Jika Anda mengunjungi dan mengamati masjid-masjid agung di pulau Jawa, Anda akan menemukan fenomena unik yaitu halaman masjid rata-rata ditanami pohon sawo. Tahukah Anda kenapa halaman masjid agung di Jawa ditanami pohon sawo? Atau Anda tak pernah mempertanyakan hal itu? Atau justru Anda baru tahu?
Orang Jawa selalu penuh filosofi. Segala sisi kehidupan masyarakat Jawa seakan tak pernah lepas dari makna dan "wewarah". Guru bahasa Jawa saya saat SMP selalu mengajarkan untuk bertanya. "Yen ora ngerti, kabeh kui, opo wae perlu ditakonke." Inilah jalan ilmu sebagaimana Alloh berfirman, "Fasalil ahladz dzikro in kuntum laa ta'lamuun." alias tanyalah ahlinya jika kalian tidak mengetahui.
Berkebalikan dengan stigma bahwa budaya Jawa penuh dengan mitos dan pembodohan, jika kita mau dan berani bertanya kepada ahlinya, niscaya kita akan menemukan sebentuk ketinggian peradaban manusia yang pernah ada. Kearifan budaya melekat dalam setiap sisi kehidupan orang Jawa. Orang Jawa tidak pernah sembarangan. Segala sesuatu ada tata cara dan paugerannya.
Dalam hal tata kota masyarakat Jawa khususnya raja atau sultan biasa menempatkan alun-alun sebagai poros kota. Keraton ada di sebelah selatan alun-alun, masjid di sebelah baratnya, pasar di sebelah utaranya, sedang sebelah timur lebih fleksibel, berupa pemukiman, tempat hiburan, atau sarana pelayanan publik. Memang tak semua seperti itu namun masjid dan lapangan hampir selalu bersanding.
Dalam sejarah Islam nabi Muhammad saw juga membangun tata kota dengan masjid dan lapangan berdampingan. Lapangan di depan masjid berfungsi sebagai pasar. Masjid dan pasar seakan menjadi elemen penting dalam sebuah peradaban. Masjid melambangkan kehidupan ukhrowi dan pasar melambangkan kehidupan duniawi. Keduanya tak boleh timpang.
Lebih dalam membahas masjid, kenapa halaman masjid agung di Jawa ditanami pohon sawo? Percaya atau tidak, itu karena kebiasaan ucapan para imam sebelum melaksanakan sholat jama'ah, "Shawwuu shufufakum! Shawwuu!"
Ucapan itu terdengar seperti sang imam meminta buah Sawo, "Sawoo!"
Ditanamilah halaman masjid agung Jawa dengan pohon sawo agar sebelum masuk masjid masyarakat sudah diingatkan untuk "Shawwuu" alias meluruskan dan merapatkan barisan sholat. Akhirnya jama'ah akan dengan sendirinya meluruskan shof tanpa diperintah.
Inilah Jawa, banyak hal bisa disederhanakan meskipun banyak yang memandang budaya Jawa itu rumit dan merepotkan. Banyak "sanepo" dan "condro" yang memaksa orang berpikir. Cara komunikasi semacam ini mengajak orang memandang makna yang lebih dalam, bukan semata apa yang dzohir. Orang Jawa berbicara tanpa kata, berperang tanpa senjata.
Allohu a'lam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar