.


"Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Dan kasihilah keduanya sebagaimana mereka mendidikku sewaktu aku kecil"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar