Laman

Pandu Sejati


Pasukan inti berdedikasi, bersatu dalam amal jama’i 
Siap mengabdi, siap melayani, menjunjung tinggi kalimat ilahi 
Teruskan jihad warisan nabi


Menegakkan yang hak menjadi kewajiban 
Karena kebatilan penuh dengan tipuan 
Menjadi syahid adalah keniscayaan 
Asal ikhlas membela Al-Islam




Pandu sejati percaya diri, menjadi pilar aqidah yang suci 
Mengutamakan keteladanan, Rosul Muhammad menjadi panutan 
Walaupun lawan datang menyulitkan



Di hadapan lawan menghadang, di belakang lautan membentang 
Jangan pernah palingkan pandangan, kita sambut kemenangan Islam




Pandu sejati melatih diri, bersihkan hati, kuatkan jasadi 
Disiplin tinggi, membangun prestasi, bebaskan negeri dari tirani 
Hantarkan umat menuju madani



Walau prestasi di langit yang tinggi, tapi hati tetap ada di bumi 
Tiada jiwa letih menggapai diri, tugas mulia telah datang menanti



Pasukan inti berdedikasi hantarkan umat menuju madani

Di Manakah Kau Berada Kini???


“Allohu Akbar!!!”, pekikan takbir menyambut pamitanku pada bapak-bapak yang sedang syuro’. Seruan itu menggema setelah dengan agak gemetar aku memberi sedikit semangat pada mereka yang sedang merapatkan barisan agar dakwah di kecamatan itu semakin meluas.

“Kami pamit dulu Pak, pareng...”, sembari keluar ruangan itu aku salami beberapa bapak yang dekat dengan pintu, tak lupa pak Arif tuan rumah sekaligus mas’ul (penanggung jawab) kecamatan itu. 
Tiba-tiba HP-ku bergetar, “Qt ktmu di masjid dulu ya Pak.” 
Aku langsung menuju masjid di sebelah rumah yang digunakan untuk rapat itu.


“Kita disuruh makan dulu...”, salah seorang dari dua akhowat itu mempersilakan. 
“Oalah, ngrepotin. Tadi udah pamitan tu.” 
“Sudah disiapkan koq”, istri pak Arif masuk dari pintu masjid sebelah utara. 
“Monggo, Pak!” 
“Ya, njenengan juga...”, pintaku pada dua akhowat itu. 
Akhirnya kami bertiga makan di dalam masjid dengan makanan yang telah disiapkan.


Sejenak aku mengamati masjid yang tidak terlalu besar itu. Seperti masjid-masjid lain, karpet hijau terhampar di ruang utama. “Inilah rumah asal peradaban Islam bangkit di sini”, pikirku. “Seperti pada masa rosululloh, beliau mulai membangun Madinah dari pendirian sebuah masjid”. Dan istri pak Arif pasti seorang wanita yang hebat. Tiba-tiba terbayang calon istriku nanti, “Siapa ya? Bisa seperti wanita ini kah? Mampukah ia tinggal bersamaku? Jauh dari peradaban karena berjuang membangun peradaban.”


Kedua akhowat itu berbincang. Aku cukup nyaman dengan makan sambil berdiam. 
“Sudah semester berapa Pak?”, pertanyaan salah satu dari mereka mengagetkanku. 
“Semester... delapan”, jawabku singkat. 

Aku memang tak banyak bicara dengan orang yang baru kukenal, apalagi akhowat, entah apa sebabnya. Pernah terpikir bahwa suatu saat nanti aku ingin menikah dengan orang yang tidak terlalu kukenal, agar pernikahan kami benar-benar karena-NYA. Rasa sungkan akan membuat suami istri saling memaklumi atau mengabaikan masalah-masalah kecil. Ketika suami istri mempunyai visi yang sama –visi Ilahiyah-, mereka akan lebih mudah menjalani rumah tangga. Itu menurutku. Lalu cinta? Ah, itu bukan masalah besar, bukankah cinta bisa ditumbuhkan? Buktinya banyak aktivis ikhwan dan akhowat dalam satu oraganisasi bisa saling jatuh cinta. Syuro’ sepekan sekali atau pertemuan-pertemuan singkat dalam kegiatan di lapangan bisa menjadi pemicu tumbuhnya cinta. Apalagi suami istri yang jelas-jelas halal bertemu setiap hari, halal berbagi masalah sehari-hari, bahkan bebas menumpahkan segenap ketertarikan satu sama lain, pun bercumbu rayu, dan masih banyak lagi hal yang akan menumbuhkan cinta.



Aku menghabiskan makanan dengan cukup cepat. Kadua akhowat itu seakan sangat lambat mencerna makanan sambil berbincang. Dari perbincangan mereka terdengar ekspresi perasaan lega. Aku merasa mereka berujar dalam hati, “Tugas berat hari ini akhirnya terlampaui”. 
“Habis ini ada acara jam berapa Pak?” 
“Sebenarnya acaranya jam setengah tiga tapi harus sampai di rumah jam dua.” 
“Oh, masih sempat kalau gitu, sekarang baru jam satu kurang,” sekali lagi nada lega kudengarkan dari salah satu akhowat itu.

---***---

Kedua akhowat itu berangkat bersamaku dari kota Yogyakarta menuju tempat pengajian pemuda di desa Gedangsari, daerah Gunung Kidul yang berbatasan dengan Klaten. Pukul 07.50, meski agak terlambat akhirnya kami tetap bisa beragkat setelah kupastikan lagi spion motorku masih dua dan bisa berfungsi dengan baik –aturan terbaru Kepolisian/ DLLAJ-


Sebelum berangkat dari rumah, aku sempat berpikir kalau acara ini akan ramai, dengan iring-iringan mobil dan motor berangkat ke lokasi. Ternyata hanya dua orang akhowat yang menjemput. Setelah berbincang baru kuketahui bahwa acara ini merupakan inisiasi kegiatan pengajian rutin di kelurahan itu. 
“Materinya yang ringan dulu aja ya Pak, yang penting bikin mereka senang ngaji dan punya cita-cita tinggi untuk diri sendiri maupun untuk Islam”, SMS yang dikirim Ukhti Zahro kemarin sore.


Perjalanan menempuh waktu lebih dari satu jam, melewati jalan Wonosari, Piyungan, Pathuk, lalu entah jalan apa namanya. Karena belum tahu jalan ke lokasi yang dituju, aku naik motor di belakang kedua akhowat yang berboncengan itu. Hatiku terpukul ketika melihat kedua akhowat itu sempat digoda sekumpulan lelaki yang sedang duduk-duduk di pinggir jalan. Kami terus melaju karena takut telat, harus sampai sana sebelum pukul 09.00. Jalan yang cukup jauh, tikungan tajam, licin, jembatan rusak, jalan menanjak, tapi tetap saja kedua akhowat itu memacu motor tanpa berpikir untuk berhenti sejenak.


“Kami sudah sampai kelurahan, Pak”, Ukhti Zahro menelpon penanggung jawab acara. 
Kusalami beberapa anak –menurutku masih sangat muda- yang sepertinya akan mengikuti pengajian itu. 
“Mana temen-temennya?”, tanyaku pada mereka. 
“Belom pada datang, Pak. Bentar lagi”, jawab salah satu dari mereka. 

Di wajah mereka nampak binar harapan masa depan nan cerah. “Inilah wajah Indonesia 20 tahun lagi”, pikirku. Yah, mereka harus dibina, merekalah generasi penerus bangsa ini. Sayang sekali jika anak-anak kita hanya didoktrin dengan cita-cita kebahagiaan pribadi. Sekolah yang rajin; bantu orang tua; kalo mampu ya kuliah; lalu dapat pekerjaan yang layak; kalau perlu merantau; kampung halaman yang pembangunannya tertinggal biarkan saja; asal tiap tahun bisa pulang bawa uang banyak dan bikin orang tua seneng; setelah itu menikah dengan suami atau istri yang kaya; akhirnya hidup bahagia berdua selamanya. Aku berharap bukan itu yang dipesankan oleh para orang tua pada anak-anak mereka. “Migunani kanggo wong liyo”, sepertinya kalimat itu lebih bermakna luas. Sukses pribadi, juga sukses sosial. Ketika kesuksesan kita bisa membuat orang lain sukses, maka itulah kesuksesan yang benar-benar sukses.



Aku ingat, beberapa pekan sebelum hari itu salah seorang teman SMA-ku yang belajar di negeri Jepang pulang dan mengajak makan-bersama teman-teman SMA yang kebetulan sedang punya waktu luang. Panjang lebar ia menceritakan kehidupan di Jepang. Ia juga menceritakan teman-temannya yang juga kuliah di luar negeri ataupun sekedar student exchange, “Dari empat puluhan orang, yang pasti akan kembali ke Indonesia cuma empat orang. Kebanyakan memilih tinggal di luar negeri karena di sana mereka lebih dihargai, tidak seperti di Indonesia, dan kehidupan di luar negeri pasti lebih terjamin.” 

Layaknya seorang orator, ia mengobarkan semangat kami yang waktu itu hanya berjumlah delapan orang. Ia menceritakan mimpinya untuk membangun Indonesia dan mengajak kami berjuang bersama-sama, “Sejak sekarang aku harus terbiasa hidup susah, hidup sederhana. Kalau kita ingin menjadi seseorang yang tidak hanya berguna bagi diri sendiri, kalau kita ingin melakukan sesuatu yang lebih untuk orang lain, untuk Indonesia misalnya, memang harus berjuang lebih keras, hidup akan lebih berat, tenaga yang kita keluarkan akan lebih banyak dibandingkan jika kita hanya ingin hidup untuk kepentingan diri sendiri.”


Ruangan masjid menyambut kami bertiga setelah motor terparkir dengan rapi di halaman kelurahan. Di dalamnya sudah ada beberapa pemudi menunggu. Lalu berdatangan pemuda utusan dari berbagai dusun. Aku agak kaget waktu melihat peserta pengajian ternyata banyak juga yang masih cukup kecil, mungkin usianya sekitar kelas 4-6 SD. Tapi tidak kaget jika peserta putri memang lebih banyak dari peserta putra, perbandingannya 3 : 1. Pukul 09.15 acara dimulai dengan sedikit kalimat pembuka penghangat-hati dari pak Aswin -penanggung jawab acara-.

Aku menyampaikan materi pengenalan diri -mengenal diri sendiri- dan bagaimana meraih sukses. Sebenarnya bukan materi karena hanya permainan kecil, simulasi, serta sedikit pemaknaan. Awalnya para peserta sangat sulit diajak bermain, malu-malu. Untunglah keberadaan dua akhowat itu cukup membantu. Mereka nampak seperti penerjemah bagi para peserta. Ketulusan mereka berdua sangat bisa kurasakan. Seakan terpancar aura penuh harap akan berkembangnya Islam di daerah itu, “Anak-anak ini yang akan memperjuangkan Islam mati-matian di daerah ini.”
---***---


Benar-benar menyentuh hati saat kuingat kembali senyum anak-anak itu. Sesekali muncul kalimat-kalimat saling mengejek, namun sebatas canda. Ketika berpapasan di jalan menuju rumah pak Arif, terucap salam dengan iringan senyum dari mereka. Senyum yang begitu bermakna, menyejukkan dahaga perjalanan kami. 
“Sampai jumpa lagi”, semoga kalimat itu yang mereka pendam karena malu mengucapkannya.


Dalam perjalanan pulang aku membayangkan bagaimana keadaan Indonesia -setidaknya Yogyakarta- jika anak-anak usia remaja dibiarkan mencari jati diri mereka sendiri tanpa bimbingan. Orang tua yang semakin permisif akan menjadikan anak-anak berkembang tak terarah. Media yang semakin destruktif, pergaulan yang semakin tidak karuan, serta teknologi yang semakin berkembang harus dilawan demi perbaikan. Sedikit waktu yang kita sisihkan untuk pendidikan anak akan menjadi investasi yang sangat menguntungkan di hari nanti, hari akhir sebelum mati maupun hari akhir setelah mati.


“Nanti mampir dulu ke tempat kita ketemu tadi pagi ya Pak”, kata dua akhowat itu sambil menyalip motorku. 
“Ya”, seruku. 
Kali ini aku mengendarai motor di depan mereka karena sudah tahu jalan pulang. Pelan saja kulaju motor agar tetap bisa menjaga dan mengawasi mereka. Sesekali kulihat mereka dari spion, memastikan bahwa mereka baik-baik saja atau tidak tertinggal terlalu jauh.


Sebenarnya ada sebuah tamparan keras yang begitu menyakitkan ketika mengingat semua kejadian ini. Dua orang akhowat mujahidah pergi ke lokasi sejauh itu. Yah, dua orang akhowat, kenapa tidak ikhwan? Kedua akhowat itu sempat diganggu orang dalam perjalanan, ke mana para ikhwan? Jika perjalanan kami termasuk safar, semestinya kedua akhowat itu pergi bersama mahrom mereka. Siapa yang membiarkan mereka pergi tanpa mahrom? Apakah para ikhwan sedang menonton TV, tidur-tiduran, atau pergi rihlah? Atau mereka bertingkah seperti kaum nabi Musa pada masa lalu? “Mereka berkata: ‘Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.’" (Al-Maidah: 24) Semoga saja para ikhwan memang sedang melakukan kerja-kerja dakwah di tempat lain sehingga sampai kedua akhowat itu turun tangan.

Suatu kali seorang ustadz pernah bercerita pengalamannya melihat akhowat baru pulang saat menjelang tengah malam. Akhowat itu bukan langsung pulang tapi mampir membeli makanan di pinggir jalan. Bagaimana bisa sampai seperti itu? Ayyuhal-ikhwan, aina antum? Lalu hati ini menjadi ragu, apakah Islam akan dimenangkan-NYA? Apakah keberkahan akan dilimpahkan-NYA? Seorang teman pun pernah bercerita, “Wah, calon presiden BEM dari ‘kita’ nggak menang, mungkin emang kesalahan kita. Rapatnya aja udah nggak barokah, masa rapat sama akhowat sampai jam sepuluh malam.” Astaghfirullohal-‘adzim...


Pada masa rosululloh ada juga shohabiyat yang ikut pergi ke medan perang. Apa yang mereka lakukan? Allohu a’lam, mereka mengambil anak panah yang tidak mengenai sasaran, untuk dipanahkan kembali. Mereka membawakan air minum atau memasak untuk para mujahid. Mereka mengobati pasukan yang terluka. Tepat sekali! Bukan mereka yang menunggang kuda, mengibar-ngibarkan panji, menghunus atau mengibaskan pedang, apalagi berteriak lantang di depan orang-orang kafir. Para shohabiyat turut berjuang tapi mereka mendapat porsi yang sesuai dengan fitroh sebagai akhowat. Bahkan lebih banyak lagi dari mereka tidak ikut pergi berperang karena mendapat amanah mendidik anak, menjaga rumah dan harta suami yang ditinggalkan. 

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (At-Taubah: 122)



Terlepas dari pembahasan keikutsertaan wanita dalam perang pada masa rosululloh, mari kita mengingat salah satu firman ALLOH dalam surat An-Nisaa’ ayat 34, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)...”

Sudah semestinya para ikhwan memimpin para akhowat, dalam hal apapun. Seharusnya ikhwan berada di barisan depan. Sholat jama’ah telah mengisyaratkan bahwa shof ikhwan itu di depan akhowat, dan ikhwan lah yang menjadi imam. Namun dalam hal tertentu memang ada wilayah yang hanya akan menjadi lebih baik jika ditempati oleh akhowat misalnya posisi ibu rumah tangga, kepala bidang kemuslimahan dalam suatu organisasi, menteri peranan wanita, dan sebagainya.



“...Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqoroh: 228)

Bagaimanapun juga, ikhwan mempunyai kelebihan dibandingkan akhowat. Kelebihan itulah yang menjadikannya sebagai pemimpin. Apa jadinya jika ikhwan “memble” di hadapan akhowat? Atau bahkan para ikhwan bagai dicocok hidungnya oleh para akhowat.


Miris hati ini ketika menyaksikan sebuah sinetron di salah satu stasiun TV. Sinetron itu mengisahkan para suami yang senantiasa tunduk dan menuruti apa kata istri mereka. Memang selayaknya kita berbuat baik pada istri, tapi jangan sampai berlebihan, suami harus tetap bisa mengendalikan. Dari Abi Huroiroh, dari Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam, ia bersabda, “Barang siapa percaya kepada ALLOH dan hari kemudian, maka janganlah menyakiti tetangganya dan terimalah pesenan (-ku untuk berbuat) kebaikan kepada perempuan-perempuan, karena mereka itu dijadikan dari tulang rusuk, sedang tulang rusuk yang paling bengkok ialah yang paling atas. Jika engkau hendak luruskan dia, niscaya engkau patahkan dia; dan jika engkau biarkan dia, tetaplah ia bengkok. Oleh itu, terimalah pesenan (-ku untuk berbuat) kebaikan kepada perempuan-perempuan. (H. R. Bukhori)


Wahai akhowati fillah, tempatkan dirimu pada posisi yang tepat, hargai ikhwan, siapapun ia, jadikan ia pemimpin, ingatkan jika khilaf. Selalu lihat fitroh antunna sebagai akhowat, contohlah para shohabiyat yang mulia.


Wahai ikhwani fillah, tempatkan dirimu pada posisi yang tepat, hargai akhowat, siapapun ia, pimpinlah, luruskan jika menyimpang. Selalu lihat fitroh antum sebagai ikhwan, jadilah pemimpin, contohlah para shohabat yang mulia.
Mereka berdua, kedua akhwat itu menjadi inspirasi untuk terus berkarya, memimpin, dan selalu di depan....

Allohu a’lam...

Suhanakallohumma wa bihamdika asyhadu an laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik...

Di Saat yang Sama...


Di saat yang sama, ketika kita jatuh cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita bahagia 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita dilambungkan ke langit oleh cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita dihancurkan remuk redam oleh cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita dibuat merana oleh cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita meratapi cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita patah hati karena cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita bersedih mengenang cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita merasa dunia ini tak adil terhadap cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita merasa cinta tidak memahami keinginan-keinginan kita 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita merasa sepertinya tidak akan bahagia seumur hidup karena kehilangan cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Suatu saat, seseorang merasa dirinya adalah orang paling menderita di dunia karena kehilangan cinta yang didambanya 
Padahal sesungguhnya tak hanya dia, dia hanya satu dari jutaan orang yang mengalaminya 
Semestinya ia tak perlu terlalu dalam menyayat-nyayat hatinya 
Tenang saja, banyak yang juga mengalami hal serupa, tak menutup kemungkinan ada yang lebih menderita


Jadi, ngapain menderita demi cinta? 
(Hahaha... jadi ingat iklan sebuah produk permen yang ditayangkan di televisi ^_^)


Cinta agung, cinta ibadah... 
Pengorbanan dan derita menjadi sebuah bentuk penghambaan kepada Yang Tercinta 
Yah, jika dan hanya jika cinta kepada-NYA 
Mencintai dan tidak mencintai hanya karena-NYA 
Bertemu dan berpisah atas kehendak-NYA 
Berjalan, merangkak, berlari di jalan-NYA 
Hidup mati di atas keimanan kepada-NYA 
Cinta... cinta... 
Oh, cinta... 
ALLOH...

MP4-ku ngadat...

Penting gak ya...
Mau posting tapi alat transfer data alias MP4-ku not recognized. Flashdisku dulu dipinjem temannya temanku malah rusak. Setelah itu diganti ma yang baru. Lha, yang baru itu diminta sama adekku karena flashdisknya kupinjam dan tutupnya hilang, katanya minta ganti, tukeran. Flashdisk punya adikku yang dituker sama punyaku tu pecah, keinjek di warnet, soalnya colokan flashdisknya di bawah, pas asyik download kajian MP3 malah keinjek dan pecah, masih nyala sih, tapi nggak portable.

Yah, ngerjain skripsi aja lah... =)
Oya, selain itu MP4-ku tu bisa buat ngrekam tapi nggak bisa diputer di komputer, cuma bisa didengerin lewat MP4 itu, aneh gak sih.
Dulu, pas baru beli sekitar sepekan gitu, LCD-nya rusak, langsung diservis n mbayar.
Eh, skarang malah rusak lagi. Perlu "lem biru" apa ya? "Lempar, beli yang baru!". Tadi bapakku minta tolong dibeliin flashdisk buat sekolahannya. Minta dibeliin sekalian apa ya? He3x. Aku jadi kangen sebuah benda bernama Disket alias 3 1/2 floppy. Murah dan bisa dibuang sekali2. Gimana kabar benda itu ya? Apa sudah tidak diproduksi lagi?

Dah ah, postingnya kapan-kapan aja...
Ayo skripsi... katanya pengen lulus Februari?! Pecahkan rekor! Sebulan jadi... Hwahaha...

Surat dari Seorang Ukhti...


Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalaamu'alaikum Akhi yang dicintai oleh ALLOH…

Akhi, walaupun pada akhirnya komunikasi antara kita akan terputus, tapi percayalah Akhi, persaudaraan antara kita begitu berarti dan indah. Ana tidak akan menjadikan Antum sebagai bagian dari sebuah kenangan, karena kadang kala kenangan itu bisa terhapus dari memori kita, sedangkan ana tidak akan mungkin dapat menghapuskan sosok Antum yang begitu menancap kuat dalam kehidupan ana. Bersama Antum, ana begitu merasakan nikmatnya ghiroh Islam, nikmatnya hidup yang sesuai syar'i. Berkat Antum pula, ana menjadi sosok yang lebih kuat menghadapi berbagai ujian yg terbentang di depan mata.

Akhi, Antum tahu bahwa ana mencintai Antum semata karena cinta ana pada ALLOH. Antum tahu akan hal itu sedari awal. Ingatkah Antum akan salah satu nukilan hadits dari Kitab Riyadhus Shalihin ini..?

Dari Anas r.a. dari Nabi SAW, sabdanya: "Ada 3 perkara, barangsiapa yg 3 perkara itu ada di dalam diri seseorang, maka orang itu dapat merasakan manisnya keimanan yaitu: jika ALLOH dan Rasul-NYA lebih dicintai olehnya daipada yang selain keduanya, jika seseorang itu mencintai orang lain dan tidak ada sebab kecintaannya itu melainkan karena ALLOH dan jika seseorang itu membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh ALLOH dari kekafiran itu, sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke dalam api neraka." (Muttafaq 'alaih).

Itulah dasar kecintaan ana pada Antum. Namun Akhi, bila kecintaan ini justru menyebabkan ana terlena pada cinta dunia yang semu belaka ini dan melupakan tujuan akhir kita semua akan terkecapnya akhirat abadi yang manis di dalam taman-taman syurga, betapa ana telah mengkhianati manisnya keimanan itu.

Terlebih lagi Akhi, kita berdua tahu, terkadang suatu hal diawali dengan niat yg mulia, niat yang tulus, namun pada perjalanannya, semua niat itu menjadi berbelok arah, menyimpang, bahkan menelusuri jalan yang benar2 berlawanan. Katakanlah duhai Akhi, ALLOH meridhoi niat awal kita, namun apakah ALLOH masih akan meridhoinya setelah dilihatnya kita menempuh jalan yg tidak seharusnya?? ALLOH akan murka, Akhi. Sungguh Akhi, kita tidak akan sanggup untuk menghadapi kemurkaan-NYA. Sungguh Akhi, bukankah hidup ini adalah menuju ridho-NYA??

Akhi, setan tidak akan pernah berhenti menggoda, mengganggu dan menggoyahkan keimanan manusia. Namun Akhi, kita-pun patut untuk becermin diri. Apakah kita yg lemah ataukah setan yang kuat dalam segenap usahanya itu?? Akhi, janganlah kita mengotori niat mulia kita, hanya karena bombardir setan yang akan semakin kencang menggemuruh karena senangnya dia melihat kita yang semakin lemah. Maka Akhi, sudah tiba saatnya kita kembalikan semangat kemuliaan niat kita pada tempatnya yang semula, tempat yang semestinya. Kita pasti bisa, Akhi.

Shaykh Abbas as Siisi dalam kitabnya Al Thariq ilal Quluub, mengatakan bahwa cinta karena ALLOH adalah pintu menuju hati. Namun perlu diperhatikan bahwa cinta karena ALLOH dan persaudaraan karena-Nya itu, bukan sarana untuk menikmati pelampiasan perasaan, atau untuk membuang-buang waktu dengan mengobrol, atau kegiatan lain yang mengasyikkan namun tanpa faedah.

Bila kita menelaahnya dengan seksama, dan mengembalikan semuanya dengan melihat kondisi yang ada pada diri kita saat ini, apakah layak kita mengagungkan diri sebagai bagian dari pecinta ALLOH??

Marilah Akhi, kita kembalikan kesucian cinta kita pada ALLOH dengan berpijak kembali pada niat awal kita bahwa cinta dan persaudaraan karena ALLOH adalah dengan mencurahkan perasaan, berjuang untuk membantu saudaranya demi peningkatan potensi diri secara bersama-sama, dengan tarbiyah dan takwiniyah, "penyemaian biji", "pencabutan rumput", dorongan semangat dan hasrat, penyebaran dakwah melalui persaudaraan yang tulus, ibadah yang khusyuk, serta kontinuitas dalam menyampaikan dakwah dengan cara yang baik.

Akhi, bukankah niat mulia antum telah berhasil terlaksana. Antum bisa lihat lewat segala perubahan menuju kebaikan yang telah Antum lakukan untuk ana. Tanpa adanya dukungan kuat dari Antum, ana pasti masih akan terseok-seok, tertatih-tatih di bagian terbawah dari tangga kehidupan yang terus menjulang dan bahkan mungkin saja sebelum ana berhasil melampaui satu undakan, ana justru malah menukik dan terhempas kembali ke dasar.

Akhi, sekarang ini izinkan ana untuk mempercayai kekuatan diri ini, kekuatan yang akan selalu mendapatkan perlindungan penuh dari KEKASIH TERCINTA, KEKASIH TERAGUNG. Janganlah Akhi mengkhawatirkan diri ana. Akhi bilang, Akhi takut akan kehilangan ana. Kenapa harus takut, Akhi??? Yang harus kita takuti adalah, bahwa saat KEKASIH TERCINTA kita memanggil kita, kita belumlah siap membawa bekal yang cukup, cinta yang penuh yang semata untuk-NYA.

Akhi, bila sekarang kita mesti berpisah, yakinlah bahwa kelak kita akan berkumpul bersama di taman Firdaus. Mengecap nikmatnya buah dari keimanan kita. Buah dari kecintaan kita pada-NYA.


Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.


Hmm... Bagaimana aku harus membalas surat ini? Surat ini begitu menguatkan sekaligus melemahkanku... Ya Alloh, aku sudah tidak ingin berurusan dengan masalah ini. Aku sudah menyerahkan semuanya pada-Mu. Apapun kehendak-Mu, aku akan mengiyakan. Aku sungguh mencintainya, namun aku jauh lebih mencintai-Mu. Aku yakin begitu pula dirinya juga merasa sepertiku. Karena-Mu kami bertemu, karena-Mu pula kami berpisah. Kami mohon ampun atas rasa yang belum halal yang sempat kami kecup. Somoga langkah kami ini menjadi penebus atas semuanya jika cinta sebuah dosa...

Dalam lubuk hatiku yang pasti Engkau pun tahu, aku ingin bersamanya. Jika Engkau mengizinkan, pertemukanlah kami kembali dalam keadaan yang lebih baik. Jika dan hanya jika semuanya akan menjadi lebih baik. Tapi jika menurut ilmu-Mu ada ketetapan lain yang jauh lebih baik, tetapkanlah urusan itu untuk kami dan buat kami ridho menerima ketetapan itu.

Alloh, ambillah semua yang kini ada di sisiku, tapi jangan Kau ambil cinta-Mu kembali. Aku sungguh mencintai-Mu, lebih dari segala cintaku pada makhluk-Mu. Aku tahu, diriku dan cintaku begitu kecil di mata-Mu tapi aku mohon, izinkan aku mencinta-Mu, jangan jadikan aku kekasih yang tak Kau anggap. Jika Engkau pernah cemburu melihatku menerjang ketidakhalalan karena khilafku, maafkan aku, aku ingin kembali pada-Mu, sesungguhnya hanya Engkaulah Penerima Taubat. "Seperti seorang yang kehilangan untanya lalu tiba-tiba unta itu kembali padanya", meski aku kembali pada-Mu berlumur dosa, aku berharap Engkau masih mau menerimaku.

Hanya karena-Mu aku jadi merasa kuat menjalani perpisahan ini, kami merelakan kenyamanan kami demi cinta-Mu, demi kenyamanan akhirat dan terbebas dari tuntutan-Mu di hari pengadilan-Mu.



Untukmu wahai Ukhti yang juga dicintai oleh Alloh...

Wa 'alaykumussalaam wa rohmatullohi wa barokaatuh...

Ukhti, ana rasa kita sudah sama-sama tahu, dan sekarang juga sama-sama dewasa. Memang, kenangan bersama Anti begitu indah pula. Anti telah mengajarkan banyak hal pada ana, untuk terus bersabar, untuk berusaha mengetahui bagaimana caranya membuat orang lain berhenti dari tangis dan mengajaknya senantiasa tersenyum.

Bersama Anti, ana merasa menjadi al-Akh yang hebat, justru karena Anti lah ana jadi berusaha menegakkan perkara syar'i, bagaimana berhubungan dengan akhowat bukan mahrom, ana selalu menjaganya, hanya wilayah hati yang tak terkekang sampai tiba saat kita mempunyai kesimpulan yang sama, bahwa semua ini harus diakhiri. Semua ini harus diakhiri, menjadikannya halal atau tidak sama sekali. Istikhoroh menjadi pilihan kita karena itulah petunjuk dari tauladan kita ketika berada dalam kegundahan mengenai pilihan-pilihan yang menentukan dalam hidup.


Jabir bin Abdillah rodhiyallohu 'anhu berkata: Adalah Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam mengajari kami sholat istikhoroh untuk memutuskan segala sesuatu, sebagaimana mengajari surah Al-Qur'an. Beliau bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaklah melakukan sholat sunnah dua roka'at selain sholat fardhu, kemudian bacalah do'a ini: 

'Ya Alloh, sesungguhnya aku minta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu dan aku mohon takdir-Mu dengan kemahakuasaan-Mu, aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau berkuasa, sedang aku tidak berkuasa. Dan Engkau mengetahui sedang aku tidak mengetahui. Dan Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghoib. Ya Alloh, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaklah menyebut persoalannya) baik untukku, dalam agamaku dan penghidupanku dan akibatnya terhadap urusanku -atau Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: di dunia atau akhirat (terdapat keraguan perawi hadits), maka takdirkanlah untukku dan permudahlah bagiku lalu berkahilah bagiku di dalamnya. Dan apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, dalam agamaku dan penghidupanku dan akibatnya terhadap urusanku, maka jauhkanlah ia dariku dan jauhkanlah aku darinya dan takdirkanlah untukku kebaikan bagaimanapun keadaannya lalu buatlah aku ridho dengannya.'" (H.R. Bukhori 7/162)


Ukhti, kita sudah sama-sama melakukannya, menyerahkan segala urusan pada Alloh, meminta agar DIA yang memilihkan urusan kita. Ketika ana begitu yakin untuk menjadikannya halal sedangkan Anti mendapati keraguan yang sangat, maka itulah jawabannya. Kita memang harus mengakhirinya, bukan memutus silaturohim tapi menjalani segalanya sesuai yang telah ditetapkan oleh Alloh. Bahwa belum saatnya kita merasakan kenyamanan ini, itu ketetapan-NYA. Meski perih, semuanya akan kita jalani demi Yang Tercinta.

Benar, sedari awal ana memang tidak pernah berharap lebih atas persahabatan kita. Ana hanya ingin melihat Anti menjadi lebih mawas menjalani hidup, tidak melulu keluh atau air mata. Ana ingin Anti tahu bahwa banyak yang menyayangi Anti, sahabat di sekitar Anti, dan masih banyak lagi. Ana ingin Anti menyadari bahwa Anti tidak menjalani hidup ini sendirian, Anti memang melangkah sendiri tapi jika Anti terpeleset atau terjatuh, yakinlah bahwa sahabat dakwah Anti sangat banyak. Hingga akhirnya Anti menjadi seorang ukhti yang terbuka dan sangat nyaman dengan akhowat lain, ana sangat bersyukur.

Ana sungguh bahagia dan bangga melihat kondisi Anti sekarang yang jauh lebih baik dari pertama kali kita dipertemukan oleh Alloh. Kini tak banyak lagi gerutu, tak banyak lagi muka masam, bahkan Anti bisa membuat banyak orang tersenyum. Rasanya tak salah yang ada dalam benak ana waktu itu, "Banyak yang berharap pada Anti, kedekatan kita hanya akan menghalangi harapan mereka."

Kini Anti telah bisa berjalan sendiri, meski sempat tertatih. Kini telah lengkap sayap peri Anti sehingga Anti bisa terbang penuh percaya diri. Telah Anti temukan banyak sahabat syar'i di sekeliling Anti dan tidak perlu lagi Anti mengisahkan segalanya pada ana.

Sesekali ana memang khawatir, entah takut kehilangan atau apa, tapi rasanya itu semua hanya bisikan syaithon. Ana mencemaskan Anti, siapa yang akan mengingatkan Anti ketika khilaf, ketika tidak perlu mencemaskan masalah dan Anti mencemaskannya, ketika Anti merasa sendirian. Ah, ana sudah membuangnya jauh-jauh Ukhti. Ana percaya pada Anti, ana percaya pada sahabat-sahabat yang ada di sekeliling Anti, dan yang terpenting ana sudah mempercayakan Anti pada Alloh, Yang Maha Mengatur segalanya, Yang Tidak Pernah Lalai mengurusi hamba-NYA.

Sekarang tinggal masing-masing dari kita menjaga diri agar tak lagi muncul bisikan syaithon atau syahwat yang mengajak kita untuk berlaku curang terhadap ketetapan Alloh. Jagalah diri Anti untuk Alloh, mungkin juga untuk suami Anti kelak, begitu juga ana bertekad seperti itu. Meski terkadang terasa berat, ana tetap yakin pada Alloh. Yakinlah bahwa kita berada di atas pilihan yang tepat, karena tidak ada pilihan lain bagi kita jika Alloh telah menetapkan sesuatu.

"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rosul-NYA telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-NYA, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata. (Q.S. Al-Ahzab: 36)

Ukhti, tolong maafkan segala khilaf ana, insya'alloh ana sudah memaafkan segala khilaf Anti, segala hal yang membuat kita saling tidak nyaman, segala hal yang menyakitkan, semoga kita bisa saling mengikhlaskan. Kalaupun semua yang pernah terjadi di antara kita tidak bisa hilang begitu saja, simpanlah rapat-rapat, jangan biarkan seorang pun tahu. Sebagaimana yang pernah Anti katakan, "Jika kita menyimpan perasaan pada seseorang, biarkan hanya kita sama Alloh saja yang tahu, hingga saatnya tiba atau selamanya di hati saja". Mungkin tidak demikian dengan ana, serapi apapun ana menyimpannya, sepertinya semua orang sudah tahu, ana tidak bisa mengelak jika ana memang benar-benar menyayangi Anti, karena Alloh, semoga.

Mulailah lembaran baru Ukhti, kemauan yang akan menguatkan kita. Kita bisa karena kita biasa. Ana yakin kita bisa bersikap biasa ketika sewaktu-waktu bertemu. Suatu saat nanti semuanya akan semakin normal setelah ana dan Anti sama-sama telah mendapatkan pasangan yang tepat.

Terima kasih atas surat Anti. Sungguh, ana semakin yakin Anti di sana baik-baik saja dan semakin membaik, semakin sholihah, semakin bergelar muslimah sejati. Terima kasih atas banyak hal...

Ana hanya berharap Anti selalu bahagia menjalani hidup, senantiasa ditunjuki dan dilimpahi kasih sayang ALLOH serta lindungan-NYA, semoga yang terbaik yang kelak Anti temui, kemudahan serta barokah. Semoga kita termasuk dalam golongan umat yang dinaungi Alloh ketika tidak ada naungan selain naungan-NYA, dua orang yang bertemu dan berpisah hanya karena Alloh... Sungguh bahagia ana jika nanti kita bisa bertetangga di surga...


Wassalaamu 'alaykum wa rohmatullohi wa barokaatuh...


Semoga surat ini bisa menjadi insprasi bagi siapa saja yang ingin melepaskan diri dari belenggu tipu daya syaithon berupa kenyamanan terhadap lawan jenis yang belum halal.

Ini bukan surat pribadiku, hanya sebuah surat yang kusimpan dari medicalzone.org, diposting oleh seseorang, hasil browsing juga, lalu aku mencoba menempatkan diri pada sang Akhi dan membuat sedikit perenungan serta surat balasan. He3x, nampak riil nggak?

Sembari membaca surat tersebut. Ana yakin, bukan tetes kesedihan yang mengalir. Pastikan tetesan itu adalah air mata bahagia ketika kita bisa melepaskan sebentuk cinta insaniyah demi mendapatkan cinta ilahiyah yang jauh lebih agung.

Akhi, mantapkan hatimu untuk meninggalkannya. Biar ALLOH yang kan menjaganya. Cukuplah ALLOH sebagai penolong, sungguh hanya DIA sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Berharaplah agar dipertemukan dengan seseorang dan merasakan kembali “rasa itu” ketika semua telah dalam keadaan yang lebih baik dan halal, entah seseorang itu ia ataupun orang lain.

Kerja-kerja dakwah begitu banyak Akhi, akan ada waktunya untuk bernyaman diri, tapi mungkin bukan kini. Waktu itu akan tiba pada orang yang tepat, tempat yang tepat, dan saat yang tepat. Ketika itu, tak kan ada lagi yang bisa menghalangi kita untuk meraih jenjang yang lebih tinggi setelah ishlahun-nafsi, takwinul-baitil-muslimi…

Allohu a’lam…

CARA SYAR’I UNTUK MEMILIH PEMIMPIN NEGARA

Tahun 2009 adalah tahun yang dinanti-nanti oleh partai-partai yang ada di Indonesia untuk membuktikan eksistensi dalam mengadakan perubahan pada pemerintahan. Banyak partai Islam, Nasionalis, Marhaenis, dsb mendaftarkan diri sebagai partai peserta PEMILU 2009. Tidak sedikit keberadaan mereka menimbulkan perpecahan dan kisruh. Bendera warna-warni banyak dikibarkan di jalan-jalan, seakan negeri ini sedang ada perayaan. Perayaan atas terlupakannya nasib rakyat kecil? Allohu a’lam.

Terlepas dari sistem apa yang sedang dijalankan oleh negara kita –Indonesia- dalam memilih seorang Presiden, berikut ini cuplikan langsung cara syar’i untuk memilih pemimpin negara dari buku “Menggugat Demokrasi & Pemilu; Menyingkap Borok-Borok Pemilu dan Membantah Syubhat Para Pemujanya” karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdillah Al-Imam terbitan Pustaka Salafiyah. Semoga bisa menjadi bahan perenungan serta pengetahuan kepada kita semua.

Semoga saja daulah Islamiyah di Indonesia segera tegak. Laa ‘izzata illaa bil-islam, wa laa islama illaa bisy-syari’at, wa laa syari’ata illaa biddaulah; daulah khilafah rosyidah. Tiada kemuliaan tanpa Islam, tak sempurna Islam tanpa syari’at, tak akan tegak syari’at tanpa daulah; daulah khilafah rosyidah. Sya’ir itu senantiasa membuat kita bersemangat untuk tidak berhenti berjuang. Meski ujung perjalanan ini tak pernah kita ketahui, kapan Islam dimenangkan-NYA kembali, tugas kita adalah beramal dan berjuang. Titik peristirahatan kita adalah ketika kaki telah menapaki surga. Insya’alloh, aamin...

Thoyyib... Ada dua cara syar’i untuk memilih pemimpin negara yang dibenarkan agama dan yang disebutkan ketiga adalah cara terlarang. Inilah cara-cara tersebut:
PERTAMA: dengan pemilihan yang dilakukan oleh ahlul halli wal ‘aqdi. Ini adalah cara yang paling pokok dan keberadaannya ditetapkan oleh as-sunnah dan ijma’ (konsensus) para ulama kaum muslimin.


Siapakah ahlul halli wal ‘aqdi itu dalam istilah syari’at kita?
Jawabannya: Mereka adalah sekelompok orang dari kalangan kaum muslimin yang dipandang paling baik agamanya, akhlaknya, kecemerlangan idenya dan pengaturannya, mereka terdidi dari para ulama, pemimpin dan pembimbing umat.



Apa saja syarat wajib terpenuhi pada diri ahlul alli wal ‘aqdi?
Jawabannya:

  1. Islam. Orang kafir tidak boleh masuk ke dalam ahlul halli wal ‘aqdi, berdasarkan firman ALLOH ‘azza wa jalla, (tulisan arab tidak ditampilkan) “ALLOH sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Q. S. An-Nisa’: 141)
    Maka tidak boleh memberi kekuasaan kepada orang kafir atas orang Islam selama-lamanya dengan kesepakatan ulama kaum muslimin.
  2. Berakal. Anggota ahlul halli wal ‘aqdi harus orang yang berakal. Selain orang yang berakal, baik karena masih kecil atau karena hilang akalnya, tidak boleh memegang kekuasaan dan yang semisalnya sama sekali.
  3. Lelaki. Seorang perempuan tidak boleh menjadi ahlul halli wal ‘aqdi. ALLOH ‘azza wa jalla berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena ALLOH telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (Q. S. An-Nisa’: 34)
    Dan juga karena sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan bahagia suatu kaum yang memberikan (wewenang) urusan mereka kepada orang perempuan.” (H. R. Bukhori)
    Orang perempuan adalah orang yang kurang akal dan agamanya, sebagaimana ditegaskan dalam berbagai hadits Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Ini bukan berarti celaan kepada orang perempuan. Tinggalkan orang-orang yang pemikiran mereka terkontaminasi dengan pemikiran barat maupun timur. Mereka bingung dalam kesesatan. Mereka tercerai berai dengan penyimpangan mereka. Mereka binasa dengan kesesatan yang ada pada mereka. Mereka –dalam bandingannya dengan orang Islam- adalah laksana orang yang buta dengan orang yang mampu melihat.
  4. Merdeka. Disyaratkan pada setiap pribadi anggota ahlul halli wal ‘aqdi sebagai orang yang merdeka, karena budak tidak berkuasa atas dirinya, namun ia berada di bawah kendali tuannya.
  5. Taqwa. Ini suatu keadaan yang kokoh dalam jiwa. Taqwa membawa pelakunya kepada tindakan menjauhi dosa-dosa besar dan tidak terus menerus melakukan dosa kecil. Hal ini bisa diketahui dengan tersebarnya kabar tentang diri orang tersebut, atau karena ia telah dikenal di kalangan ahlul ilmi, karena ketsiqohan (kredibilitas) dan ketundukan kaum muslimin kepadanya.
  6. Ilmu. Anggota ahlul halli wal ‘aqdi disyaratkan orang yang mempunyai ilmu syar’i. Dengan demikian ia mengetahui kriteria orang yang berhak memegang tumpuk kekhilafahan dan kepemimpinan. Orang yang tidak mengetahui kriteria pemegang kekhilafahan maka tidak pantas bergabung ke dalam ahlul halli wal ‘aqdi. Anggota ahlul halli wal ‘aqdi hendaknya orang yang dikenal kecerdasan dan kebijaksanaannya. Hendaknya juga orang tersebut berpengalaman dalam bidang ilmu dan spesialisasinya, meski dalam perkara dunia.
  7. Tidak berafiliasi kepada ahlul ahwa’. Bila ada salah seorang anggota ahlul halli wal ‘aqdi orang yang berafiliasi kepada ahlul ahwa’ dari kalangan ahlul bid’ah dan orang-orang sesat maka (dikhawatirkan) dia akan berupaya untuk memilih orang-orang yang mendukung penyimpangannya atau orang yang ikut mempopulerkannya.
  8. Baligh. Hendaknya dia ini orang yang telah baligh.

Catatan: Tidak disyaratkan tentang berapa jumlah anggota ahlul halli wal ‘aqdi. Bukanlah suatu keharusan baha semua orang yang layak duduk sebagai ahlul halli wal ‘aqdi untuk masuk bergabung di dalamnya. Namun ahlul halli wal ‘aqdi yang mu’tabar (diakui) adalah yang memiliki kemampuan, kekuatan, dan para pembimbing manusia.

Tugas ahlul halli wal ‘aqdi
  • Bila yang berhak menjadi pemimpin lebih dari satu orang, maka ahlul halli wal ‘aqdi harus menentukan siapakah yang paling berhak atas kepemimpinan tersebut dengan (melihat) sifat-sifat yang syar’i. Setelah itu mereka harus memilihnya. Suatu hal yang harus diperhatikan hendaknya mereka mengangkat pemimpin yang paling memberikan manfaat –jika tidak ada yang paling utama-. Jika kedua sifat ini (paling bermanfaat dan paling utama) ada pada pribadi seseorang maka itu kesempurnaan yang langka sekali. Ahlul halli wal ‘aqdi harus memperhatikan orang yang paling cepat didengar oleh manusia (paling berwibawa, penerj) dan mereka juga harus mampu menjaga situasi serta kondisi zaman kala itu (agar tetap stabil).
  • Tugas mereka juga membai’at orang yang paling berhak untuk memegang kekhilafahan dan kepemimpinan.

Pengertian Bai’at
Berjanji setia kepada orang yang dibai’at untuk mendengar dan taat dalam perkara selain maksiat, dalam keadaan suka maupun tidak suka, sulit maupun lapang dan tanpa menentang perintahnya. Ini –menurut pendapat yang benar- hukumnya adalah wajib kifayah.


Syarat sahnya bai’at:
  • Orang yang dibai’at harus memenui syarat-syarat menjadi imam/ pemimpin.
  • Dibai’at oleh ahlul halli wal ‘aqdi.
  • Orang yang sudah berhak untuk membai’at memenuhi permintaan untuk membai’at, bila tidak mau maka tidak terwujudlah kepemimpinannya.
  • Bai’at atas Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan perkataan dan perbuatan yang nampak dan yang tidak nampak.
Apa selanjutnya setelah bai’at?
  1. Haram bagi anggota ahlul halli wal ‘aqdi untuk membatalkan bai’atnya. Pembatalan terhadap bai’at merupakan dosa besar. Imam Muslim dan lainnya telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar rodliyallohu ‘anhu bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Barangsiapa yang telah membai’at seorang imam, maka berarti dia telah memberikan kesetiaannya dan buah hatinya, maka taatilah semampunya. Bila datang orang lain (hendak) mencabut keimamahan tersebut maka bunuhlah orang itu.”
  2. Dia harus bersabar bila melihat sesuatu yang ia benci pada diri pemimpinnya. Ada suatu riwayat dari Ibnu Abbas rodliyallohu ‘anhu bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melihat sesuatu yang dibenci pada diri pemimpinnya maka bersabarlah, sesungguhnya tiada seorangpun yang berpisah dari jama’ah walau satu jengkal melainkan ia mati dalam keadaan jahiliyah.” (H. R. Bukhari dan Muslim)
  3. Juga disyari’atkan bagi selain ahlul halli wal ‘aqdi dari kalangan masyarakat umum untuk membai’at kepada pemimpin yang telah dibai’at oleh ahlul halli wal ‘aqdi. Bai’at mereka dinamakan bai’at ketaatan. Sedangkan bai’at ahlul halli wal ‘aqdi dinamakan abai’at sahnya kepemimpinan dan mendengar serta taat.
  4. Orang yang telah membai’at seorang imam tidak boleh membai’at imam lainnya, sebagaimana telah berlalu pembahasannya.
  5. Termasuk tugas ahlul halli wal ‘aqdi adalah mengawasi penguasa dan mengajukan koreksi dengan kaidah-kaidah syar’i dan melengserkan mereka bila memang syari’at menuntut demikian. Tentu dengan syarat tidak menimbulkan mafsadat yang lebih besar.
KEDUA: dengan cara janji atau pengangkatan (dari pemimpin yang sebelumnya). Khalifah (pemimpin) yang berkuasa menjanjikan kepemimpinannya kepada seseorang. Pengangkatan pemimpin (istikhlaf) seperti ini merupakan perkara yang disyari’atkan. Inilah yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shidiq rodliyallohu ‘anhu ketika beliau mewasiatkan kepemimpinannya kepada Umar bin Khaththab rodliyallohu ‘anhu.
Orang yang mengangkat pemimpin (setelahnya) harus memenuhi syarat-syarat tertentu, agar pengangkatannya benar. Syarat-syarat tersebut adalah:
  • Syarat-syarat untuk menjadi pemimpin melekat pada diri orang yang diangkat menjadi pemimpin. Seperti Islam, merdeka, baligh, berakal, lelaki, dan adil.
  • Orang yang diangkat menjadi pemimpin menerima dan ridha atas hal tersebut. Jika orang tersebut menolak maka wasiatnya tidak diterima.
  • Orang yang diangkat menjadi pemimpin hadir (tidak ghaib) atau dihukumi sebagai orang yang hadir.
  • Pemimpin yang mengangkatnya saat itu masih memegang kepemimpinan. ? Pemimpin yang mengangkat (penggantinya) telah bermusyawarah dengan ahlul halli wal ‘aqdi, dan mereka menyetujuinya tanpa ada paksaan dan tekanan.
  • Pengangkatan tersebut tidak diberikan kepada kerabat pokoknya atau cabangnya (kerabat pokok seperti bapak, paman, dan seterusnya. Cabang seperti anak, cucu, dan seterusnya. [penerj]). Ini pendapat yang rajih (kuat) berdasarkan pada beberapa hal:
    • Mengikuti jejak khulafaur Rasyidin. Kalaulah ini hanya sekadar syubhat, maka cukuplah dengan jauh darinya, dan Abu Bakar tidaklah mengangkat anaknya, Umar tidak mengangkat anaknya, Utsman juga tidak mengangkat anaknya dan demikian juga Ali, semoga ALLOH meridhai mereka semua.
    • Seorang pemimpin meskipun telah mencapai taraf ketaqwaan, kebaikan dan kewara’an maka dia tetap dalam bingkai seorang manusia. Padanya ada kecenderungan, naluri, tabiat dan dorongan jiwa kepada kebaikan dan keburukan. Ia bisa benar, bisa juga salah. Kadang berbuat dosa dan juga meminta ampun, ia tidaklah ma’shum (terjaga dari dosa). Kadang sebagian anggota ahlul halli wal ‘aqdi berbasa-basi kepadanya, kadang pula ia melakukan sedikit pemaksaan. Yang paling menenangkan jiwa adalah menjauhi semua syubhat ini, dan menunaikan amanah dengan sempurna. Saya tidak mengira bahwa pada umumnya orang yang mengangkat kerabat pokoknya atau cabangnya selamat dari perbuatan menipu amanah ini.
    • Bila kecenderungan ini terjadi dari orang yang bertaqwa, maka bagaimana lagi bila terjadi pada orang yang lemah imannya dan sedikit ilmunya?
    • Di samping apa yang disebutkan di atas, telah diketahui bahwa pada umumnya orang yang mengangkat bapak atau anaknya atau yang semisal mereka, pastilah mereka melakukannya karena (perkara) keduniaan, juga karena mereka mementingkan diri sendiri daripada kepentingan agama dan umat. Inilah bentuk penipuan yang nyata terhadap umat. Mereka menjadikan amanah kepemimpinan ini –perkara din yang ALLOH berikan kepada siapa yang Dia kehendaki- menjadi sekedar sebuah warisan.
    • Membatasi kepemimpinan dan khilafah hanya pada keturunan pmimpin derta menjadikannya sebagai warisan turun temurun merupakan perbuatan yang menyelisihi apa yang dilakukan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan Khulafaur Rasyidin.

Catatan: Umum diketahui bahwa daulah-daulah Islam seperti Umawiyah, Abbasiyah dan lainnya dahulu menjalankan suksesi kepemimpinan dengan cara mewariskannya secara turun temurun. Namun yang utama adalah apa yang dilakukan oleh para Khulafaur Rasyidin. Bagaimanapun juga, suksesi kepemimpinan dengan cara seperti ini (menyerahkan kepada anak keturunan dan yang semisalnya) bukan berarti meniadakan bai’at dan kewajiban mendengar dan taat dalam kebaikan seperti yang dilakukan oleh para ulama kaum muslimin. Wallohu a’lam.

Catatan: Sebagian ulama ada yang mengutamakan cara istikhlaf (pengangkatan pemimpin oleh pemimpin sebelumnya) daripada cara pemilihan oleh ahlul halli wal ‘aqdi. Yang kedua ini lebih kuat, sebagaimana Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam meninggalkan para sahabat dalam keadaan tidak melakukan istikhlaf. Namun jika seorang imam melihat bahwa orang-orang yang setelahnya telah berselisih dan banyak berbuat kerusakan maka ia bisa melakukan tindakan tegas dengan memilih salah seorang kaum muslimin untuk memegang kepemimpinan setelahnya. Tujuannya ialah demi menangkal perselisihan dan mengupayakan persatuan. Wallohu a’lam.

KETIGA: ini cara yang haram dalam syari’at Islam. Yakni cara pemberontakan dan kudeta serta yang serupa dengan itu. Ini semua haram. Namun, bila si pemberontak ini ternyata menang dan menjadi pemimpin, maka tetap wajib taat kepadanya dalam perkara yang tidak bermaksiat kepada ALLOH dan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan perbuatan dosanya ketika memaksa menindas manusia adalah tanggungan dirinya sendiri (si pemimpin).

Dengan pembahasan yang ringkas ini, jelaslah bagi kita tentang betapa besar perhatian agama Islam terhadap perkara kepemimpinan dan pengaturan terhadap kaum muslimin. Semua syarat dan kaidah ini telah terealisasi pada zaman khulafaur rasyidin. Itulah kewibawaan, keamanan, kebaikan, dan agama.

Gimana? Islam keren kan? Dari buang air sampai pemerintahan, dari bangun tidur sampai tidur lagi, dari lahir sampai mati, semua ada tuntunannya dalam Islam. 



So, masih mau cari referensi dari barat? Nggak deh... 
Islam is my way of life...

Kenapa Bikin Blog?

Berikut ini adalah beberapa alasanku membuat halaman berisikan tulisan-tulisan dan berbagai macam hal yang ada di dalamnya alias web-blog. Manusia melakukan sesuatu pasti ada tujuannya, dalam pelajaran sosiologi SMA dijelaskan bahwa manusia mempunyai "saubjective meaning of action" yang bisa jadi hanya diketahui oleh "pelaku" itu sendiri.
    Coba perhatikan: 
  1. "Mas, mas Akhid punya blog nggak?"
    Itu pertanyaan dari adik AAI-ku (Asistensi Agama Islam, FK UGM). Jadi tertariklah aku dengan kosakata baru "blog". Dulu sempat antipati karena mungkin akan buang-buang waktu bermain di dunia internet. Akhirnya dengan bekal nothing aku mencoba membuat blog di profil friendsterku. Keinginan memberi manfaat dan semakin dekat dengan adik AAI yang hobi ngutak-atik dunia maya itu mendorongku mengetahui dunia blog lebih jauh. 
    Suatu hari aku bertanya pada seorang kawan yang kuliah di KOMSI UGM, "Eh, emang keuntungan ngeblog tu apa?" 
    Dijelaskannyalah macam-macam, mulai dari menambah silaturohim, popularitas, hingga hubungannya dengan masalah finansial. Waktu minta diajari eh malah suruh mbaca buku, waktu itu masih agak eneg dengan bahasa-bahasa komputer jadi males banget. 
    Tanpa mengetahui banyak seluk beluk blog dan segala hiruk pikuknya, kubuatlah halaman ini. Hanya ingin orang lain membaca dan semoga ada kemanfaatan, semoga saja ada seseorang yang mungkin tidak kukenal, hanya karena nyasar membuka blog-ku lalu dia mendapat hidayah. Ah, semoga... 
  2. Banyaknya hal nggak penting
    Berapa banyak iklan, situs, dan aktivitas nggak penting di dunia internet? Semoga sedikit halaman ini minimal bisa mewarnai orang-orang yang tidak sengaja maupun sengaja silaturohim liat-liat blog ini. Entah isi dari blog ini akan dianggap penting atau nggak penting, semoga bisa mengurangi atau mengimbangi ketidakpentingan sebuah aktivitas bernama surfing alias nge-net
  3. Alasan penting!
    Diriwayatkan dari sahabat Ibnu 'Umar rodhiyallohu 'anhu, bahwasanya Rosulullohu shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah dibenarkan bagi seorang muslim yang dia itu mempunyai sesuatu untuk dia washiyatkan, sampai berlalu dua malam, kecuali baginya adalah menulis washiyat itu -kecuali washiyat itu tertulis disisinya-" (Muttafaqun 'alaih, H.R. Bukhori dan Muslim) di dalam riwayat Muslim, Rosulullohu shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "lebih dari tiga hari". Ibnu 'Umar berkata, tidaklah berlalu satu malam pun semenjak aku mendengar sabda Rosulullohu shollallohu 'alaihi wa sallam tersebut kecuali senantiasa wasiyatku ada disisiku.
    Yup, sebuah hadits yang kudengarkan dari sebuah kajian MP3. Kita diperintahkan menulis washiyat paling lama dua sampai tiga hari setelah kita mendapati sebuah washiyat tersebut untuk disampaikan. Hal ini adalah untuk mengantisipasi kematian yang datang tanpa permisi. Agar keluarga atau ahli waris kita bisa melaksanakan washiyat kita. Misal kita masih punya utang kepada seseorang, tulislah! Kalau kita keburu mati, ahli waris kita jadi tahu kalau kita ternyata punya utang. Bisa meringankan qishosh akhirat lho... 
    Bukankah kita diperintahkan untuk saling menasihati dan berwashiyat kepada orang lain? Coba lihat lagi Surat Al-'Ashr di Al-Qur'an juz 30! Sekalian tafsirnya kalau perlu.

Hmmm... baru sedikit alasan tapi yang jelas, kemanfaatan dan barokah lah yang kuharap, serta ridho-NYA... 
Dan setelah sedikit mengenal apa itu tags HTML, HEAD, BODY, HEADING, TABLE, FORM, FRAME, dsb dari hasil download e-book (Hah! bahasa komputer memang aneh, tapi ternyata seru!) aku mulai menyenangi nge-blog. 
Oya, tahukah bahwa ngeblog, nggeblok, dan kata yang sejenis atau terdengar mirip itu berarti "aktivitas membuat konblok/ paving" di dusunku? He3x penting ya?


OK! That's just a little reason why I interest to make a web-blog. 
Jangan lupa! kunjungi www.pejuangperadaban.blogspot.com

GIE

Sampaikanlah pada ibuku, aku lulus terlambat waktu, ku akan menaklukkan malam dengan jalan pikiranku...
Sampaikanlah pada bapakku, aku mencari jalan atas semua keresahan-keresahan ini, kegelisahan manusia...
^_^