Laman

Ringtone HP dan Kematian

Dalam pelatihan (short course) perawatan jenazah yang diadakan oleh FOSDA MM UGM (Forum Studi dan Dakwah Masjid Mardliyah UGM) pada hari Sabtu-Ahad tanggal 27-28 Desember 2008 pukul 08.30-11.30 WIB ustadz Ms. Saifuddin berkisah mengenai keadaan orang-orang yang sedang sakarotul maut di RS PKU Muhammadiyah Jogjakarta.

Pengalaman ustadz Saifuddin menjadi rohaniawan selama sekitar 23 tahun memberi banyak pelajaran terutama mengenai sakarotul maut. Beliau menceritakan keadaan orang yang menyedihkan ketika sakarotul maut serta keadaan yang menggembirakan.

Kita mulai dengan kisah menggembirakan dahulu...

Ada seorang pasien yang ketika dibimbing sangat patuh dan menunjukkan ketenangan dirinya. Pasien itu dalam keadaan duduk, minta dibimbing mengucap kalimat thoyyibah. 
"Ya, mari pak, saya bimbing." ujar ustadz Saifuddin. 
Pasien membaca kalimat thoyyibah, lalu mengatakan, "Pak, koq saya pengen tiduran ya..." 
"Oo..ya, silakan tiduran..." 
Setelah tiduran, pasien kembali membaca kalimat thoyyibah, lalu pasien merasa mengantuk, dan selesailah kisah hidup pasien tersebut. Keluarganya menangisi dan seterusnya. Nampak begitu mudah ya, nyawa dicabut tanpa erangan kesakitan...



Kisah selanjutnya tentang seorang ibu yang akan dioperasi. Ibu itu ketika sudah berada di brankard menunggu giliran operasi berkata pada ustadz Saifuddin, "Saya koq ngantuk ya Pak? Pengen tidur" 
"Ya, tidur dulu saja tidak apa-apa." 
"Pengen baca do'a dulu." 
"Ya, silakan, mari baca do'a." 
Ibu itu pun membaca do'a dan tertidur hingga giliran masuk ruangan operasi ibu itu tiba. 
"Bu, mari sudah mau masuk ruangan." ibu itu coba dibangunkan. 
Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un... Ibu itu tidak bangun lagi.


Subhanalloh... Kisah kedua mengingatkan pada kita agar senantiasa berdo'a sebelum tidur karena hakikat tidur adalah mati dan yang kuasa menghidupkan kita kembali hanyalah Alloh. Begitu pula seketika bangun tidur, tiada kata lain yang layak diucapkan seorang muslim kecuali syukur dan puji pada Alloh. "Segala puji hanya bagi Alloh yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan hanya kepada-Nya lah kita kembali"
Tentunya kita merasa nyaman melihat orang mengahadapi sakarotul maut tanpa menderita. Qodarulloh... Tapi juga ada orang yang sakarotul mautnya membuat kita ber-ta'awudz, semoga kita dijauhkan dan dilindungi Alloh dari susah dan sakitnya sakarotul maut. Semoga khusnul-khotimah dan tidak su'ul-khotimah...


Di antara keadaan menyedihkan orang yang sakarotul maut ialah seorang pasien yang sangat susah dibimbing mengucap kalimat tauhid "Laa ilaaha illalloh". 
"Pak, monggo maos kalimat thoyyibah, Laa ilaaha illalloh..." 
Pasien masih terdiam. 
"Monggo pak, Laa ilaaha illalloh..." 
Setelah beberapa kali dituntun mangucapkan laa ilaaha illalloh dan tidak bisa, Ustadz Saifuddin mengajak pasien mengucapkan "Allohu akbar". Beberapa kali tidak bisa juga, cukuplah kalimat "Alloh" yang ditalqinkan. 
"Monggo pak, Alloh..." 
"Owoh..." 
"Alloh..." 
"Owoh..." 

Begitu susahnya mengucap kalimat tauhid menjelang meninggal, padahal saat ini mungkin kita sangat fasih mengucapkannya. Semua atas idzin Alloh sehingga kita bisa mengakhiri hidup di atas kalimat "Laa ilaaha illalloh", semoga... Aamin, ya Alloh...


Kasus kedua yang menyedihkan adalah seorang pasien yang boleh dibilang cukup intelek bahkan sudah pergi hajji. Pasien tersebut ditunggui keluarganya di saat sakarotul maut. Ustadz Saifuddin menuntun pasien tersebut mengucap kalimat tauhid. Apa yang terjadi dengan pasien tersebut? Pasien itu mengeluh "Panas!" sambil mengibas-ngibaskan pakaian seakan memberi isyarat agar keluarganya melepaskan pakaian yang melekat di tubuhnya. Ustadz Saifuddin terus membimbingnya dan masih serupa, pasien itu mengeluh "Panas!" sambil menggerakkan tangan kanannya dari dada ke atas ke arah kepala sebelah kiri, mengelilingi kepala atas, kanan, lalu turun kembali dan terus turun melewati perut menuju kemaluannya. Pasien itu memegangi kemaluannya.

Keluarganya mencoba melepaskan pegangan tangan pasien itu. Pasien itu terus dituntun mengucap kalimat thoyyibah dan yang terjadi adalah hal yang sama, pasien kembali memegang kemaluannya. Berulang kali keluarga pasien melepaskan tangan pasien dan mungkin sampai merasa malu. Allohu a'lam apa yang menjadikan pasien itu dalam sakarotul mautnya terus menerus memegangi kemaluannya sendiri.

Kasus ketiga adalah seorang pasien yang berprofesi sebagai kondektur bis. Seperti biasanya dan memang disunnahkan, kewajiban seorang muslim ketika melihat saudara seiman atau bahkan orang kafir mendekati kematian, yang perlu dilakukan adalah menuntunnya membaca kalimat tauhid "Laa ilaaha illalloh". Kita diperkenankan mendatangi orang kafir yang hampir meninggal untuk menawarkan islam kepadanya. Hal ini sebagaimana Rosululloh menawarkan islam pada pamannya -Abu Tholib bin Abdul Muthollib- untuk mengucapkan kalimat "Laa ilaaha illalloh". Juga kisah Rosululloh ketika menawarkan islam kepada seorang anak yahudi menjelang anak itu meninggal, bi idznillah, anak itu akhirnya masuk islam di akhir hayatnya. Allohu a'lam...


Ketika ustadz Saifuddin menuntun pasien tersebut mengucap kalimat tauhid, pasien itu menyeru "Njonangun!" 
Sekali lagi dituntun, dijawab "Njonangun!" 
Ustadz Saifuddin bertutur bahwa pasien tersebut sampai ajal tetap berada dalam satu kalimat "Njonangun!" 
Setelah diusut ternyata pasien tersebut bekerja sebagai kondektur bis jurusan Wirobrajan-Rejowinangun. Masya'alloh...



Satu lagi kisah sakarotul maut yang menyedihkan tentang seorang Kiyai. Dikisahkan oleh ustadz Saifuddin bahwa suatu saat ada seorang kiyai dengan santri yang cukup banyak. Kiyai itu masuk rumah sakit PKU Muhammadiyah Jogjakarta dan mengalami sakarotul maut. Coba tebak, apa yang diucapkan sang kiyai ketika dituntun mengucapkan "Laa ilaaha illalloh"? Na'udzubillahi min dzaalik, kiyai itu berucap, "Syetan!" 

Ustadz Saifuddin menuntun perlahan, yang terdengar dari pasien masih saja "Syetan!" 
Sesuai intonasi talqin, kalimat "Syetan!" keluar dari mulut pasien. Jika dituntun "Laa ilaaha illalloh" dengan keras, kalimat "Syetan!" pun terdengar semakin keras dari mulut pasien.



Allohu akbar! Begitu dahsyatnya kuasa Alloh. Tidak ada yang bisa menjamin kita akan masuk surga kecuali Alloh. Belum, belum masuk surga, khusnul khotimah saja, tetap ada di tangan Alloh. Ingatlah salah satu hadits dari kumpulan Hadits Arba'in karya Imam An-Nawawi yang artinya: 

"Abu 'Abdurrohman 'Abdulloh bin Mas'ud Rodhiyallohu 'anhu berkata: Rosululloh bersabda kepada kami, sedag beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya, 'Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan ciptaannya dalam rahim ibunya, selama empat puluh hari berupa nutfah (air mani yang kental), lalu menjadi 'alaqoh (segumpal darah) selama itu pula, lalu menjadi mudghoh (segumpal daging selama itu pula, kemudian Alloh mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya dan mencatat empat hal yang telah ditentukan yakni rizki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagianya. Demi Alloh, Dzat yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya setiap kalian ada yang beramal dengan amalan penghuni surga hingga jarak antara dia dengan surga hanya sehasta (dari siku sampai ke ujung jari). Lalu suratan takdir mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka ia pun masuk neraka. Ada juga di antara kalian yang beramal dengan amalan penghuni neraka hingga jarak antara dia dan neraka hanya sehasta. Lalu suratan takdir mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli surga, maka ia pun masuk surga.'" (H.R. Bukhori dan Muslim)


Sungguh, kita tidak pernah tahu bagaimana akhir hidup kita sehingga kita hendaknya mengusahakan yang terbaik jika menginginkan akhir yang baik, serta do'a... Yah, tiada daya dan upaya kecuali milik Alloh, dengan idzin Alloh...

Apa yang kita kerjakan dan jadi kebiasaan semasa hidup nampaknya menunjukkan akhir kita seperti apa, meski bukan jaminan. Lihatlah seorang kondektur yang masa hidupnya berteriak-teriak menyeru jurusan bisnya, ketika meninggal ada yang sampai ketonto meneriakkan jurusan bisnya. Tapi tidak berarti semua kondektur akan sakarotul maut seperti itu lho...

Jadi khawatir... kalau kebiasaan kita menghujat dan mengeluarkan kata-kata kotor, jangan-jangan akhir hayat kita bukan di atas "laa ilaaha illalloh" tapi di atas nama-nama hewan dan kata-kata kotor.

Jadi khawatir juga... ketika terlalu banyak mendengarkan nasyid, jangan-jangan akhir hayat kita bukan kalimat tauhid tapi senandung-senandung para munsyid.

Bahkan khawatir... ringtone HP yang membangunkan kita sholat malam atau nada dering panggilan sahabat, atau SMS, atau MP3 yang sering kita dengar dari HP, jangan-jangan musik dan suara itu menjadi seruan akhir hayat kita.


Obrolan kita... 
Gurau dan canda kita... 
Bacaan kita... 
Tontonan kita... 
Hobi kita... 
Tempat-tempat favorit kita... 
Wirid kita... 
Obsesi kita... 

Ah... rasanya kita harus semakin berhati-hati dalam bertingkah pun berkata, berpikir, dan segalanya...

Marilah kita senantiasa meningkatkan kehati-hatian dan memperbanyak dzikir...


Yaa Alloh, matikan kami dalam keadaan khusnul-khotimah, kami berlindung pada-Mu dari kematian su'ul-khotimah, kami berlindung pada-Mu dari siksa dan neraka... Matikan kami dalam syahid di jalan-Mu... 

Yaa Alloh, rasanya aku ingin meminta segalanya dari-Mu, bahkan sepanjang hidupku mungkin tak kan cukup menguraikan permintaanku, aku mengaku tak kuasa, memang akulah hamba, sayangi aku, ampuni aku, ridhoi segala urusanku...


Alloh... aku mencintai-Mu... Ampuni aku...

Merah Saga

by: Shoutul Harokah


Saat langit berwarna merah saga 
Dan kerikil perkasa berlarian 
Meluncur laksana puluhan peluru 
Terbang bersama teriakan takbir



Semua menjadi saksi 
Atas langkah keberanianmu 
Kita juga menjadi saksi 
Atas keteguhanmu



Ketika yahudi-yahudi membantaimu 
Merah berkesimbah ditanah airmu 
Mewangi harum genangan darahmu 
Membebaskan bumi jihad palestina


Perjuangan telah kau bayar 
Dengan jiwa, syahid dalam cinta-NYA

Setetes Racun

"Setetes racun akan membunuhmu dan menjadikanmu tak mampu berbuat apapun. Kehidupan adalah perjuangan, menyelamatkan dirimu dari tetesan itu, tapi tetap menuju fana. Maka pilihlah cara yang baik bagi matimu, yang membawa kemuliaan di surga dan jangan sampai kau mati hanya karena urusan dunia yang akan melemparkanmu ke neraka."
(Khoththob, pemimpin mujahid Afghonistan)

Perjalanan Bersama Dua Sahabat

Suatu hari ada seorang yang ingin bepergian dari Jogjakarta ke Surabaya. Orang itu bernama si Fulan. Ia menuju Surabaya ditemani dua orang sahabat setia. Dua orang sahabat itu selalu mengikuti ke mana si Fulan pergi, berbelok, berhenti, makan, tidur, duduk, apapun kegiatan yang dilakukan si Fulan akan diikuti dua sahabat itu.

Awalnya si Fulan belum tahu ingin ke mana, ia kebingungan hingga kesana kemari tak tentu arah. Apalagi dua orang sahabat yang setia menemaninya selalu bertentangan pendapat ketika mereka bertiga menemui persimpangan jalan. Jika sahabat yang pertama memilih jalan ke kanan, sahabat kedua pasti memilih ke kiri, begitu pula sebaliknya dan seterusnya. Uniknya, dua sahabat itu selalu mengikuti arah manapun yang dipilih si Fulan. Jika si Fulan memilih jalan ke kanan yang disarankan sahabat pertama, sahabat kedua yang awalnya menyarankan ke kiri akan dengan sendirinya mengikuti jalan ke kanan yang dipilih si Fulan. Semakin bingung lah si Fulan karena dua sahabatnya tidak memberi saran penuh argumen dan pada akhirnya lagi-lagi pilihan ada di tangan si Fulan.

Dengan penuh keyakinan si Fulan memilih tujuan perjalanannya. Si Fulan memilih menuju Surabaya yang berarti arah perjalanan jika berangkat dari Jogjakarta adalah ke timur. Si Fulan menutup pilihan berjalan ke arah barat, ia merasa yakin bahwa ia harus berjalan ke arah timur. Berjalanlah si Fulan bersama dua sahabat setianya ke arah Surabaya. “Ke arah matahari terbit!” jawab si Fulan ketika kedua sahabatnya menanyakan ke mana mereka akan pergi.


Dalam perjalanan ke arah Surabaya, si Fulan dan dua sahabatnya menemui persimpangan pertama. Si Fulan belum meminta saran pada dua sahabatnya tentang jalan mana yang akan ditempuh agar sampai di Surabaya, tiba-tiba sahabat pertama menyeru, “Kiri!” 
Sahabat kedua berteriak lebih keras, “Kanan!” 
“Saya yakin jalan menuju Surabaya adalah ke arah kiri.” sahut sahabat pertama. 
“Bukan ke kiri, lebih baik kita ke arah kanan.” sahabat kedua membalas ucapan sahabat pertama. 
“Baiklah, kita ke kanan.” si Fulan mengambil keputusan ke arah kanan karena pernah mendengar cerita orang-orang bahwa jika ingin ke Surabaya, ketika menemui belokan pertama dari Jogjakarta semestinya kita berbelok ke arah kanan. 

Ketiganya berjalan ke kanan tanpa menghiraukan pertengkaran tadi.


Si Fulan merasa telah memilih jalan yang benar karena tidak berapa jauh dari persimpangan itu ia melihat tulisan berwarna putih di papan hijau yang menyatakan bahwa Surabaya memang bisa dilewati melalui jalan itu. Waktu berlalu dan sampailah si Fulan di persimpangan kedua. Kali ini si Fulan tidak kehilangan akal, ia bertanya pada pak Polisi. 
“Ke kiri nak!” jawab Polisi tegas. 
“Kita ke kanan saja!” sahabat pertama meyakinkan si Fulan. 
“Ikuti saja kata pak Polisi, kita ke kiri.” usul sahabat kedua. 
“OK! Kita ke kiri!” seru si Fulan lebih tegas dari kedua sahabatnya. 
Mereka melanjutkan perjalanan sesuai petunjuk pak Polisi.



Perjalanan itu berlalu sekian lama dan si Fulan mulai bosan dengan pertengkaran kedua sahabatnya tiap menemui persimpangan jalan. Sebenarnya si Fulan merasa bahwa sahabat kedua lah yang sering sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkannya yaitu Surabaya tapi arah yang diusulkan sahabat pertama juga pernah dipilih si Fulan dan sahabat kedua pun mengikutinya. 
“Lalu siapa yang sebenarnya tahu jalan ke Surabaya?” si Fulan mulai geram. 

Nampaknya dua sahabat itu memang membuat perjalanannya tidak nyaman dan selalu diliputi rasa was-was. 


Penjual peta di pinggir jalan menarik perhatian si Fulan. Ia merasa membutuhkan peta itu agar pertengkaran kedua sahabatnya bisa dengan mudah diselesaikannya. 
“Sahabatku, kini aku punya peta. Jika kalian bertengkar, aku akan melihat peta dan aku tidak akan bingung lagi dengan pilihan-pilihan jalan yang kalian tawarkan.” Si Fulan berpidato di depan kedua sahabatnya. 
“Silakan, kami akan mengikutimu.” jawab kedua sahabat hampir bersamaan.


“Kita ke kanan!” ujar si Fulan di suatu persimpangan jalan. 
“Ke kiri saja, saya kenal jalan ini.” sela sahabat pertama. 
“Yah, karena sudah ada peta, kita ke kanan saja, di peta juga menunjukkan ke kanan kan?” masih saja sahabat kedua berbeda pendapat dengan sahabat pertama. 
“Benar, peta ini mengatakan bahwa kita harus memilih arah kanan jika ingin ke Surabaya.” 
Sahabat pertama mulai kesal tapi tetap saja mengikuti jalan yang dipilih si Fulan bersama sahabat kedua.


Kejadian serupa dialami ketiganya, sampai akhirnya sahabat pertama tidak lagi didengar pendapatnya oleh si Fulan. Sahabat pertama memutuskan untuk diam saja mengikuti jalan yang dipilih si Fulan bersama sahabat kedua. Sesekali sahabat pertama memberikan saran, si Fulan hanya tersenyum lalu memilih jalan yang ditunjukkan sahabat kedua dan peta yang dibawanya hingga suatu hari mereka sampai ke tempat yang dituju yaitu Surabaya.
---------------------------------------------

Itulah gambaran kehidupan manusia yang dipenuhi oleh plihan-pilihan dan selalu terjadi pertengkaran antara nafsu dengan hati. Pilihan-pilihan itu boleh jadi tidak selalu perkara besar tapi juga menentukan ke arah mana manusia berjalan. Ketika kita mendengar adzan, nafsu mengatakan “Ah, nanti saja, belum iqomat” 
Hati menyarankan, “Bukankah kita harus bersegera kepada kebaikan? Mari segera ke masjid!” 
“Nanti saja, baca buku dulu, kan lebih bermanfaat? Iqomat masih lama koq.”


Begitulah keseharian kita dihiasi adegan dan dialog antara nafsu dengan hati. Sebenarnya kita sudah tahu bahwa hati selalu menunjukkan kepada kebenaran dan arah yang kita tuju namun bujukan dan argumen nafsu kadang lebih menarik.

Pertentangan antara nafsu dan hati tidak akan terlalu berarti bagi kita jika kita tahu tujuan dan sudah mempunyai peta ke arah mana kita akan menuju. Ikuti peta yang pasti sesuai dengan saran hati dan biarkan nafsu merasa kesal, toh ia juga akan mengikuti ke mana kita pergi. Jangan pernah dengarkan saran nafsu sehingga nafsu akan menjadi sahabat yang bisa kita kendalikan.Nafsu yang membuat kita tenang dan tidak terus-menerus berbuat onar dalam diri kita, itulah nafsu muthmainnah. Jika nafsu telah tunduk pada pilihan kita dan hati nurani yang sesuai dengan petunjuk ilahiyah, ketenangan hidup akan kita raih, insya’alloh, dan semua tentunya juga semata atas petunjuk dan kekuatan dari ALLOH.

Mari kita mujahadah, berjihad melawan hawa nafsu, bersungguh-sungguh menuju ALLOH...

Allohu a’lam...

Sedikit hikmah dari kajian tafsir surat Luqman oleh ustadz Syatori 'Abdur-ro’uf pada hari Rabu 3 Desember 2008 pukul 05.30-06.30 di Masjid Pogung Raya

Sajak Kala Fajar


Pagi ini begitu indah, 
Orkestra alam menjadi backsound munculnya cahaya merah kekuningan di timur jauh, 
Wangi tanah seusai hujan bagaikan aroma terapi bagi mereka yang lelah mencari makna hidup, 
Jika tanah bisa berkata-kata mungkin ia akan angkat bicara, 
Inilah hidup, hanya bermula dan berujung dengan tanah...


Menyungkurkan wajah ke tanah adalah fitroh manusia, 
Bagi mereka yang mendapati pagi, 
Bagi mereka yang mendapati iman masih dalam dada, 
Tak kan lena dengan sujudnya...



Sleman, 12 Desember 2008 
Tunduklah, sujudlah, jaga lima waktumu...

Bingkai Kehidupan

By SHOUTUL-HAROKAH


Mengarungi samudra kehidupan 
Kita ibarat para pengembara 
Hidup ini adalah perjuangan 
Tiada masa tuk berpangku tangan



Setiap tetes peluh dan darah 
Tak akan sirna ditelan masa 
Segores luka di jalan ALLOH 
Kan menjadi saksi pengorbanan



ALLOH ghoyatuna 
Ar-Rosul qudwatuna 
Al-Qur’an dusturuna 
Al-Jihadu sabiluna 
Al-Mautu fii sabilillah asma amanina



ALLOH adalah tujuan kami 
Rosululloh teladan kami 
Al-Quran pedoman hidup kami 
Jihad adalah jalan juang kami 
Mati di jalan ALLOH adalah cita-cita kami tertinggi

Tiga Macam Kencan

Anda tertarik dengan judul di atas? Kira-kira apa yang akan kita bahas dalam tulisan ini? Silakan bepersepsi, saya hanya akan menulis apa yang ada dalam benak saya, berharap pembaca bisa mengambil ibroh dari tulisan ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna kencan adalah janji untuk saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditentukan bersama (antara teman, muda-mudi, kekasih). Pernah suatu kali saya ingin bertemu dengan seorang ukhti untuk menyelesaikan keperluan kuliah. Saking terjaganya beliau, beliau tidak mau janjian ketemu di mana dan jam berapa. Katanya, “Kalau ALLOH menghendaki kita ketemu insya’alloh pasti dipertemukan, nanti ndak kaya orang janjian”. Dan akhirnya memang kami bisa bertemu di tempat dan waktu yang tidak kami tetapkan sebelumnya.

Sengaja saya membuat intro tulisan seperti itu, tapi sebenarnya saya tidak akan membahas masalah kencan antarlawan jenis. Lalu tentang apa? Ya, masih tentang kencan tapi berhubungan dengan ibadah yang dilakukan umat Islam pada bulan Dzulhijjah. Benar sekali, pada bulan itu umat Islam dari berbagai penjuru dunia berkumpul di kota Makkah untuk menunaikan ibadah hajji.

Suatu saat saya menemani bapak saya menghadiri acara pamitan haji sepasang suami istri calon jama’ah haji tahun 1429 H/ 2008 M di dusun Morangan. Lokasi acaranya adalah tepat di samping timur candi Morangan yang nampak bubrah. Setelah sholat jumu’ah kami berangkat dan sampai sana acara belum dimulai bahkan para tamu baru berdatangan. Pada sekitar pukul dua siang acara dimulai oleh MC.

Tiga macam kencan yang saya maksud adalah apa yang disampaikan oleh Kiyai yang mengisi pengajian pamitan haji pada waktu itu. Entah diambil dari mana sumber hikmah ini tapi yang jelas ini bisa mengingatkan jama’ah haji agar meluruskan niat mereka ketika sudah memantapkan diri akan berkunjung ke baitulloh.

Wong munggah kaji kuwi ono werno telu (untuk lebih mudahnya difahami, saya akan memakai bahasa Indonesia). Yang pertama adalah panggilan malaikat maut, jadi berangkat ke sana tapi tidak pernah pulang karena di sana sudah kencan dengan malaikat Izroil. Yang kedua adalah panggilan ALLOH, benar-benar ibadah karena ALLOH dan menjadi haji yang mabrur (Lalu Kiyai itu mendoakan sepasang suami istri yang pada hari itu berpamitan akan berangkat haji). Nah, yang ketiga adalah panggilan setan, pergi ke sana tidak benar-benar untuk beribadah tapi cuma tidur, yang lain memperbanyak ibadah tapi dia malah memperbanyak tidur, pergi haji hanya ingin membeli berbagai macam barang dan seperti rekreasi saja.

Tidak sama persis dengan ucapan Kiyai itu tapi intinya kira-kira seperti yang saya tulis di atas. Ada kalanya jama’ah haji tidak pulang ke tanah air karena meninggal di sana. Semoga mereka menjadi haji yang syahid... Ada jama’ah haji yang benar-benar menjalani haji sesuai yang dituntunkan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dengan penuh harap ridho ALLOH. Semoga mereka menjadi haji yang mabrur... Ada pula jama’ah haji yang menjalani haji hanya untuk memuaskan hawa nafsu, agar disebut haji, agar bisa jalan-jalan, potret sana sini, beli itu ini, dan sebagainya. Semoga mereka menjadi haji yang diampuni...

Itulah tiga macam kencan yang saya maksudkan di judul tulisan ini, kencan jama’ah haji dengan malaikat maut, kencan dengan ALLOH, dan kencan dengan setan. Semoga jama’ah haji Indonesia yang menjadi jama’ah haji terbesar menjadi haji mabrur sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat di sekelilingnya serta bangsa Indonesia pada umumnya.

Cukuplah kiranya ibadah haji ini sebagai argumen bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang kaya, terutama umat Islam. Tengoklah antrian jama’ah haji yang telah mendaftar. Jika kita mendaftar tahun ini (2008), bisa jadi baru berangkat pada tahun 2011 karena quota hingga tahun 2010 sudah hampir penuh. Apa ini tidak menunjukkan bahwa umat Islam Indonesia sesungguhnya kaya dan mampu?

Allohu a’lam...

Bidadari


Oh bidadari... 
Mengapa kau masih saja bersembunyi di balik awan? 
Adakah kau menanti? 
Adakah takdir untuk kita? 
Ataukah kita hanya akan bertemu setelah para malaikat berucap salam selamat datang?



Bidadari... 
Di balik awan wajahmu membayang... 
Melalui perhiasan ciptaan-NYA. 
Lelah aku menunduk. 
Tak bisakah kau turun dari atas sana hingga leherku tak pegal ketika mencuri pandang ke langit? 
Agar aku bukan pencuri lagi. 
Agar aku tak perlu menunduk lagi. 
Agar ada yang bisa slalu kupandangi.



Bidadari... 
Kurasa dosa tiap wajahmu diam-diam di balik sajadah. 
Dosa kan pula jika senyummu mengembang di lembar-lembar mushaf. 
Tercela aku melihat langkah anggunmu di sela-sela shoff. 
Biadab aku menyentuh jarimu di air wudlu. 
Hina kan aku kau kedipi di kotak infaq. 

Ah, kalau begini aku jadi lupa pada Robb-ku. 
Bisa jadi akulah musyrik. 
Kutahan saja tetap menunduk. 
Tidak juga mendongak.


Tapi jika kau takdirku, kan kupandang arah depan. 
Tak kan lama kau kupandangi. 
Agar aku tak lupa Robb-ku. 
Karena was-was menjelma sakinah...

^_^


Ada yang tersenyum membaca ini? =D 
Akhirnya diposting juga... =P 

Yogyakarta, 29 November 2008

Bagaimana perawat yang baik menurut Islam?

Karena jumlah pasien yang sangat banyak dalam rumah sakit, pada umumnya dokter mempunyai waktu yang sangat pendek untuk memeriksa dan memantau perkembangan kesehatan pasiennya. Di rumah sakit dokter hanya berfungsi untuk menetapkan diagnosis, melakukan pembedahan, menetapkan obat yang sesuai, dan mengontrol perkembangan penyakit dan kesehatan pasien. Dokter tidak mempunyai cukup waktu untuk lebih lama berbicara dengan pasien maupun dengan keluarga pasien, karena banyak pekerjaan lain menunggunya. Kemudian banyak pekerjaan dalam perawatan pasien diserahkan kepada para perawat.

Perawat adalah suatu profesi kedokteran dengan fungsi utama untuk membantu dokter dalam menangani pasien, antara lain:
  1. Menerima instruksi tentang obat, diet, dan sebagainya
  2. Mencatat secara teratur tensi darah, denyut nadi, atau suhu tubuh pasien
  3. Memperhatikan keadaan emosi pasien: apakah tidurnya tenang, gelisah, atau bahkan tidak dapat tidur sama sekali? Apakah pasien sering batuk, berapa kali buang air besarnya dalam sehari, bagaimana warna air kencingnya, dan sebagainya.
  4. Membantu memberi makan pasien yang tidak mampu makan sendiri, minum, mandi, menukar pakaian, menjaga kebersihan, mengganti perlengkapan tidur, dan sebagainya
  5. Membantu melatih berjalan bagi pasien yang menderita penyakit lumpuh, atau bagi pasien yang baru sembuh setelah lama terbaring di ranjang rumah sakit.
  6. Menyiapkan bahan-bahan untuk diperiksa di laboratorium, seperti darah, dahak, air kencing, atau tinja pasien kalau diperlukan.
  7. Menjelaskan kepada dokter sewaktu visitasi (kunjungan) tentang perkembangan kesehatan pasien.
Pada umumnya perawat inilah yang mempunyai banyak waktu bergaul mengawasi pasien, menolong pasien, dan mendengarkan keluhan mereka. Tidak saja yang berhubungan dengan keadaan di rumah sakit, tetapi juga yang berhubungan dengan keluarga pasien. Dia jauh lebih akrab dengan penderita daripada dokternya. Oleh karena itu sebagai perawat, dia harus dapat menenangkan pasiennya, menanamkan bahwa ALLOH Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang akan menyembuhkan penyakitnya. Semua itu dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat iman pasien dan mempercepat proses penyembuhan penyakitnya.

Selain itu perawat harus menjadi penghubung antara pasien dengan dokter, dan sekaligus juga penghubung antara dokter dengan keluarga pasien. Dia dapat berbuat baik kepada keluarga pasien yang tentu ikut cemas dan gelisah ingin mengetahui tentang penyakit saudaranya, dan kemudian memberikan keterangan tentang penyakit yang diderita pasien dan dapat memberikan nasihat kepada mereka agar bersabar dalam menghadapi semua cobaan ini.

Mengingat tugas yang sangat luhur dan mulia ini, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang psikologi pasien, sehingga ia dapat memahami tingkah laku penderita, dan dapat pula menyampaikan kondisi yang diderita oleh pasiennya, baik kepada pasien sendiri maupun kepada keluarganya dengan cara yang bijaksana. Terutama sekali perawat harus lebih banyak mengetahui tentang ajaran agama islam, sehingga perawat akan menjaga pasien yang kritis dengan sabar, sambil membaca surat Ya Sin, atau mentalqinkan pasien untuk membaca laa ilaha illallah ke dekat telinga pasien sehingga bila pasien meninggal, dia akan menemui Tuhan-nya dengan kalimat tauhid sebagai tanda orang yang memperoleh khusnul khatimah (akhir yang baik).

Begitu luhurnya tugas seorang perawat, betapa banyak amal kebaikan yang dapat dilakukannya. Oleh karena itu, islam telah menetapkan beberapa sifat terpuji bagi manusia. Sifat-sifat itu niscaya harus dimiliki oleh para dokter dan perawat muslim, karena orang yang merawat orang sakit haruslah mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
  1. Tulus ikhlas
    Orang yang tulus ikhlas adalah orang yang berhati bersih dan benar-benar terbit dari hati yang suci, jujur, tidak berpura-pura, dan hanya mengharap keridhaan ALLOH semata. 
    ALLOH subhanahu wa ta’ala berfirman: “Mereka hanya diperintahkan untuk mengabdikan diri kepada ALLOH dengan ikhlas dan lurus mengerjakan agama karena Dia” (Q. S. 98: 5) 
    “Mereka memberi makan orang miskin, yatim, dan tawanan perang, sedangkan mereka sendiri masih memerlukan makanan itu. Kami hanya karena ALLOH memberi makan kamu, dengan tidak mengharapkan balasan dan terima kasih dari kamu (kata mereka)” (Q. S. 76: 8-9) 

    Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya segala perbuatan itu dengan niat, dan sesungguhnya tiap-tiap seseorang itu mendapat sesuatu hanya menurut niatnya” (H. R. Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i, dari Umar bin Khoththob) 
    “Sesungguhnya ALLOH ‘assa wa jalla tidak menerima suatu amal perbuatan jika tidak disertai dengan keikhlasan, dan mengharapkan kerihoan-NYA” (H. R. Abu Dawud dan Nasa’i)  

    Adanya harapan untuk mendapatkan hasil dari sesuatu pekerjaan tidak bertentangan dengan sifat-sifat tulus ikhlas di atas, karena Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda, “Bahwasanya harapan itu rahmat dari ALLOH bagi umatku. Kalau tidak ada harapan tidaklah seorang ibu menjuruskan anak, dan tidak ada seorangpun akan menanam sebatang pohon” (H. R. Al-Khathib dari Anas bin Malik)

  2. Penyantun
    Penyantun ialah orang yang halus perasaan, baik budi bahasa dan lakunya, orang yang suka menaruh belas kasihan dan lekas merasakan kesukaran orang lain; turut berduka cita dengan orang yang kesusahan, serta suka menolong orang lain dengan sekuat tenaga. 
    ALLOH subhanahu wa ta’ala berfirman: “Sesungguhnya rahmat ALLOH itu dekat kepada orang yang berbuat kebajikan” (Q. S. 7: 56) 

    “Tutur bahasa yang baik dan pemaaf lebih utama daripada pemberian yang diiringi dengan sesuatu yang menyakiti. Dan ALLOH Maha Kaya lagi Maha Penyantun” (Q. S. 2: 263) 

    Nabi Muhammad shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Setiap orang yang menyantuni disantuni oleh ALLOH Yang Maha Penyantun. Santunilah orang yang di bumi, niscaya yang di langit menyantuni kamu” (H. R. Tirmidzi dan Abu Dawud) 

    “Orang yang tidak menyantuni manusia tidak disantuni oleh ALLOH” (H. R Bukhori, Muslim, dan Tirmidzi)

  3. Peramah
    Orang yang bertabiat ramah adalah orang yang baik hati dan menarik budi bahasanya; manis tutur kata dan sikapnya; suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan. 
    ALLOH subhanahu wa ta’ala berfirman: 
    “Maka karena rahmat ALLOH-lah engkau berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya engkau berlaku kasar dan berhati bengis, niscaya mereka menjauhkan diri dari sekitarmu” (Q. S. 3: 159) 

    Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Senyuman terhadap saudaramu adalah kebajikan” (H. R. Tirmidzi) 

    “Sesungguhnya kamu tidak dapat melapangkan manusia dengan hartamu, tetapi manis-muka dan baik-budimulah yang dapat melapangkan mereka (H. R. Abu Ya’la)

  4. Sabar
    Orang yang sabar di antaranya adalah orang yang tidak lekas marah dalam mengerjakan sesuatu, tidak lekas putus asa dan tidak lekas patah hati. 

    ALLOH subhanahu wa ta’ala berfirman: “Sungguh orang yang sabar dan pemaaf adalah pekerjaannya itu termasuk pekerjaan yang sangat perlu dipelihara” (Q. S. 42:43) 
    Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Seorang muslim yang bergaul dengan orang lain, dan sabar menghadapi perbuatan mereka yang menyakiti, lebih utama dari seorang muslim yang tidak bergaul dan tidak sabar” (H. R. Tirmidzi dan Abu Huroiroh) 

    “Sebaik-baik senjata orang mukmin adalah sabar dan doa” (H. R. Ad-Dailami dari Ibu Abbas)  

  5. Tenang
    Orang yang tenang di antaranya adalah orang yang tidak tergesa-gesa dalam mengerjakan seuatu pekerjaan. 

    Nabi Muhammad shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Tetaplah kamu bersifat tenang” (H. R. Thabrani dan Baihaqi) 

    “Bila engkau melakukan sesuatu pekerjaan, hadapilah dengan tenang, hingga ALLOH menunjukkan kepada engkau jalan keluar (dari kesulitanmu)” (H. R. Bukhori)

  6. Teliti
    Orang yang teliti adalah orang yang hati-hati, saksama, cermat, dan rapi. 

    Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ALLOH Ta’ala menyukai bila seseorang mengerjakan suatu pekerjaan supaya dilakukannya dengan teliti” (H. R. Baihaqi, Abu Ya’la, dan Ibnu ‘Asakir dari Siti Aisyah r.a) 

    “Bila seseorang mengerjakan suatu pekerjaan, hendaklah dia mengerjakannya dengan teliti, karena yang demikian itu meyenangkan hati si penderita (H. R. Ibnu Sa’ad dari ‘Atha)

  7. Tegas
    Orang yang tegas adalah orang yang tentu dan pasti, dan tidak ragu-ragu lagi dalam mengerjakan sesuatu. 

    Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Bila ada keraguan dalam hatimu, tinggalkanlah” (H. R. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Hakim dari Abu Umamah) 

    “Abu Sa’id meriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki mendatangi Nabi Muhammad shollalohu ‘alayhi wa sallam dan berkata, ‘Saudaraku sakit perut.’ Nabi bersabda, ‘Minumkanlah madu!’ Kemudian dia datang kedua kalinya, dan Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Minumkanlah madu!’ Kemudian dia datang lagi seraya berkata, ‘Sudah kukerjakan!’ Nabi bersabda, ‘Benarlah ALLOH dan berdustalah perut saudaramu, minumkanlah madu!’ Maka diminumkannyalah madu dan lantas dia sembuh” (H. R. Bukhori)

    Hadits ini menyatakan bahwa si penanya merasa ragu-ragu memberikan obat (madu), tetapi Nabi tetap tegas menyuruhnya meminumkan madu tersebut kepada saudaranya yang sedang sakit itu.

  8. Patuh
    Orang yang patuh adalah orang taat pada perintah dan aturan, baik yang diberikan oleh agama maupun oleh atasan. 

    Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Dengarkanlah dan patuhilah, walaupun yang dijadikan pemimpin atasmu seorang budak hitam’” (H. R. Bukhori) 

    “Abdulloh bin Umar r.a. bersabda, ‘Mendengarkan dan mematuhi wajib atas seorang islam dalam hal-hal yang disukainya atau tidak, selama dia tidak diperintahkan melakukan maksiat (pelanggaran hukum). Bila dia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak boleh dia mendengarkan dan mematuhinya” (H. R. Bukhori, Muslim, dan Abu Dawud)

  9. Bersih
    Orang yang bersih adalah orang jelas, rapi, apik, dan suci. 

    ALLOH subhanahu wa ta’ala berfirman: “ALLOH menyukai orang-orang yang bersih” (Q. S. 9: 108) 

    “Pakaianmu bersihkanlah” (Q. S. 74: 4) 

    Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ALLOH Ta’ala baik, menyukai kebaikan. Ia pemurah, menyukai kepemurahan. Ia pemberi, menyukai kedermawanan. Maka bersihkanlah pekaranganmu” 

    “Jabir bin Abdulloh meriwayatkan, bahwa Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam melihat seorang laki-laki dengan rambut kusut masai, lalu beliau bersabda, ‘Apakah orang ini tidak mempunyai sesuatu untuk merapikan rambutnya?’ Dan beliau melihat laki-laki lain, pakaiannya kotor, lalu beliau bersabda, ‘Apakah orang ini tidak mempunyai sesuatu untuk mencuci pakaiannya?’” (H. R. Abu Dawud)

  10. Penyimpan rahasia
    Orang yang bertugas merawat orang sakit haruslah pandai menyimpan rahasia pasiennya, terutama kepada orang yang tidak berkepentingan. Sebab kemungkinan besar hal itu akan membuka aib diri pasien atau keluarganya, dan mungkin juga akan mengeruhkan suasana sehingga dapat memperburuk kesehatan pasiennya. 

    ALLOH subhanahu wa ta’ala berfirman: “ALLOH tidak menyukai orang yang mengeluarkan kata-kata keji (menyebutkan dan menyebarkan keaiban orang lain) kecuali bila ia dianiaya” (Q. S. 4: 148) 

    “Sesungguhnya orang-orang yang menyukai tersiarnya kekejian pada orang-orang yang beriman, untuk mereka siksa yang pedih di dunia dan di akhirat” (Q. S. 24: 19) 

    Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menyimpan rahasia (keaiban) temannya, ALLOH menyimpan pula rahasianya di hari kiamat. Dan barangsiapa membuka rahasia temannya sesama muslim, ALLOH membukakan pula rahasianya, hingga ALLOH memberi malu dia dalam rumah tangganya” “Barangsiapa menyimpan rahasia (keaiban), seakan-akan dia menghidupkan kembali anak yang dikubur hidup-hidup” (H. R. Abu Dawud dan Nasa’i) 

    “Bila seseorang menutup rahasia (keaiban) orang lain di dunia, pasti ALLOH menutup pula rahasia (keaiban)nya di hari kiamat” (H. R. Muslim dari Abu Huroiroh)

  11. Dapat dipercaya
    Seorang perawat harus menjadi orang yang dapat dipercaya, baik oleh dokter, pasien, atau keluarga pasien. 

    ALLOH subhanahu wa ta’ala berfirman: “Sungguh berbahagialah orang-orang yang beriman yaitu yang khusuk dalam sembahyang, yang meninggalkan segala yang sia-sia, yang menunaikan zakat, yang memelihara kehormatannya selain kepada istri atau hamba sahayanya, buat ini mereka tidak tercela. Barangsiapa menghendaki selain dari itu, maka adalah mereka melampaui batas, yang memelihara amanat dan menetapi janji, yang menetapi segala sembahyangnya. Mereka itu memperoleh surga firdaus, di mana mereka akan kekal selama-lamanya” (Q. S. 23: 1-11) 

    “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati ALLOH dan Rosul-NYA, dan janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepada kamu, sedangkan kamu mengetahui” (Q. S. 8: 27) 

    “Sesungguhnya ALLOH memerintahkan kamu supaya menyampaikan segala amanat (yang dipercayakan) kepada yang berhak” (Q. S. 4: 48) 

    Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Anas meriwayatkan, bahwa dalam khutbah atau pidatonya, Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam selalu bersabda, ‘Tidak ada iman pada orang yang tidak dapat dipercaya, tidak memelihara amanat, dan tidak ada agama pada orang yang tidak menepati janji” (H. R. Ahmad)

  12. Bertanggung jawab
    Seorang perawat haruslah bertanggung jawab dalam merawat pasiennya sesuai dengan tugas yang diembannya. 

    ALLOH subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan janganlah engkau menuruti apa-apa saja yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati itu masing-masingnya akan dimintai pertanggungjawabannya” (Q. S. 17: 36) 

    Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ALLOH akan memeriksa setiap orang tentang urusan yang dipertanggungjawabkan kepadanya, apakah diurusnya dengan baik atau disia-siakannya, sehingga pertanggungjawaban terhadap keluarga/ rumah tangganya pun akan diperiksa juga. (H. R. An-Nasa’i dan Ibnu Hibban dari Anas bin Malik) 

    “Tiap-tiap kamu adalah pemimpin/ pengurus, dan tiap-tiap kamu bertanggung jawab atas pimpinan/ urusannya; kepala negara adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas pimpinannya. Suami adalah pemimpin atas keluarganya dan ia bertanggung jawab atas pimpinannya. Istri adalah pengurus dalam rumah tangganya, dan dia bertanggung jawab atas urusannya. Pelayan adalah pengurus harta benda majikannya, dan dia bertanggung jawab atas urusannya. Laki-laki adalah pengurus harta benda orang tuanya, dan dia bertanggung jawab atas urusannya. Ringkasnya, tiap-tiap kamu adalah pemimpin/ pengurus dan bertanggung jawab atas pimpinan/ urusannya” (H. R. Ahmad, Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Dikutip langsung dari buku “Bimbingan Ruhani bagi Pasien” karya Yayasan Kesehatan Ibnu Sina bekerja sama dengan Dompet Dhuafa Republika diterbitkan oleh Al-Bayan, Kelompok Penerbit Mizan cetakan Agustus 1995. Temuan tidak sengaja di tumpukan buku obral. Semoga bermanfaat bagi para perawat maupun calon perawat atau siapapun yang membaca tulisan ini.

Allohu a’lam...

Pandu Sejati


Pasukan inti berdedikasi, bersatu dalam amal jama’i 
Siap mengabdi, siap melayani, menjunjung tinggi kalimat ilahi 
Teruskan jihad warisan nabi


Menegakkan yang hak menjadi kewajiban 
Karena kebatilan penuh dengan tipuan 
Menjadi syahid adalah keniscayaan 
Asal ikhlas membela Al-Islam




Pandu sejati percaya diri, menjadi pilar aqidah yang suci 
Mengutamakan keteladanan, Rosul Muhammad menjadi panutan 
Walaupun lawan datang menyulitkan



Di hadapan lawan menghadang, di belakang lautan membentang 
Jangan pernah palingkan pandangan, kita sambut kemenangan Islam




Pandu sejati melatih diri, bersihkan hati, kuatkan jasadi 
Disiplin tinggi, membangun prestasi, bebaskan negeri dari tirani 
Hantarkan umat menuju madani



Walau prestasi di langit yang tinggi, tapi hati tetap ada di bumi 
Tiada jiwa letih menggapai diri, tugas mulia telah datang menanti



Pasukan inti berdedikasi hantarkan umat menuju madani

Di Manakah Kau Berada Kini???


“Allohu Akbar!!!”, pekikan takbir menyambut pamitanku pada bapak-bapak yang sedang syuro’. Seruan itu menggema setelah dengan agak gemetar aku memberi sedikit semangat pada mereka yang sedang merapatkan barisan agar dakwah di kecamatan itu semakin meluas.

“Kami pamit dulu Pak, pareng...”, sembari keluar ruangan itu aku salami beberapa bapak yang dekat dengan pintu, tak lupa pak Arif tuan rumah sekaligus mas’ul (penanggung jawab) kecamatan itu. 
Tiba-tiba HP-ku bergetar, “Qt ktmu di masjid dulu ya Pak.” 
Aku langsung menuju masjid di sebelah rumah yang digunakan untuk rapat itu.


“Kita disuruh makan dulu...”, salah seorang dari dua akhowat itu mempersilakan. 
“Oalah, ngrepotin. Tadi udah pamitan tu.” 
“Sudah disiapkan koq”, istri pak Arif masuk dari pintu masjid sebelah utara. 
“Monggo, Pak!” 
“Ya, njenengan juga...”, pintaku pada dua akhowat itu. 
Akhirnya kami bertiga makan di dalam masjid dengan makanan yang telah disiapkan.


Sejenak aku mengamati masjid yang tidak terlalu besar itu. Seperti masjid-masjid lain, karpet hijau terhampar di ruang utama. “Inilah rumah asal peradaban Islam bangkit di sini”, pikirku. “Seperti pada masa rosululloh, beliau mulai membangun Madinah dari pendirian sebuah masjid”. Dan istri pak Arif pasti seorang wanita yang hebat. Tiba-tiba terbayang calon istriku nanti, “Siapa ya? Bisa seperti wanita ini kah? Mampukah ia tinggal bersamaku? Jauh dari peradaban karena berjuang membangun peradaban.”


Kedua akhowat itu berbincang. Aku cukup nyaman dengan makan sambil berdiam. 
“Sudah semester berapa Pak?”, pertanyaan salah satu dari mereka mengagetkanku. 
“Semester... delapan”, jawabku singkat. 

Aku memang tak banyak bicara dengan orang yang baru kukenal, apalagi akhowat, entah apa sebabnya. Pernah terpikir bahwa suatu saat nanti aku ingin menikah dengan orang yang tidak terlalu kukenal, agar pernikahan kami benar-benar karena-NYA. Rasa sungkan akan membuat suami istri saling memaklumi atau mengabaikan masalah-masalah kecil. Ketika suami istri mempunyai visi yang sama –visi Ilahiyah-, mereka akan lebih mudah menjalani rumah tangga. Itu menurutku. Lalu cinta? Ah, itu bukan masalah besar, bukankah cinta bisa ditumbuhkan? Buktinya banyak aktivis ikhwan dan akhowat dalam satu oraganisasi bisa saling jatuh cinta. Syuro’ sepekan sekali atau pertemuan-pertemuan singkat dalam kegiatan di lapangan bisa menjadi pemicu tumbuhnya cinta. Apalagi suami istri yang jelas-jelas halal bertemu setiap hari, halal berbagi masalah sehari-hari, bahkan bebas menumpahkan segenap ketertarikan satu sama lain, pun bercumbu rayu, dan masih banyak lagi hal yang akan menumbuhkan cinta.



Aku menghabiskan makanan dengan cukup cepat. Kadua akhowat itu seakan sangat lambat mencerna makanan sambil berbincang. Dari perbincangan mereka terdengar ekspresi perasaan lega. Aku merasa mereka berujar dalam hati, “Tugas berat hari ini akhirnya terlampaui”. 
“Habis ini ada acara jam berapa Pak?” 
“Sebenarnya acaranya jam setengah tiga tapi harus sampai di rumah jam dua.” 
“Oh, masih sempat kalau gitu, sekarang baru jam satu kurang,” sekali lagi nada lega kudengarkan dari salah satu akhowat itu.

---***---

Kedua akhowat itu berangkat bersamaku dari kota Yogyakarta menuju tempat pengajian pemuda di desa Gedangsari, daerah Gunung Kidul yang berbatasan dengan Klaten. Pukul 07.50, meski agak terlambat akhirnya kami tetap bisa beragkat setelah kupastikan lagi spion motorku masih dua dan bisa berfungsi dengan baik –aturan terbaru Kepolisian/ DLLAJ-


Sebelum berangkat dari rumah, aku sempat berpikir kalau acara ini akan ramai, dengan iring-iringan mobil dan motor berangkat ke lokasi. Ternyata hanya dua orang akhowat yang menjemput. Setelah berbincang baru kuketahui bahwa acara ini merupakan inisiasi kegiatan pengajian rutin di kelurahan itu. 
“Materinya yang ringan dulu aja ya Pak, yang penting bikin mereka senang ngaji dan punya cita-cita tinggi untuk diri sendiri maupun untuk Islam”, SMS yang dikirim Ukhti Zahro kemarin sore.


Perjalanan menempuh waktu lebih dari satu jam, melewati jalan Wonosari, Piyungan, Pathuk, lalu entah jalan apa namanya. Karena belum tahu jalan ke lokasi yang dituju, aku naik motor di belakang kedua akhowat yang berboncengan itu. Hatiku terpukul ketika melihat kedua akhowat itu sempat digoda sekumpulan lelaki yang sedang duduk-duduk di pinggir jalan. Kami terus melaju karena takut telat, harus sampai sana sebelum pukul 09.00. Jalan yang cukup jauh, tikungan tajam, licin, jembatan rusak, jalan menanjak, tapi tetap saja kedua akhowat itu memacu motor tanpa berpikir untuk berhenti sejenak.


“Kami sudah sampai kelurahan, Pak”, Ukhti Zahro menelpon penanggung jawab acara. 
Kusalami beberapa anak –menurutku masih sangat muda- yang sepertinya akan mengikuti pengajian itu. 
“Mana temen-temennya?”, tanyaku pada mereka. 
“Belom pada datang, Pak. Bentar lagi”, jawab salah satu dari mereka. 

Di wajah mereka nampak binar harapan masa depan nan cerah. “Inilah wajah Indonesia 20 tahun lagi”, pikirku. Yah, mereka harus dibina, merekalah generasi penerus bangsa ini. Sayang sekali jika anak-anak kita hanya didoktrin dengan cita-cita kebahagiaan pribadi. Sekolah yang rajin; bantu orang tua; kalo mampu ya kuliah; lalu dapat pekerjaan yang layak; kalau perlu merantau; kampung halaman yang pembangunannya tertinggal biarkan saja; asal tiap tahun bisa pulang bawa uang banyak dan bikin orang tua seneng; setelah itu menikah dengan suami atau istri yang kaya; akhirnya hidup bahagia berdua selamanya. Aku berharap bukan itu yang dipesankan oleh para orang tua pada anak-anak mereka. “Migunani kanggo wong liyo”, sepertinya kalimat itu lebih bermakna luas. Sukses pribadi, juga sukses sosial. Ketika kesuksesan kita bisa membuat orang lain sukses, maka itulah kesuksesan yang benar-benar sukses.



Aku ingat, beberapa pekan sebelum hari itu salah seorang teman SMA-ku yang belajar di negeri Jepang pulang dan mengajak makan-bersama teman-teman SMA yang kebetulan sedang punya waktu luang. Panjang lebar ia menceritakan kehidupan di Jepang. Ia juga menceritakan teman-temannya yang juga kuliah di luar negeri ataupun sekedar student exchange, “Dari empat puluhan orang, yang pasti akan kembali ke Indonesia cuma empat orang. Kebanyakan memilih tinggal di luar negeri karena di sana mereka lebih dihargai, tidak seperti di Indonesia, dan kehidupan di luar negeri pasti lebih terjamin.” 

Layaknya seorang orator, ia mengobarkan semangat kami yang waktu itu hanya berjumlah delapan orang. Ia menceritakan mimpinya untuk membangun Indonesia dan mengajak kami berjuang bersama-sama, “Sejak sekarang aku harus terbiasa hidup susah, hidup sederhana. Kalau kita ingin menjadi seseorang yang tidak hanya berguna bagi diri sendiri, kalau kita ingin melakukan sesuatu yang lebih untuk orang lain, untuk Indonesia misalnya, memang harus berjuang lebih keras, hidup akan lebih berat, tenaga yang kita keluarkan akan lebih banyak dibandingkan jika kita hanya ingin hidup untuk kepentingan diri sendiri.”


Ruangan masjid menyambut kami bertiga setelah motor terparkir dengan rapi di halaman kelurahan. Di dalamnya sudah ada beberapa pemudi menunggu. Lalu berdatangan pemuda utusan dari berbagai dusun. Aku agak kaget waktu melihat peserta pengajian ternyata banyak juga yang masih cukup kecil, mungkin usianya sekitar kelas 4-6 SD. Tapi tidak kaget jika peserta putri memang lebih banyak dari peserta putra, perbandingannya 3 : 1. Pukul 09.15 acara dimulai dengan sedikit kalimat pembuka penghangat-hati dari pak Aswin -penanggung jawab acara-.

Aku menyampaikan materi pengenalan diri -mengenal diri sendiri- dan bagaimana meraih sukses. Sebenarnya bukan materi karena hanya permainan kecil, simulasi, serta sedikit pemaknaan. Awalnya para peserta sangat sulit diajak bermain, malu-malu. Untunglah keberadaan dua akhowat itu cukup membantu. Mereka nampak seperti penerjemah bagi para peserta. Ketulusan mereka berdua sangat bisa kurasakan. Seakan terpancar aura penuh harap akan berkembangnya Islam di daerah itu, “Anak-anak ini yang akan memperjuangkan Islam mati-matian di daerah ini.”
---***---


Benar-benar menyentuh hati saat kuingat kembali senyum anak-anak itu. Sesekali muncul kalimat-kalimat saling mengejek, namun sebatas canda. Ketika berpapasan di jalan menuju rumah pak Arif, terucap salam dengan iringan senyum dari mereka. Senyum yang begitu bermakna, menyejukkan dahaga perjalanan kami. 
“Sampai jumpa lagi”, semoga kalimat itu yang mereka pendam karena malu mengucapkannya.


Dalam perjalanan pulang aku membayangkan bagaimana keadaan Indonesia -setidaknya Yogyakarta- jika anak-anak usia remaja dibiarkan mencari jati diri mereka sendiri tanpa bimbingan. Orang tua yang semakin permisif akan menjadikan anak-anak berkembang tak terarah. Media yang semakin destruktif, pergaulan yang semakin tidak karuan, serta teknologi yang semakin berkembang harus dilawan demi perbaikan. Sedikit waktu yang kita sisihkan untuk pendidikan anak akan menjadi investasi yang sangat menguntungkan di hari nanti, hari akhir sebelum mati maupun hari akhir setelah mati.


“Nanti mampir dulu ke tempat kita ketemu tadi pagi ya Pak”, kata dua akhowat itu sambil menyalip motorku. 
“Ya”, seruku. 
Kali ini aku mengendarai motor di depan mereka karena sudah tahu jalan pulang. Pelan saja kulaju motor agar tetap bisa menjaga dan mengawasi mereka. Sesekali kulihat mereka dari spion, memastikan bahwa mereka baik-baik saja atau tidak tertinggal terlalu jauh.


Sebenarnya ada sebuah tamparan keras yang begitu menyakitkan ketika mengingat semua kejadian ini. Dua orang akhowat mujahidah pergi ke lokasi sejauh itu. Yah, dua orang akhowat, kenapa tidak ikhwan? Kedua akhowat itu sempat diganggu orang dalam perjalanan, ke mana para ikhwan? Jika perjalanan kami termasuk safar, semestinya kedua akhowat itu pergi bersama mahrom mereka. Siapa yang membiarkan mereka pergi tanpa mahrom? Apakah para ikhwan sedang menonton TV, tidur-tiduran, atau pergi rihlah? Atau mereka bertingkah seperti kaum nabi Musa pada masa lalu? “Mereka berkata: ‘Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.’" (Al-Maidah: 24) Semoga saja para ikhwan memang sedang melakukan kerja-kerja dakwah di tempat lain sehingga sampai kedua akhowat itu turun tangan.

Suatu kali seorang ustadz pernah bercerita pengalamannya melihat akhowat baru pulang saat menjelang tengah malam. Akhowat itu bukan langsung pulang tapi mampir membeli makanan di pinggir jalan. Bagaimana bisa sampai seperti itu? Ayyuhal-ikhwan, aina antum? Lalu hati ini menjadi ragu, apakah Islam akan dimenangkan-NYA? Apakah keberkahan akan dilimpahkan-NYA? Seorang teman pun pernah bercerita, “Wah, calon presiden BEM dari ‘kita’ nggak menang, mungkin emang kesalahan kita. Rapatnya aja udah nggak barokah, masa rapat sama akhowat sampai jam sepuluh malam.” Astaghfirullohal-‘adzim...


Pada masa rosululloh ada juga shohabiyat yang ikut pergi ke medan perang. Apa yang mereka lakukan? Allohu a’lam, mereka mengambil anak panah yang tidak mengenai sasaran, untuk dipanahkan kembali. Mereka membawakan air minum atau memasak untuk para mujahid. Mereka mengobati pasukan yang terluka. Tepat sekali! Bukan mereka yang menunggang kuda, mengibar-ngibarkan panji, menghunus atau mengibaskan pedang, apalagi berteriak lantang di depan orang-orang kafir. Para shohabiyat turut berjuang tapi mereka mendapat porsi yang sesuai dengan fitroh sebagai akhowat. Bahkan lebih banyak lagi dari mereka tidak ikut pergi berperang karena mendapat amanah mendidik anak, menjaga rumah dan harta suami yang ditinggalkan. 

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (At-Taubah: 122)



Terlepas dari pembahasan keikutsertaan wanita dalam perang pada masa rosululloh, mari kita mengingat salah satu firman ALLOH dalam surat An-Nisaa’ ayat 34, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)...”

Sudah semestinya para ikhwan memimpin para akhowat, dalam hal apapun. Seharusnya ikhwan berada di barisan depan. Sholat jama’ah telah mengisyaratkan bahwa shof ikhwan itu di depan akhowat, dan ikhwan lah yang menjadi imam. Namun dalam hal tertentu memang ada wilayah yang hanya akan menjadi lebih baik jika ditempati oleh akhowat misalnya posisi ibu rumah tangga, kepala bidang kemuslimahan dalam suatu organisasi, menteri peranan wanita, dan sebagainya.



“...Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqoroh: 228)

Bagaimanapun juga, ikhwan mempunyai kelebihan dibandingkan akhowat. Kelebihan itulah yang menjadikannya sebagai pemimpin. Apa jadinya jika ikhwan “memble” di hadapan akhowat? Atau bahkan para ikhwan bagai dicocok hidungnya oleh para akhowat.


Miris hati ini ketika menyaksikan sebuah sinetron di salah satu stasiun TV. Sinetron itu mengisahkan para suami yang senantiasa tunduk dan menuruti apa kata istri mereka. Memang selayaknya kita berbuat baik pada istri, tapi jangan sampai berlebihan, suami harus tetap bisa mengendalikan. Dari Abi Huroiroh, dari Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam, ia bersabda, “Barang siapa percaya kepada ALLOH dan hari kemudian, maka janganlah menyakiti tetangganya dan terimalah pesenan (-ku untuk berbuat) kebaikan kepada perempuan-perempuan, karena mereka itu dijadikan dari tulang rusuk, sedang tulang rusuk yang paling bengkok ialah yang paling atas. Jika engkau hendak luruskan dia, niscaya engkau patahkan dia; dan jika engkau biarkan dia, tetaplah ia bengkok. Oleh itu, terimalah pesenan (-ku untuk berbuat) kebaikan kepada perempuan-perempuan. (H. R. Bukhori)


Wahai akhowati fillah, tempatkan dirimu pada posisi yang tepat, hargai ikhwan, siapapun ia, jadikan ia pemimpin, ingatkan jika khilaf. Selalu lihat fitroh antunna sebagai akhowat, contohlah para shohabiyat yang mulia.


Wahai ikhwani fillah, tempatkan dirimu pada posisi yang tepat, hargai akhowat, siapapun ia, pimpinlah, luruskan jika menyimpang. Selalu lihat fitroh antum sebagai ikhwan, jadilah pemimpin, contohlah para shohabat yang mulia.
Mereka berdua, kedua akhwat itu menjadi inspirasi untuk terus berkarya, memimpin, dan selalu di depan....

Allohu a’lam...

Suhanakallohumma wa bihamdika asyhadu an laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik...

Di Saat yang Sama...


Di saat yang sama, ketika kita jatuh cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita bahagia 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita dilambungkan ke langit oleh cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita dihancurkan remuk redam oleh cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita dibuat merana oleh cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita meratapi cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita patah hati karena cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita bersedih mengenang cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita merasa dunia ini tak adil terhadap cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita merasa cinta tidak memahami keinginan-keinginan kita 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Di saat yang sama, ketika kita merasa sepertinya tidak akan bahagia seumur hidup karena kehilangan cinta 
Ada sekian banyak, beribu, berjuta orang di dunia ini merasakan hal yang sama, bahkan sama persis dengan apa yang kita rasa


Suatu saat, seseorang merasa dirinya adalah orang paling menderita di dunia karena kehilangan cinta yang didambanya 
Padahal sesungguhnya tak hanya dia, dia hanya satu dari jutaan orang yang mengalaminya 
Semestinya ia tak perlu terlalu dalam menyayat-nyayat hatinya 
Tenang saja, banyak yang juga mengalami hal serupa, tak menutup kemungkinan ada yang lebih menderita


Jadi, ngapain menderita demi cinta? 
(Hahaha... jadi ingat iklan sebuah produk permen yang ditayangkan di televisi ^_^)


Cinta agung, cinta ibadah... 
Pengorbanan dan derita menjadi sebuah bentuk penghambaan kepada Yang Tercinta 
Yah, jika dan hanya jika cinta kepada-NYA 
Mencintai dan tidak mencintai hanya karena-NYA 
Bertemu dan berpisah atas kehendak-NYA 
Berjalan, merangkak, berlari di jalan-NYA 
Hidup mati di atas keimanan kepada-NYA 
Cinta... cinta... 
Oh, cinta... 
ALLOH...

MP4-ku ngadat...

Penting gak ya...
Mau posting tapi alat transfer data alias MP4-ku not recognized. Flashdisku dulu dipinjem temannya temanku malah rusak. Setelah itu diganti ma yang baru. Lha, yang baru itu diminta sama adekku karena flashdisknya kupinjam dan tutupnya hilang, katanya minta ganti, tukeran. Flashdisk punya adikku yang dituker sama punyaku tu pecah, keinjek di warnet, soalnya colokan flashdisknya di bawah, pas asyik download kajian MP3 malah keinjek dan pecah, masih nyala sih, tapi nggak portable.

Yah, ngerjain skripsi aja lah... =)
Oya, selain itu MP4-ku tu bisa buat ngrekam tapi nggak bisa diputer di komputer, cuma bisa didengerin lewat MP4 itu, aneh gak sih.
Dulu, pas baru beli sekitar sepekan gitu, LCD-nya rusak, langsung diservis n mbayar.
Eh, skarang malah rusak lagi. Perlu "lem biru" apa ya? "Lempar, beli yang baru!". Tadi bapakku minta tolong dibeliin flashdisk buat sekolahannya. Minta dibeliin sekalian apa ya? He3x. Aku jadi kangen sebuah benda bernama Disket alias 3 1/2 floppy. Murah dan bisa dibuang sekali2. Gimana kabar benda itu ya? Apa sudah tidak diproduksi lagi?

Dah ah, postingnya kapan-kapan aja...
Ayo skripsi... katanya pengen lulus Februari?! Pecahkan rekor! Sebulan jadi... Hwahaha...

Surat dari Seorang Ukhti...


Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalaamu'alaikum Akhi yang dicintai oleh ALLOH…

Akhi, walaupun pada akhirnya komunikasi antara kita akan terputus, tapi percayalah Akhi, persaudaraan antara kita begitu berarti dan indah. Ana tidak akan menjadikan Antum sebagai bagian dari sebuah kenangan, karena kadang kala kenangan itu bisa terhapus dari memori kita, sedangkan ana tidak akan mungkin dapat menghapuskan sosok Antum yang begitu menancap kuat dalam kehidupan ana. Bersama Antum, ana begitu merasakan nikmatnya ghiroh Islam, nikmatnya hidup yang sesuai syar'i. Berkat Antum pula, ana menjadi sosok yang lebih kuat menghadapi berbagai ujian yg terbentang di depan mata.

Akhi, Antum tahu bahwa ana mencintai Antum semata karena cinta ana pada ALLOH. Antum tahu akan hal itu sedari awal. Ingatkah Antum akan salah satu nukilan hadits dari Kitab Riyadhus Shalihin ini..?

Dari Anas r.a. dari Nabi SAW, sabdanya: "Ada 3 perkara, barangsiapa yg 3 perkara itu ada di dalam diri seseorang, maka orang itu dapat merasakan manisnya keimanan yaitu: jika ALLOH dan Rasul-NYA lebih dicintai olehnya daipada yang selain keduanya, jika seseorang itu mencintai orang lain dan tidak ada sebab kecintaannya itu melainkan karena ALLOH dan jika seseorang itu membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh ALLOH dari kekafiran itu, sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke dalam api neraka." (Muttafaq 'alaih).

Itulah dasar kecintaan ana pada Antum. Namun Akhi, bila kecintaan ini justru menyebabkan ana terlena pada cinta dunia yang semu belaka ini dan melupakan tujuan akhir kita semua akan terkecapnya akhirat abadi yang manis di dalam taman-taman syurga, betapa ana telah mengkhianati manisnya keimanan itu.

Terlebih lagi Akhi, kita berdua tahu, terkadang suatu hal diawali dengan niat yg mulia, niat yang tulus, namun pada perjalanannya, semua niat itu menjadi berbelok arah, menyimpang, bahkan menelusuri jalan yang benar2 berlawanan. Katakanlah duhai Akhi, ALLOH meridhoi niat awal kita, namun apakah ALLOH masih akan meridhoinya setelah dilihatnya kita menempuh jalan yg tidak seharusnya?? ALLOH akan murka, Akhi. Sungguh Akhi, kita tidak akan sanggup untuk menghadapi kemurkaan-NYA. Sungguh Akhi, bukankah hidup ini adalah menuju ridho-NYA??

Akhi, setan tidak akan pernah berhenti menggoda, mengganggu dan menggoyahkan keimanan manusia. Namun Akhi, kita-pun patut untuk becermin diri. Apakah kita yg lemah ataukah setan yang kuat dalam segenap usahanya itu?? Akhi, janganlah kita mengotori niat mulia kita, hanya karena bombardir setan yang akan semakin kencang menggemuruh karena senangnya dia melihat kita yang semakin lemah. Maka Akhi, sudah tiba saatnya kita kembalikan semangat kemuliaan niat kita pada tempatnya yang semula, tempat yang semestinya. Kita pasti bisa, Akhi.

Shaykh Abbas as Siisi dalam kitabnya Al Thariq ilal Quluub, mengatakan bahwa cinta karena ALLOH adalah pintu menuju hati. Namun perlu diperhatikan bahwa cinta karena ALLOH dan persaudaraan karena-Nya itu, bukan sarana untuk menikmati pelampiasan perasaan, atau untuk membuang-buang waktu dengan mengobrol, atau kegiatan lain yang mengasyikkan namun tanpa faedah.

Bila kita menelaahnya dengan seksama, dan mengembalikan semuanya dengan melihat kondisi yang ada pada diri kita saat ini, apakah layak kita mengagungkan diri sebagai bagian dari pecinta ALLOH??

Marilah Akhi, kita kembalikan kesucian cinta kita pada ALLOH dengan berpijak kembali pada niat awal kita bahwa cinta dan persaudaraan karena ALLOH adalah dengan mencurahkan perasaan, berjuang untuk membantu saudaranya demi peningkatan potensi diri secara bersama-sama, dengan tarbiyah dan takwiniyah, "penyemaian biji", "pencabutan rumput", dorongan semangat dan hasrat, penyebaran dakwah melalui persaudaraan yang tulus, ibadah yang khusyuk, serta kontinuitas dalam menyampaikan dakwah dengan cara yang baik.

Akhi, bukankah niat mulia antum telah berhasil terlaksana. Antum bisa lihat lewat segala perubahan menuju kebaikan yang telah Antum lakukan untuk ana. Tanpa adanya dukungan kuat dari Antum, ana pasti masih akan terseok-seok, tertatih-tatih di bagian terbawah dari tangga kehidupan yang terus menjulang dan bahkan mungkin saja sebelum ana berhasil melampaui satu undakan, ana justru malah menukik dan terhempas kembali ke dasar.

Akhi, sekarang ini izinkan ana untuk mempercayai kekuatan diri ini, kekuatan yang akan selalu mendapatkan perlindungan penuh dari KEKASIH TERCINTA, KEKASIH TERAGUNG. Janganlah Akhi mengkhawatirkan diri ana. Akhi bilang, Akhi takut akan kehilangan ana. Kenapa harus takut, Akhi??? Yang harus kita takuti adalah, bahwa saat KEKASIH TERCINTA kita memanggil kita, kita belumlah siap membawa bekal yang cukup, cinta yang penuh yang semata untuk-NYA.

Akhi, bila sekarang kita mesti berpisah, yakinlah bahwa kelak kita akan berkumpul bersama di taman Firdaus. Mengecap nikmatnya buah dari keimanan kita. Buah dari kecintaan kita pada-NYA.


Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.


Hmm... Bagaimana aku harus membalas surat ini? Surat ini begitu menguatkan sekaligus melemahkanku... Ya Alloh, aku sudah tidak ingin berurusan dengan masalah ini. Aku sudah menyerahkan semuanya pada-Mu. Apapun kehendak-Mu, aku akan mengiyakan. Aku sungguh mencintainya, namun aku jauh lebih mencintai-Mu. Aku yakin begitu pula dirinya juga merasa sepertiku. Karena-Mu kami bertemu, karena-Mu pula kami berpisah. Kami mohon ampun atas rasa yang belum halal yang sempat kami kecup. Somoga langkah kami ini menjadi penebus atas semuanya jika cinta sebuah dosa...

Dalam lubuk hatiku yang pasti Engkau pun tahu, aku ingin bersamanya. Jika Engkau mengizinkan, pertemukanlah kami kembali dalam keadaan yang lebih baik. Jika dan hanya jika semuanya akan menjadi lebih baik. Tapi jika menurut ilmu-Mu ada ketetapan lain yang jauh lebih baik, tetapkanlah urusan itu untuk kami dan buat kami ridho menerima ketetapan itu.

Alloh, ambillah semua yang kini ada di sisiku, tapi jangan Kau ambil cinta-Mu kembali. Aku sungguh mencintai-Mu, lebih dari segala cintaku pada makhluk-Mu. Aku tahu, diriku dan cintaku begitu kecil di mata-Mu tapi aku mohon, izinkan aku mencinta-Mu, jangan jadikan aku kekasih yang tak Kau anggap. Jika Engkau pernah cemburu melihatku menerjang ketidakhalalan karena khilafku, maafkan aku, aku ingin kembali pada-Mu, sesungguhnya hanya Engkaulah Penerima Taubat. "Seperti seorang yang kehilangan untanya lalu tiba-tiba unta itu kembali padanya", meski aku kembali pada-Mu berlumur dosa, aku berharap Engkau masih mau menerimaku.

Hanya karena-Mu aku jadi merasa kuat menjalani perpisahan ini, kami merelakan kenyamanan kami demi cinta-Mu, demi kenyamanan akhirat dan terbebas dari tuntutan-Mu di hari pengadilan-Mu.



Untukmu wahai Ukhti yang juga dicintai oleh Alloh...

Wa 'alaykumussalaam wa rohmatullohi wa barokaatuh...

Ukhti, ana rasa kita sudah sama-sama tahu, dan sekarang juga sama-sama dewasa. Memang, kenangan bersama Anti begitu indah pula. Anti telah mengajarkan banyak hal pada ana, untuk terus bersabar, untuk berusaha mengetahui bagaimana caranya membuat orang lain berhenti dari tangis dan mengajaknya senantiasa tersenyum.

Bersama Anti, ana merasa menjadi al-Akh yang hebat, justru karena Anti lah ana jadi berusaha menegakkan perkara syar'i, bagaimana berhubungan dengan akhowat bukan mahrom, ana selalu menjaganya, hanya wilayah hati yang tak terkekang sampai tiba saat kita mempunyai kesimpulan yang sama, bahwa semua ini harus diakhiri. Semua ini harus diakhiri, menjadikannya halal atau tidak sama sekali. Istikhoroh menjadi pilihan kita karena itulah petunjuk dari tauladan kita ketika berada dalam kegundahan mengenai pilihan-pilihan yang menentukan dalam hidup.


Jabir bin Abdillah rodhiyallohu 'anhu berkata: Adalah Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam mengajari kami sholat istikhoroh untuk memutuskan segala sesuatu, sebagaimana mengajari surah Al-Qur'an. Beliau bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaklah melakukan sholat sunnah dua roka'at selain sholat fardhu, kemudian bacalah do'a ini: 

'Ya Alloh, sesungguhnya aku minta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu dan aku mohon takdir-Mu dengan kemahakuasaan-Mu, aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau berkuasa, sedang aku tidak berkuasa. Dan Engkau mengetahui sedang aku tidak mengetahui. Dan Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghoib. Ya Alloh, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaklah menyebut persoalannya) baik untukku, dalam agamaku dan penghidupanku dan akibatnya terhadap urusanku -atau Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: di dunia atau akhirat (terdapat keraguan perawi hadits), maka takdirkanlah untukku dan permudahlah bagiku lalu berkahilah bagiku di dalamnya. Dan apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, dalam agamaku dan penghidupanku dan akibatnya terhadap urusanku, maka jauhkanlah ia dariku dan jauhkanlah aku darinya dan takdirkanlah untukku kebaikan bagaimanapun keadaannya lalu buatlah aku ridho dengannya.'" (H.R. Bukhori 7/162)


Ukhti, kita sudah sama-sama melakukannya, menyerahkan segala urusan pada Alloh, meminta agar DIA yang memilihkan urusan kita. Ketika ana begitu yakin untuk menjadikannya halal sedangkan Anti mendapati keraguan yang sangat, maka itulah jawabannya. Kita memang harus mengakhirinya, bukan memutus silaturohim tapi menjalani segalanya sesuai yang telah ditetapkan oleh Alloh. Bahwa belum saatnya kita merasakan kenyamanan ini, itu ketetapan-NYA. Meski perih, semuanya akan kita jalani demi Yang Tercinta.

Benar, sedari awal ana memang tidak pernah berharap lebih atas persahabatan kita. Ana hanya ingin melihat Anti menjadi lebih mawas menjalani hidup, tidak melulu keluh atau air mata. Ana ingin Anti tahu bahwa banyak yang menyayangi Anti, sahabat di sekitar Anti, dan masih banyak lagi. Ana ingin Anti menyadari bahwa Anti tidak menjalani hidup ini sendirian, Anti memang melangkah sendiri tapi jika Anti terpeleset atau terjatuh, yakinlah bahwa sahabat dakwah Anti sangat banyak. Hingga akhirnya Anti menjadi seorang ukhti yang terbuka dan sangat nyaman dengan akhowat lain, ana sangat bersyukur.

Ana sungguh bahagia dan bangga melihat kondisi Anti sekarang yang jauh lebih baik dari pertama kali kita dipertemukan oleh Alloh. Kini tak banyak lagi gerutu, tak banyak lagi muka masam, bahkan Anti bisa membuat banyak orang tersenyum. Rasanya tak salah yang ada dalam benak ana waktu itu, "Banyak yang berharap pada Anti, kedekatan kita hanya akan menghalangi harapan mereka."

Kini Anti telah bisa berjalan sendiri, meski sempat tertatih. Kini telah lengkap sayap peri Anti sehingga Anti bisa terbang penuh percaya diri. Telah Anti temukan banyak sahabat syar'i di sekeliling Anti dan tidak perlu lagi Anti mengisahkan segalanya pada ana.

Sesekali ana memang khawatir, entah takut kehilangan atau apa, tapi rasanya itu semua hanya bisikan syaithon. Ana mencemaskan Anti, siapa yang akan mengingatkan Anti ketika khilaf, ketika tidak perlu mencemaskan masalah dan Anti mencemaskannya, ketika Anti merasa sendirian. Ah, ana sudah membuangnya jauh-jauh Ukhti. Ana percaya pada Anti, ana percaya pada sahabat-sahabat yang ada di sekeliling Anti, dan yang terpenting ana sudah mempercayakan Anti pada Alloh, Yang Maha Mengatur segalanya, Yang Tidak Pernah Lalai mengurusi hamba-NYA.

Sekarang tinggal masing-masing dari kita menjaga diri agar tak lagi muncul bisikan syaithon atau syahwat yang mengajak kita untuk berlaku curang terhadap ketetapan Alloh. Jagalah diri Anti untuk Alloh, mungkin juga untuk suami Anti kelak, begitu juga ana bertekad seperti itu. Meski terkadang terasa berat, ana tetap yakin pada Alloh. Yakinlah bahwa kita berada di atas pilihan yang tepat, karena tidak ada pilihan lain bagi kita jika Alloh telah menetapkan sesuatu.

"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rosul-NYA telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-NYA, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata. (Q.S. Al-Ahzab: 36)

Ukhti, tolong maafkan segala khilaf ana, insya'alloh ana sudah memaafkan segala khilaf Anti, segala hal yang membuat kita saling tidak nyaman, segala hal yang menyakitkan, semoga kita bisa saling mengikhlaskan. Kalaupun semua yang pernah terjadi di antara kita tidak bisa hilang begitu saja, simpanlah rapat-rapat, jangan biarkan seorang pun tahu. Sebagaimana yang pernah Anti katakan, "Jika kita menyimpan perasaan pada seseorang, biarkan hanya kita sama Alloh saja yang tahu, hingga saatnya tiba atau selamanya di hati saja". Mungkin tidak demikian dengan ana, serapi apapun ana menyimpannya, sepertinya semua orang sudah tahu, ana tidak bisa mengelak jika ana memang benar-benar menyayangi Anti, karena Alloh, semoga.

Mulailah lembaran baru Ukhti, kemauan yang akan menguatkan kita. Kita bisa karena kita biasa. Ana yakin kita bisa bersikap biasa ketika sewaktu-waktu bertemu. Suatu saat nanti semuanya akan semakin normal setelah ana dan Anti sama-sama telah mendapatkan pasangan yang tepat.

Terima kasih atas surat Anti. Sungguh, ana semakin yakin Anti di sana baik-baik saja dan semakin membaik, semakin sholihah, semakin bergelar muslimah sejati. Terima kasih atas banyak hal...

Ana hanya berharap Anti selalu bahagia menjalani hidup, senantiasa ditunjuki dan dilimpahi kasih sayang ALLOH serta lindungan-NYA, semoga yang terbaik yang kelak Anti temui, kemudahan serta barokah. Semoga kita termasuk dalam golongan umat yang dinaungi Alloh ketika tidak ada naungan selain naungan-NYA, dua orang yang bertemu dan berpisah hanya karena Alloh... Sungguh bahagia ana jika nanti kita bisa bertetangga di surga...


Wassalaamu 'alaykum wa rohmatullohi wa barokaatuh...


Semoga surat ini bisa menjadi insprasi bagi siapa saja yang ingin melepaskan diri dari belenggu tipu daya syaithon berupa kenyamanan terhadap lawan jenis yang belum halal.

Ini bukan surat pribadiku, hanya sebuah surat yang kusimpan dari medicalzone.org, diposting oleh seseorang, hasil browsing juga, lalu aku mencoba menempatkan diri pada sang Akhi dan membuat sedikit perenungan serta surat balasan. He3x, nampak riil nggak?

Sembari membaca surat tersebut. Ana yakin, bukan tetes kesedihan yang mengalir. Pastikan tetesan itu adalah air mata bahagia ketika kita bisa melepaskan sebentuk cinta insaniyah demi mendapatkan cinta ilahiyah yang jauh lebih agung.

Akhi, mantapkan hatimu untuk meninggalkannya. Biar ALLOH yang kan menjaganya. Cukuplah ALLOH sebagai penolong, sungguh hanya DIA sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Berharaplah agar dipertemukan dengan seseorang dan merasakan kembali “rasa itu” ketika semua telah dalam keadaan yang lebih baik dan halal, entah seseorang itu ia ataupun orang lain.

Kerja-kerja dakwah begitu banyak Akhi, akan ada waktunya untuk bernyaman diri, tapi mungkin bukan kini. Waktu itu akan tiba pada orang yang tepat, tempat yang tepat, dan saat yang tepat. Ketika itu, tak kan ada lagi yang bisa menghalangi kita untuk meraih jenjang yang lebih tinggi setelah ishlahun-nafsi, takwinul-baitil-muslimi…

Allohu a’lam…