Laman

Konspirasi Teror Polisi

Sebuah film reportase dari seorang wartawan asing mengenai kemungkinan Gerakan Terorisme yang memang sengaja "dihidupi" di Indonesia. Film ini menunjukkan banyak fakta dan pendapat termasuk dari mantan presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Film berdurasi sekitar 40 menit ini sudah saya potong-potong menjadi 10 bagian agar mudah untuk didownload. Sebenarnya film ini sudah beredar sejak beberapa tahun lalu secara underground karena memang cukup kontroversial. Semoga bermanfaat dan bisa membuka mata kita terhadap "The Real Terrorist".
Berikut ini potongan film yang bisa anda download
  1. Klip 1 - Pendahuluan
  2. Klip 2 - Terorisme: Mesin Uang
  3. Klip 3 - Seorang Teroris Bayaran
  4. Klip 4 - Mempromosikan Terorisme
  5. Klip 5 - Teror yang Disponsori Negara
  6. Klip 6a - Teror di Tentena (1)
  7. Klip 6b - Teror di Tentena (2)
  8. Klip 6c - Teror di Tentena (3)
  9. Klip 7 - Pertanyaan tentang Bali
  10. Klip 8 - Kembali ke Masa Depan
Semoga tidak melanggar copyright...

‘Abdullah ‘Azzam

Asy-Syahid Asy-Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam dilahirkan tahun 1941 di desa Silatul Haritsiyyah, Palestina. Hafal Al-Qur’an, ribuan hadits dan syair. Menikah pada umur 18 tahun, kemudian hijrah ke Yordania. Pada tahun 1966 meraih gelar Lc pada Fakultas Syari’ah Universitas Damaskus Syiria dengan cara studi jarak jauh (intisab). Tahun 1969 meraih gelar master. Tahun 1973 menyelesaikan program doktoral dalam Ushul Fiqh di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir dengan predikat Asyaroful Ula (cum laude).

Tahun 1980 diusir pemerintah Yordania karena aktivitas keislamannya. Kemudian mengajar di Universitas King Abdul Aziz, Saudi Arabia. Tahun 1982 hijrah ke Pakistan karena ingin berkonsentrasi pada jihad Afghan. Tahun 1984 bekerja di Rabithah Alam Islami sebagai Mustasyar (penasehat) dalam bidang pendidikan untuk mujahidin Afghan. Ketika di Yordania, sudah berihad di perbatasan Palestina-Yordania sampai ia diusir pemerintah Yordania. Di Pakistan ia berinteraksi dengan para pemimpin mujahidin Afghan seperti Ustadz Sayyaf, Hekmatiar, Burhanuddin Rabbani dan Yunus Khalis. Kadang-kadang beliau pergi ke medan jihad di Afghanistan.

Kesimpulannya tentang jihad Afghan, jihad Afghan adalah jihad Islam. Berjihad saat ini adalah fardhu ‘ain. Umat Islam seluruh dunia harus mendukung jihad Afghan. Sejah itu Abdullah Azzam mengonsentrasikan dirinya berjhad fi sabilillah di Afghanistan sampai ia syahid pada hari Jum’at 24 November 1989. Abdullah Azzam syahid ketika mobil yang ditumpangi bersama kedua anaknya meledak karena bom yang dipasang oleh musuh-musuh Islam.

Buku-buku yang ditulis di antaranya: Ayaturrahman fi jihadil Afghan, Addikfak ‘an aradhil muslimin min ahammi furdul ‘iyan. Sejak Abdullah Azzam syahid Maktab Khidmat al Mujahidin mengumpulkan berbagai ceramahnya kemudian dijadikan buku yang mencapai 50 judul, antaranya serial Tarbiyah Jihadiyah yang mencapai 15 juz, Hijrah dan I’dad 3 juz.

(dikutip dari buku “Pemahaman Hijrah dan I’dad karya Asy-Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam [terjemahan] yang diterbitkan oleh Pustaka Al-‘Alaq pada Mei 1994)

The Last Santri

“Mudah-mudahan Allah akan terus menyatukan hati kita dalam wihdatul aqidah, menyatukan ide dan pemikiran kita dalam wihdatul fikrah, dan menyatukan gerak langkah kita dalam wihdatul manhaj. Selamat berjuang...” pesan yang dituliskan di halaman akhir sebuah mushaf al-qur’an oleh salah seorang ustadz pada santrinya ketika perpisahan masa tinggal di asrama. Di manapun kita berada, tetaplah berkarya...


Sebuah Jeritan

“Aaaarrrggghhh!” tiba-tiba ikhwan itu menjerit ketika salah seorang ustadz mengajak kami berikrar. 
Kami berada dalam posisi melingkar saling mengeratkan barisan dengan mengaitkan lengan-lengan kami satu sama lain. Ustadz itu berada dalam barisan seperti kami. Beberapa panitia memegang handycam dan kamera untuk dokumentasi.



“Di luar sana orang-orang kafir senantiasa merapatkan barisan untuk menghancurkan Islam. Mari kita rapatkan barisan. Kita semua yang ada dalam lingkaran ini, mari kita sama-sama berikrar. Kita semua yang ada di sini akan selamanya berada di jalan dakwah. Barangsiapa keluar atau berhenti dari jalan dakwah, kita berlepas diri dan menyerahkan urusannya pada Alloh. Biarlah Alloh yang akan mengadzab!” kalimat terakhir inilah yang membuat salah seorang ikhwan tadi menjerit sembari hendak melepaskan kaitan lengannya. 

“Aaaarrrggghhh!” bukan jeritan kesal, lebih mirip lenguh ketakutan.

Entah apa yang membuat ikhwan alumni pesantren itu menjerit. Boleh jadi seusai lepas dari pesantren beliau juga sempat melepaskan diri dari dakwah, atau beliau tergambar beratnya konsekuensi yang akan ditanggung karena ikrar itu? Bayangkan, ADZAB!!! Ya, jika sampai keluar dari jalan dakwah biarlah Alloh yang akan mengadzab! Na’udzubillahi min dzaalik...

Akhirnya lingkaran itu ditutup dengan takbir tiga kali dan semua saling menjadi saksi, dinding pun akan menjadi saksi atas ikrar yang telah kami azamkan. Panitia tak kalah akal, diambilnya wajah kami satu per satu dengan handycam, “Ini akan menjadi bukti antum suatu saat nanti!”


Generasi Pengganti

Rasanya semua penduduk Jogja mengeluhkan hal yang sama, mungkin karena hawa neraka kian dekat, “Jogja makin panaaass!” 
Siang itu terik matahari membakar Jogja utara, membuai orang-orang untuk berdiam diri di rumah menikmati tidur siang ditemani kipas angin atau sekedar angin yang membawa dedaunan kering melayang-layang nampak dari jendela. Seorang ikhwan beranjak dari tempat tidurnya untuk mandi karena hendak berangkat ke sebuah acara pertemuan para pengajar TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) di salah satu masjid kecil di Cangkringan bagian selatan. Bersama seorang rekannya ikhwan itu berangkat naik motor.


Subhanalloh... dari motor yang terparkir di depan masjid bisa disimpulkan bahwa ternyata banyak juga yang datang. Kedua ikhwan itu langsung menuju ruang utama masjid. Mereka duduk di hadapan pembicara yang sudah tidak asing lagi. Seorang ustadz yang bisa dibilang sesepuh dakwah sya’bi Jogja sedang memberi taujih kepada para pejuang Islam lereng Merapi dengan suara dan logat khasnya. Kalau tidak salah ustadz tersebut pernah sampai membuat surat pernyataan resmi tidak bersedia dicalonkan sebagai anggota dewan salah satu partai islam karena berbagai alasan, salah satunya karena ingin tetap membina umat secara umum. “Oh, ustadz Didik,” gumam salah satu dari mereka.

Nampak satu setengah shof ikhwan dipenuhi pengajar TPA dari berbagai usia. Di belakang ada shof akhowat hingga ruang di sebelah timur ruang utama. Mungkin ada sekitar 50-60 pengajar TPA dalam masjid itu. Bisa dibilang banyak bisa juga dibilang sedikit mengingat peserta semestinya terdiri atas pengajar masing-masing unit TPA yang berada dalam koordinasi sebuah yayasan yang meliputi empat kecamatan: Ngemplak, Pakem, Cangkringan, Klaten. Para pendekar lereng Merapi turun gunung...


“Semua yang ada di sini ingin menjadi yang digantikan atau yang menggantikan?” tanya sang ustadz sambil tersenyum. 

“Semestinya kalau mau jadi yang menggantikan ya harus jadi perintis bukan pewaris, pelopor bukan pengekor...” 

Uraian ustadz tersebut berkenaan dengan Surat Al-Maa’idah ayat 54 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”


Dari surat Al-Maa’idah ayat 54 dapat kita petik pelajaran bahwa jika kita ingin menjadi generasi pengganti dan bukan generasi yang diganti maka kita harus mempunyai karakteristik generasi pengganti. Yang pertama adalah perbaikan aqidah, kecintaan kita pada Alloh harus berada dalam peringkat pertama. Yang kedua bersifat lemah lembut terhadap orang mukmin lalu bersikap keras terhadap orang kafir. Yang ketiga berjihad di jalan Alloh dan yang keempat tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Ustadz tersebut menambahkan organisasi yang kuat sebagai salah satu hal penting bagi generasi pengganti.

Begitu banyak contoh dan janji Alloh dalam Al-Qur’an yang pada intinya Alloh telah dan akan menggantikan kaum yang dzolim dan atau mendustakan para rosul dengan kaum lain yang jauh lebih baik dari mereka (4:133, 5:54, 6:133, 7:69, 7:74, 9:39, 10:14, 11:57, 14:19, 21:11, 35:16, 43:60, 47:38, 70:41). Kebinasaan kaum Nuh, `Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri lain yang telah musnah (9:70) hendaknya menjadi pelajaran bagi kita semua. Sekali lagi pertanyaan yang kemudian muncul adalah, “Kita akan digantikan atau menjadi generasi yang menggantikan?”


Malam Robithoh

Di malam akhir syawal 1430 H itu berkumpul empat puluhan orang di sebuah pondok pesantren mahasiswa yang konon dahulu didirikan oleh yayasan Al-Muhtadin yang terdiri dari para mu’alaf. Sebuah reuni akbar seluruh alumni santri Pondok Pesantren Mahasiswa Islamic Centre Al-Muhtadin dilangsungkan di lantai satu gedung PMIC Al-Muhtadin setelah sholat jama’ah isya. Ruangan yang biasanya digunakan para santri berlatih Mix Martial Art itu nampak ramai oleh alumni santri dan ustadz pengajar, tentunya juga dua puluh santri yang saat ini sedang berasrama di sana. Sebuah LCD beserta layar putih disiapkan di sudut kiri depan, meja pembicara ada di tengah antara LCD dengan beberapa tamu yang ada di kanan depan. Santri-santri yang hadir mengelompok per angkatan tapi hal tersebut tak menghalangi kami untuk saling berkenalan karena pembawa acara menyediakan waktu untuk ta’aruf per angkatan pada malam itu.


Sesaat setelah ustadz sesepuh pengasuh PMIC yang saat ini menjadi anggota DPD RI hadir acara pun dimulai. Acara diawali pembukaan oleh pembawa acara lalu tilawah al-qur’an oleh salah seorang ikhwan. Sambutan sekaligus taujih serta launching website baru PMIC Al-Muhtadin oleh ustadz Cholid Mahmud menjadi acara yang dinantikan seusai makan malam dalam dus putih dihidangkan beserta sirop dan semangka segar. Sebentar saja beliau memberi taujih karena ada acara lain di auditorium JIH (Jogja International Hospital), kalau tidak salah beliau akan mengisi Talkshow ekonomi syari’ah. Oya, website baru PMIC Al-Muhtadin bisa dibuka di alamat http://www.ic-almuhtadin.com.

Tak ada cara lain yang lebih baik untuk melakukan perubahan masyarakat kita ke arah yang lebih baik kecuali dengan dakwah tarbawiyah, perbaikan sedikit demi sedikit. Target PMIC memang belum untuk mencetak kiyai, baru bisa memfasilitasi para aktivis dakwah kampus pada khususnya untuk memperoleh ilmu-ilmu asasi seperti fiqh, tsaqofah, dan lain sebagainya tapi jika ada yang menjadi kiyai ya silakan. PMIC diharapkan dapat memberi kemanfaatan luas pada masyarakat sekitar, sebagai contoh adalah kajian Ahad pagi yang dibuka untuk umum dan lain-lain. Harapannya jika ada yang mempunyai gagasan bisa disampaikan di forum. Jangan pernah remehkan ide-ide atau amal-amal kecil yang bisa menjadi kebaikan. Boleh jadi perubahan besar justru dimulai dari ide-ide kecil. Pertemuan para santri dan ustadz PMIC hendaknya bisa membuahkan ide-ide yang bisa menjadi awal bagi perbaikan masyarakat. Kira-kira seperti itu yang disampaikan ustadz Cholid dalam taujih singkat malam tersebut.

Momen paling menyentuh pada malam itu adalah ketika kami bersalaman satu sama lain lalu membentuk sebuah lingkaran seperti apa yang telah disampaikan di awal tulisan ini. Ikrar kami, bai’at kami pada dakwah, kali ini bukan hanya satu masa kepengurusan suatu organisasi tapi seumur hidup. Bismillah, semoga niat tetap lurus dan istiqomah hingga khusnul khotimah. Tak habis sampai di situ, air mata ini meleleh ketika ustadz Sholihun yang saat ini menjadi pengasuh PMIC menggantikan ustadz Cholid Mahmud membacakan do’a penutup. Kian deras lelehan itu ketika sampai pada do’a robithoh...

Allohumma innaka ta’lamu anna haadzihil-quluuba qod ijtama’at ‘alaa mahabbatik, waltaqot ‘alaa tho’atik, wa tawahhadat ‘alaa da’watik, wa ta’aahadat ‘alaa nushroti syarii’atik, fawatstsiq allohumma robithotahaa, wa adimwuddahaa, wamla’haa binuurika alladzii laa yahbuu, wasyroh shuduurohaa bifaidhil iimaani bik, wa jamilit tawakkuli ‘alaik, wa ahyihaa bima’rifatik, wa amithaa ‘alasy syahaadati fii sabiilik, innaka ni’mal maulaa wa ni’man nashiir... Allohumma aamin...


Bingkai Kehidupan

Mengarungi samudra kehidupan kita ibarat para pengembara 
Hidup ini adalah perjuangan tiada masa tuk berpangku tangan 
Setiap tetes peluh dan darah tak akan sirna ditelan masa 
Segores luka di jalan Alloh ‘kan menjadi saksi pengorbanan



Allohu ghoyatunaa 
Ar-Rosuul qudwatunaa 
Al-Qur’an dusturunaa 
Al-jihaadu sabiilunaa 
Al-mautu fii sabiilillah asma amaaninaa


Alloh adalah tujuan kami 
Rosululloh teladan kami 
Al-Quran pedoman hidup kami 
Jihad adalah jalan juang kami 
Mati di jalan Alloh adalah cita-cita kami tertinggi


Sekalipun nasyid harocki yang dilantunkan tiga orang santri pada malam itu hanya membangkitkan ghiroh ketika sampai pada syair “Asma Amanina!”, hal itu tidak mengurangi makna bingkai kehidupan yang semestinya dipegang teguh semua da’i, semua santri. Bahwa Alloh adalah satu-satunya tujuan, Rosululloh sebagai teladan, Al-Qur’an sebagai pedoman, jihad sebagai jalan yang harus ditempuh, syahid di jalan Alloh menjadi cita-cita tertinggi, telah benar-benar membingkai kehidupan para santri. Mabaadi’ul hayah, prinsip hidup yang dipegang teguh.

Semoga kita menjadi manusia-manusia penuh karya kaya makna dengan bingkai kehidupan, bukan menjadi bangkai kehidupan. Yah, bangkai kehidupan yang hanya mengotori hidup ini bahkan menyebarkan bau tak sedap kemana-mana. Bangkai hanya seonggok jasad tanpa ruh yang tidak bisa memberi kemanfaatan apapun, tak bisa berkarya, tak bisa beramal, hanya dimandikan, dikafani, disholatkan, hanya menjadi objek amal orang lain. Semoga dengan amal-amal kita selagi jasad dan ruh yang dilengkapi akal ini masih bersatu, kelak diri kita tinggal jasad pun masih dimuliakan oleh Alloh, hingga dihidupkan kembali dan diharamkan tersentuh api neraka lalu diwajibkan masuk surga.


Mari beramal dan beramal... “Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan". (At-Taubah: 105)

Syaikh Ahmad Yasin yang raganya tak sempurna pun bisa mengobarkan semangat jihad yang luar biasa sampai-sampai musuh Alloh perlu sebuah rudal khusus untuk membuatnya syahid. “Dari kursi roda mengguncang dunia untuk kemerdekaan Palestina” (Shoutul Harokah). Maka kita, mari berkarya, apapun yang kita bisa, meski kecil, meski tak nampak, meski tak populis. Bukankah sebuah amal kecil sekecil dzarroh akan tetap diperhitungkan? “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.” (Az-Zalzalah: 7)

Jangan pernah remehkan amal-amal kecil dan ringan karena seringkali kita justru bisa berlaku ikhlas di dalamnya (Abdulloh Sunono). Boleh jadi Alloh justru ridho pada kita dikarenakan satu amal kecil kita...



The Last Santri

Jika dalam “The Last Samurai” kita melihat berakhirnya generasi para samurai yang sangat ingin mempertahankan tradisi dan keaslian budaya Jepang, di sini kita tak akan menemukan cerita itu. Santri terakhir tak pernah ada, tidak boleh ada! Harus tetap ada sebagian dari umat ini yang terus menerus menyeru dan menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. 

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imron: 104)


Harus tetap ada yang senantiasa mengajar dan belajar Al-Kitab. “...Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali Imron: 79)

Sesunggungguhnya Islam ini sempurna dan menyeluruh. Setiap bagian dari kehidupan ada tuntunannya dalam Islam, diatur oleh dienul haqq ini. Kita semua juga berdakwah amar ma’ruf nahi munkar dalam segala bidang, segala profesi, niaga, politisi, lingkungan hidup, teknologi, informasi, tata kelola negara, kependudukan, seni, hiburan, semua harus Islami. Namun, di sisi lain tetap harus ada yang tidak menjadi praktisi. “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (At-Taubah: 122)

Bukankah asatidz saat ini jumlahnya sangat banyak? Na’am, akan tetapi hal itu tak akan menjadi argumen berarti jika kita mengingat bahwa jalan dakwah teramat panjang. Kemenangan dakwah biidznillah mungkin baru akan tercapai setelah sekian generasi. Tentunya usia manusia tak sepanjang usia dakwah. Para shohabat melahirkan tabi’in, tabi’in melahirkan tabi’ut tabi’in dan seterusnya. Harus tetap ada yang menjaga dakwah ini dengan patokan-patokan syar’i agar ia tak melenceng. Dari generasi ke generasi akan terus bergulir dakwah ini. Harus selalu ada generasi pewaris para nabi. Harus ada yang dikader tidak untuk menjadi praktisi, merekalah para santri. Masih panjang generasi yang harus disiapkan. Agar kita tidak meninggalkan generasi yang lebih buruk setelah kita. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (An-Nisaa’: 9)


“...Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya).” (Yunus: 49)

Di dunia ini tak ada yang abadi, teruslah bersiap para pengganti. Jadilah generasi terbaik, para da’i, para santri harus menjadi generasi terbaik dan tetap terbaik meski berganti masa berganti manusia. Generasi terbaik ialah generasi yang setara atau minimal mendekati kualitas generasi para salafush sholih, para shohabat yang disebut oleh Alloh dalam surat Ali Imron ayat 110: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah...”


Ayyuhal ikhwah, bergabunglah dengan generasi para santri, agar kita tidak menjadi generasi terganti, agar kita senantiasa menjadi generasi pengganti dan tak lalai menyiapkan pengganti, agar tak ada kisah “The Last Santri”.


Biarlah syair Izzatul Islam yang kan mengakhiri tulisan ini... 
Turut barisan kami, bersama membangun negeri, sambut seruan ini, raih kemenangan sejati...

Ke Mana Para Mujahid?

“Sepertinya mujahid itu telah pergi ke Palestina atau Afganistan dan meninggalkan jasad beserta sifat-sifat kemunafikannya di sini...” ujar seorang kawan waktu beliau menyadari bahwa produktivitas dakwahnya kian menurun, keteguhannya di jalan dakwah semakin gontai.

Ikhwah fillah yang dirohmati Alloh, pernahkan antum merasa kehilangan militansi? Ya, bolehlah kita sebut dengan futur. Atau tanpa disadari saat ini sesungguhnya kita sedang pelan-pelan menghapus militansi itu? Aktivitas dakwah yang melelahkan telah kita ganti dengan aktivitas-aktivitas duniawi yang menyenangkan. Produktivitas membina telah kita ganti dengan kesibukan mencari ma’isyah, kuliah, atau justru hal lain yang jauh lebih tidak produktif dari keduanya. Ikhwah yang dahulu kesana kemari tholabul ‘ilmi, mendatangi halaqoh qur’an, syuro lembaga dan koordinasi... ke mana kini?

Ketika amanah-amanah dakwah formal mulai tertanggal, muncullah bisikan syetan agar kita istirahat sejenak. Jika kita ikuti bisikan itu, boleh jadi syetan akan beranjak pada bisikan berikutnya “sebentar lagi”, lalu “lama sedikit tak mengapa, sudah ada yang menggantikan kerja-kerja dakwah itu”, bukan tidak mungkin hati yang terlanjur dikuasai syetan akan menuruti bisikan “berhenti saja, toh sudah tidak punya tanggung jawab langsung”. Na’udzubillah... Di sinilah peran keikhlasan. Jikalau kita kehilangan penjagaan terhadap niat yang ikhlas niscaya akan dengan mudah syetan membisikkan was-was, akan dengan mudah kita berhenti beraktivitas, akan dengan mudah kita mencari permakluman dan alasan untuk tidak berkontribusi.

Sudah fitroh kita sebagai manusia bahwa iman senantiasa bertambah dan berkurang, bertambah dikarenakan taat dan berkurang dikarenakan maksiat. Maksiat kader dakwah tentunya tidak seperti maksiat pada umumnya seperti khomr, judi, dan sebagainya. Bisa jadi sekali meniggalkan sholat jama’ah diganti sholat munfarid sudah masuk dalam kategori maksiat bagi kader dakwah. Lalai komitmen amal harian atau komitmen pekanan juga bisa tergolong maksiat jika kita pernah mengikrarkan diri dan bertekad menjadi pengusung dakwah islam ini. Bahkan, terlalu banyak mengonsumsi hal mubah seperti FACEBOOK mungkin juga sudah masuk kategori maksiat... :D

Pernah suatu saat Umar bin Khoththob menanyai pasukannya tentang sholat malam mereka. Tak banyak yang mengiyakan. “Bagaimana mungkin Alloh akan menurunkan pertolongan dan kemenangannya?” geramnya. Allohu a’lam...

Saudaraku di jalan dakwah, sungguh masih banyak wilayah yang belum tersentuh dakwah. Masih banyak masyarakat yang menunggu uluran iman kita. Ketahuilah bahwa musuh-musuh islam sama sekali tak pernah berhenti untuk menjalankan makar mereka, fitnah dan penyesatan. Banyak yang masih perlu kita lakukan jika kita benar ingin menggapai kemenangan dan kemuliaan. Usia kita mungkin tak kan cukup untuk memenangkan kembali agama ini biidznillah. Perlu sekian generasi untuk menegakkan dien ini di tengah gempuran problematika umat yang beraneka macam tiada habisnya. Tak sepantasnya kita memanjakan diri dengan ketenangan semu. Umat menanti dakwah kita, mereka perlu aksi-aksi penyelamatan dari para da’i.
Kesyirikan dan kemaksiatan merajalela di negeri ini. Kejahiliahan kembali merebak dan semakin merebak. Generasi muda yang hanya mengerti mode dan teknologi semakin umum. Di mana posisi ilmu syar’i? Konon seorang teman pernah menulis mengenai UIN (Universitas Islam Negeri). UIN di berbagai kota, jurusan pendidikan yang banyak diminati bukan lagi cabang-cabang ilmu syar’i tapi ilmu-ilmu yang sifatnya sekunder. Siapa yang akan menjaga dan mengingatkan umat ini? Siapa yang akan melanjutkan para ulama salafush sholih penuntut ilmu syar’i dan para masyayikh? Sungguh, dakwah ini meliputi segala sisi kehidupan, masih banyak yang perlu kita celupi dengan warna Ilahi.

Apakah sudah puas dengan lima atau sepuluh tahun menjadi aktivis dakwah? Apakah merasa sudah mempunyai hujjah di hadapan Alloh agar terbebas dari siksa neraka? Apakah sudah cukup amal kita untuk mencari ridho Alloh? Subhanalloh...

Di area dakwah sya’bi (kemasayarakatan) ada suatu istilah unik yang menggejala di kalangan aktivis dakwah; “BIREN” -bar rabi leren-. Setelah menikah maka berhentilah aktivitas dakwah. Entah apa alasannya tapi ini nyata terjadi. Sampai-sampai ada beberapa kawan yang mengistilahkan SMS (Selagi Masih Single) atau MMS (Mumpung Masih Single) sebagai antitesis dari BIREN. Hal ini disebabakan adanya sinyalemen yang menunjukkan bahwa aktivitas dakwah seorang bujang hampir dapat dipastikan pasti lebih produktif dari seorang yang sudah menikah. Bagaimana idealnya? Silakan jawab sendiri.

Ikhwah fillah yang semoga diberi keistiqomahan oleh Alloh, berikut ini ada beberapa kutipan apa yang disampaikan oleh KH Rahmat Abdullah mengenai militansi:

“Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.”

“Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.”

Ayyuhal ikhwah, marilah kembali tumbuhkan militansi itu, panggil pulang mujahid dari Palestina, biarkan berkarya bagi bangsa. Nampaknya bangsa ini juga membutuhkan militansi para mujahid. Jalan nan panjang berliku, banyak rintangan, sedikit rijal, dan banyak godaan ini perlu diperjuangkan dengan kesungguhan. Teruslah berkarya, berkarya, dan berkarya. Berikan sedikit kontribusi bagi dakwah ini, sedikit lagi, dan lebih banyak lagi, berikan seluruhnya, harta dan jiwa. Kelak Alloh akan menggantikan semua dengan surga, keindahan yang tak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, tak pernah terlintas dalam pikiran.

Saudaraku, kiranya sedikit tulisan ini dapat menjadi pemantik lahirnya kembali semangat juang para mujahid. Songsong kemenangan dan pertolongan Alloh dengan usaha dan kesungguhan kita. Dunia menantikan kebangkitan umat ini dari bangsa kita, Indonesia. Lihatlah fitnah dan perusakan terhadap aqidah dan pemahaman ditujukan musuh-musuh islam pada umat di negeri ini. Negeri kita benar-benar diperhitungkan. Usaha memecah belah sesama negeri muslim, dan masih banyak lagi.


Allohu akbar! 
Bangkitlah para mujahid! 
Tidakkah panggilan Alloh melantun indah??? 
Jangan pernah lelah ataupun lengah! 
Tetaplah bertahan dan bersiapsiagalah!!!


Anda dapat mendownload kumpulan tulisan “Untukmu Kader Dakwah” dari Ustadz Rahmat Abdullah di sini atau kunjungi pejuangperadaban.blogspot.com.

Segeralah Berlalu


Mungkin aku hanya harus sedikit bersabar 
Sebentar juga berlalu 
Pasti berlalu...


Kuharap tiada lama lagi 
Tak selamanya akan begini 
Takdir baru menanti...



Tak terhitung bilangan hari 
Tlah kusia bersamamu 
Bersama rasa yang tercabik 
Sabar, sabar, kataku 
Sebentar lagi juga berlalu



Tak istimewa mungkin 
Tapi terindah bersamamu 
Walau pada akhirnya dan selalu 
Pilu...



Yah, semua hanya cerita 
Kita semua punya cerita 
Tak terkecuali makna di baliknya...


Kenapa kita harus bertemu? 
Jika pada akhirnya harus saling melupakan 
Satu sama lain tersakit menyakitkan...



Ya Robb... 
Nampaknya Kau tak pernah kehabisan skenario 
Aku ikut lah... 
Jalan cerita-Mu...


Ridho aku 
Asal semua segera berlalu 
Segeralah berlalu...



Bismillah... 
Angkat dagu 
Pandang lurus ke depan 
Masa lalu tlah berlalu 
Masa depan tak mau menunggu...


Kuyakin takdirmu 
Kuyakin takdirku 

Anggap saja kita telah melaluinya 
Karena kita kini di atas takdir baru 
Dan akan terus beranjak 
Menemui takdir-takdir baru...


Temui bahagiamu 
Kan kucari bahagiaku 
Babak kita kan berlalu...


Dan kau tetap harus tahu 
Aku masih dan selalu mencintamu 

Tak terlupa 
Meski akan berlalu 
Tak kan lupa aku...



Begini nasib jadi bujangan 
Hanya berusaha menghibur diri 
Mu itu kata ganti untuk masa muda 

Masa lajang, masa menunggu 
Sampai berlalu 
Segeralah berlalu...



A sa yang terputus kelak kan terajut 
R indu dan pilu cepat kan terbasuh 
C inta yang menderu kan temukan muaranya 
E nyahkan ghoyah selain-Nya 
L illah, billah, fillah...



Suatu saat dan kuharap segera 
Kan kuucap, "Pamit dulu ya" 
Dan kaujawab, "Ya, hati-hati" 
Baarokalloh... 
Baarokalloh...



Saat ini ku masih sendiri 
Ah, tidak sendiri! 
Bersamamu 
Tapi segeralah berlalu...



Maukah kau jadi saksi? 
Saksi tekadku ini: 
ROMADHON TAHUN DEPAN HARUS SUDAH TIDAK SENDIRI!!! 
v(^^,)



LANJUTKAN hidupmu, Bujang! 
Jangan selalu menunduk dan terus menerus merasa hanya sebagai WONG CILIK! 
Percayalah, HARAPAN ITU MASIH ADA! 
LEBIH CEPAT LEBIH BAIK, bukan?


SEMANGAAATT!!! 
\\(^o^)//

Ini Bukan Dongeng

Beberapa hari setelah Idul Fitri saya silaturohim ke rumah salah seorang sesepuh Yayasan Al-Hikmah binaan Jama'ah Muslim BATAN. Menjelang saya pamit pembicaraan kami mengarah pada bencana yang terjadi di Sumatera Barat pada 30 September lalu. Di akhir pembicaraan beliau mengenang seorang dari Klaten yang berkunjung ke rumah beliau selepas pemilu dan sempat mengungkapkan hal ini, "Kita tunggu saja bencana untuk negeri ini..."
"Pemilu kemarin banyak suap!"
Na'udzubillah... semoga semua ini baru peringatan, bukan adzab.

Saya pun menulis hal tersebut di status FACEBOOK saya. Saya membubuhinya dengan harapan agar caleg maupun aleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tetap bersih, kembali meluruskan niat dan banyak istighfar. Untuk caleg dan aleg lain, pertahankan yang bersih dan bersihkan yang masih kotor. Berbagai tanggapan muncul, dari "jangan dihubung-hubungkan" sampai "saya benci PKS". Allohu a'lam... setidaknya kita ingat pemilik bumi ini, kehendak-Nya-lah segala apa yang terjadi di atas bumi, termasuk berguncang dan bergoyangnya. Peringatan dari kejadian umat terdahulu yang mendustakan ayat-Nya sudah banyak, kebinasaan, kehancuran, pemusnahan. Setidaknya kita makin yakin bahwa kuasa Alloh itu nyata. Bukan berarti di lokasi-lokasi bencana pasti penduduknya buruk. Ini peringatan, saudaraku... Jika Alloh berkehendak, luluh lantaklah dunia ini dengan satu kalimat-Nya... "Kun!"

Berikut ada sebuah kisah pendek mengenai salah seorang kader PKS di Yogyakarta, kisah yang sudah cukup lama dari sebuah buku "Bukan di Negeri Dongeng". Sebagai kado ulang tahun kota Yogyakarta yang ke-253 pada tanggal 7 Oktober 2009 kemarin serta sebagai inspirasi, semoga... Dan sekali lagi semoga perkataan salah satu saudara kita di awal tulisan ini salah. Masih ada anggota dewan dan pejabat yang bersih, insya'alloh...

PARSEL

Boedi Sewantoro hanya ingin berlaku benar. Maka, ia berkali-kali menolak berbagai dana tidak jelas dengan jumlah puluhan juta rupiah yang diberikan padanya.
Ia pernah menolak uang dari beberapa balon wakil gubernur DIY. Ia juga menolak gagasan penambahan "dana purna tugas" di DPRD. Kasus ini sempat mencuat di media di Yogyakarta. Masyarakat memujinya, namun tak sedikit rekannya di DPRD yang mencemooh anggota DPRD dari Partai Keadilan tersebut.

"Saya pernah mengkritik kebiasaan pejabat DIY menerima -bahkan meminta- parsel lebaran dari berbagai pihak, seakan itu menjadi suatu keharusan. Perkataan saya dimuat di koran-koran lokal. Lebaran tahun lalu, banyak anggota dewan yang memarahi saya karena tidak mendapat parsel dari para pejabat di eksekutif di DIY." katanya sambil tersenyum.
"Bayangkan, betapa bahagianya bila masyarakat kecil yang menerima itu semua dari pejabat. Jadi berikanlah parsel itu pada mereka..."
Helvy Tiana Rosa


Saudaraku, HARAPAN ITU MASIH ADA! 
Mari berjuang bersama! 
Kabar terakhir, hari Kamis 8 Oktober kader-kader PKS Padang berusaha mendistribusikan bantuan ke Padang Pariaman. 

"Bantuan menumpuk, yang mendistribusikan entah kemana, PEMDA masih cukup lambat, makanya kader harus turun, mohon doanya..."



Sumbangan dana bagi saudara kita di Padang bisa anda salurkan melalui: 
Rekening DPD PKS PADANG di BANK MUAMALAT INDONESIA a.n. PK SEJAHTERA DPD KOTA PADANG dengan nomor rekening 421 0000615
Silakan konfirmasikan bantuan anda ke nomor ini 0813 2888 4226. 
Jazakumullohu khoiron katsiron...


Anda bisa mendownload e-book "Bukan di Negeri Dongeng" di sini atau kunjungi pejuangperadaban.blogspot.com

Aku Lupa Cara Jatuh Cinta


Mendadak langit kamarku mendung 
Tanpa petir tapi gerimis 
Purnama mengecewakan 
Benar-benar menyakitkan 
Bagai ribuan jarum akupunktur menusuk dadaku 
Bagai alat bekam menyedot darah di jantungku 
Hancur!!!



Purnama, kau pergi saja! 
Ternyata kau sama saja 
Hanya singgah dan berlalu 
Kupikir terang di sisimu 
Kulihat gelap memayungmu 
Kecewa!!!



Loro bronto ditinggal lungo 
Lungamu karo wong liyo 
Sakarepmu!!! 
Sliramu cidro 
Opo ngerti sliramu? 
Atiku keloro-loro!!! 
Oalah, dasar boyo!!! 
Ndang nyingkiro!!!



Lega rasanya bisa menyalak 
Tapi tetap sakit 
Atas nama seluruh keluargaku, 
Pergi!!! 
Bawa pulang senyummu! 
Ora butuh aku! 
Wes ra sudi nyawang rupamu...



Aku trauma 
Tapi aku tak perlu belas kasihanmu 
Aku hanya ingin sendiri kini 
Cukup gerimis temanku 
Kuharap dia setia 
Tak sepertimu 

Ini semua gara-gara kelakuanmu!


Salahmu! 
Kalau sampai aku tak bisa lagi jatuh cinta 
Karena aku lupa caranya 
Semua terbawa terseret bayanganmu...



Aku pun hampa... 
Tanpamu hampa 
Tak bisa kututupi 
Semakin hampa ketika ada yang berbicara "Sejak dulu begitulah cinta, deritanya tiada akhir" 

Haaah... 
Mung marai tambah nglangut...


Aku ingin jatuh cinta pada orang lain 
Tapi tak bisa 
Kenapa oh kenapa? 

Tahap-tahap berkabung sudah selesai 
Aku sudah bisa menerima keadaan 
Ikhlas... 
Tapi koq koyo ngene rasane 
Pengen nangis ra iso 
Pengen ngopo wae ra kepenak 
Jarene Ungu, "Pernahkah kau merasa... Hatimu hampa? Pernahkah kau merasa... Hatimu kosong?" 
Oalah... Lelakon opo to iki?



Haahhh... 
Hidup gontai karena patah hati sepertinya jauh lebih baik daripada mati ditelan kehampaan...


Pengumuman!!! 
Pengumuman!!! 
Aku lupa cara jatuh cinta... 

Ibu-ibu bapak-bapak tolong aku! 
Aku lupa-lupa caranya 
Benar-benar lupa caranya 
Dan sama sekali tak ingat syairnya...

*terinspirasi oleh kisah seorang kawan

Laskar Uhud

Ketika pasukan pemanah lebih memilih ghonimah daripada menaati instruksi Rosululloh untuk bertahan di atas bukit, datanglah Kholid bin Walid -yang waktu itu masih berada dalam barisan kaum kafir Quroisy- bersama pasukan berkudanya. Kontan, kocar-kacir pasukan mukminin di atas bukit Uhud. Dalam pertempuran itu turut gugur Hamzah bin Abdul Muthollib rodliyallohu ‘anhu, paman sekaligus saudara sepersusuan Rosululloh.

Itu sepotong adegan perang Uhud yang kami tampilkan dalam penutupan KIIP (Kajian Intensif Islam Padmanaba) di dusun Morangan, Sindumartani, Ngemplak, Sleman pada tahun 2003. KIIP merupakan rangkaian terakhir dari BBAQ (Bimbingan Belajar Al-Qur’an) yang telah kami ikuti sejak awal menjadi siswa SMA 3 Padmanaba Yogyakarta. Dalam BBAQ ini siswa-siswi baru Padmanaba diberi input ilmu syar’i sekaligus persaudaraan yang semestinya begitu melekat erat dalam hati masing-masing pesertanya, kecuali yang tidak... Hehe... Dan... Tepat! Kelompok kami dinamai Laskar Uhud oleh sang mentor, yel-yel kami digubah dari soundtrack “Ninja Hatori”, mendaki gunung lewati lembah... dan seterusnya. Masih ingatkan kawan?

Hmm... ada kerinduan tak terperi jika mengingat kenangan masa muda. Sekalipun ada sedikit penyesalan, rasanya tak ada yang cukup buruk untuk disesali karena semua itu pada akhirnya telah mengantarkan kita menjadi kita yang ada saat ini. Saya sedikit menyesal, kenapa tidak sejak berputih abu-abu itu saya menemukan saudara-saudara seperjuangan dalam islam. Atau jangan-jangan pertanyaannya terbalik, “Kenapa saya tidak sejak dulu ditemukan?”. Tapi saya bersyukur saat ini saya telah menemukannya. Subhanalloh... Alhamdulillah... Allohu akbar...


BBAQ

Bimbingan Belajar Al-Qur’an. “Lulusan padmanaba harus bisa baca alqur’an. Memalukan sekali jika lulusan SMA Negeri 3 Yogyakarta tidak bisa baca al-qur’an. Makanya kita adakan BBAQ ini,” ujar pak Hamid Supriyatna suatu kali. 

Dalam BBAQ siswa-siswi Padmanaba akan dikelompokkan delapan sampai dua belasan orang untuk mengaji atau kepemanduan atau lebih terkenal dengan mentoring. Kelompok itu akan dipandu oleh satu orang mentor. Pemandu/ mentor akan bersama-sama dengan seluruh anggota kelompok untuk saling memperbaiki bacaan al-qur’an serta membahas masalah-masalah agama dasar seperti aqidah, fiqh, akhlaq, dll. Mentor biasanya diambilkan dari alumni yang sudah lulus. Di samping mentoring ada beberapa pilihan mata pelajaran yang bisa diikuti secara klasikal seperti Bahasa Arab, Tarikh (Sejarah Kebudayaan Islam), Kristianologi, dan sebagainya. Pada waktu itu saya memilih Kristianologi, membongkar kekeliruan aqidah orang Kristen terhadap Yesus, mengurai berbagai keanehan dan kejanggalan dalam bibel.



Mentoring

Selalu ada rasa iri pada mereka yang duduk melingkar sambil memegang mushaf al-Qur’an, menambah hafalan surat pendek, mereka yang bercengkrama sambil membahas masalah-masalah fiqh, salaman-salaman mereka ketika saling bertemu, janjian kapan bertemu lagi, menyenandungkan “Mujahid Muda” bersama, merencanakan rihlah, menginap di rumah siapa, ah... Sejak dulu saya iri pada mereka. Mungkin bisa dikatakan bahwa waktu dua tahun adalah waktu yang sangat lama untuk memendam rindu. Ingin melampiaskan tapi tak tahu pada siapa. Seorang mentor dari kelompok lain yang membuat saya iri pernah terlihat sedang mengisi sebuah kajian di Pondok Pesantren Takwinul Muballighin beberapa tahun lalu, subhanalloh...


Pada awal perkenalan, mentor saya harus KKN, lalu diganti mentor lain dengan nama sama, tapi entahlah... hanya beberapa kali kami bertemu. Satu hal yang sampai saat ini masih saya ingat bahwa pertemuan pekanan kami layaknya charger HP yang akan mengisi kekosongan ruh kami selama enam hari lain tidak bertemu. Kenangan secara fisik, sebuah buku kecil berwarna hijau seukuran lebih besar sedikit dari setengah KTP. Belakangan saya ketahui buku itu berisi kumpulan dzikir ma’tsur pagi petang. Dua atau tiga tahun lalu baru saya membacanya lagi setelah memastikan bahwa dzikir itu riwayatnya rojih (jelas, kuat riwayatnya benar dari Rosululloh). Alhamdulillah, hafal juga... Hehe... Moga menjadi jariyahmu, Mas...

Terakhir saya bertemu mentor pertama saya pada penutupan KIIP, itupun hanya sesaat, semalam. Qodarulloh, sekitar tahun 2006 saya bertemu mentor saya lagi. Saya menemuinya dalam jama’ah dzuhur atau asar waktu dauroh KaLAM (Keluarga Muslim Cendekia Medika) di daerah Bantul. Kalau jodoh memang nggak kemana... Hihihi... Sayangnya bibir ini kelu tak tahu harus berucap apa, masih ingatkah beliau dengan saya? Akhirnya hanya pembicaraan ringan yang terjadi... Tapi sungguh, ada gemuruh dalam dada ingin mengatakan, “Aku mencintaimu, Mas...”

Sampai saat ini jika saya ditanya, “Sejak kapan ngaji?” saya akan menjawabnya sejak SMA, yah... meski tidak terlalu sehat. Saya benar-benar bersyukur ditunjuki Alloh sahabat-sahabat dan jalan yang luar biasa. Begini tho nikmatnya? “Dua orang yang bertemu dan berpisah hanya karena Alloh”


SKI

Sie Kerohanian Islam Organisasi Siswa Intra Sekolah SMA 3 Yogyakarta atau yang lebih sering disebut ROHIS Al-Khawarizmi telah membuat saya benar-benar sakit hati. Benar-benar sakit rasanya ketika harus ditolak menjadi pengurus. Hampir sejumlah tiga kelas sepertinya peserta yang harus ditest untuk masuk rohis. Ada benarnya, tidak mungkin semua menjadi pengurus, tapi bikin sakit hati orang-orang seperti saya. Saya masih benar-benar ingat kakak kelas yang mewawancara saya. Saat ini beliau menjadi salah satu senior dalam barisan dakwah di sebuah kecamatan, saya terdaftar sebagai kader di kecamatan itu. Pengen rasanya mengungkapkan bahwa dulu saya benar-benar sakit hati padanya, dengan pertanyaannya “Apa arti iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin? Pernah beraktivitas dakwah di mana? Ingin masuk departemen apa? Bisa menjelaskan tentang departemen itu?” Haha! Sudahlah... saya sudah mengikhlaskannya... Jodoh emang gak kemana, akhirnya kita berada dalam satu barisan. Mungkin dulu waktunya belum tepat.


Ditolak rohis, saya mengikuti test masuk PAD’s Band. PAD’s Band adalah band yang mewakili Padmanaba dalam berbagai ajang festival. Ditolak pula, terbentuklah sebuah band yang personilnya semua berasal dari kelas kami dan sama-sama ditolak. “Ai Shiteru” menjadi nama band itu setelah sebelumnya “Axel Learns to Rock” dirasa tidak terlalu menjual. Komunitas ini yang selanjutnya menemani hari-hari saya di SMA. Miss u all bro... en sist... Buka puasa di studio, sholat maghrib... Jama’ah-jama’ah kita di basecamp... Haha! Sebenarnya kalau dipikir-pikir kita dulu tu termasuk band hanif, tidak laghwi. Saya masih ingat seorang personil kami yang juga pengurus rohis dan mentoringnya membuat saya iri pernah menyampaikan hukum musik dalam islam. Kata mentornya, asal tidak berlebihan dan tidak membuat lalai gapapa... Waktu itu sedang booming Justice Voice... tapi lagu kami tetap Sheila on 7, Peter Pan, dan L’Arc en Ciel, hehe...

Penolakan ketiga adalah ditolak oleh seorang wanita. Hahaha! Ini yang sekarang bisa saya tertawakan paling keras. Bersyukur, benar-benar bersyukur dulu tidak diterima oleh wanita itu. Nggak bisa mbayangin, kalau sampai diterima mungkin saat ini saya masih hanya berteman lagu-lagu cinta, bukan senandung merdu Al-Mathroed. Inilah cinta pertama yang saya ungkapkan, dan bukan main-main, yang saya pikirkan adalah kata nikah. Nampaknya sejak dulu memang sudah merindukan sakinah... Prikitiiuuuw... :P (Lha koq malah mbahas iki to Mas’e? Ra nyambung!!!)

Satu-satunya, pertama dan terakhir kalinya berpartisipasi dalam kegiatan SKI adalah ketika musyawarah pergantian mas’ul. Oh, tidak dink... ada kegiatan Pesantren Kilat yang ditujukan bagi kakak kelas dan kami menjadi panitia. Saya menjadi tim dekorasi waktu itu. Benar, hanya merancang, membuat, dan memasang dekorasi lalu pulang...


KIIP

Penutupan BBAQ selalu diadakan di dusun pelosok. Peserta harus menginap di rumah salah seorang penduduk yang tentunya sudah di”rembugi’ oleh panitia. Kelompok kami “Laskar Uhud” (hehe... keren mana sama Laskar Pelangi ya?) memperoleh tempat di rumah pak Dimyati yang ternyata adalah seorang guru, teman dari bapak saya. Kegiatan KIIP terkonsentrasi di masjid dusun itu.


Oh ya, jadi ingat, Jumat 25 September 2009 setelah Idul Fitri 1430 kemarin saya ke sana, silaturahim ke rumah pak Lurah Sindumartani bersama pengurus BADKO TKA/ TPA Rayon Ngemplak. Sebelumnya juga sempat ke sana mengantar dua orang teman yang mengambil data penelitian. Dusun Morangan, Kelurahan Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, masih sekecamatan dengan tempat tinggal saya. Masih seperti dulu... tiap sudut menyapaku bersahaja... Halah!! Betapa damainya tinggal di desa...

Berbagai kegiatan diadakan oleh kakak kelas yang menjadi panitia, termasuk jalan-jalan malam menelusuri kebun, kuburan dan hutan. Aqidah kami diuji dengan bebakaran wangi di sekitar kuburan, lalu ketika kami harus masuk hutan, desas-desus bahwa tanda penunjuk jalan menjadi terbalik semua, atau sekedar hilir mudik dari penginapan ke masjid. Ada yang selalu membawa mushaf al-qur’an, ada yang merapalkan ayat kursi, dan lain-lain. Malam terakhir diadakan sholat malam dan muhasabah. “Muhasabah tu apa, Mas?” tanya salah seorang dari kami. Teman yang lain menyahut “Muka Hanson Sangat Bahagia...!!!” Hehe...

Muhasabah mencapai klimaks ketika hati kami disentuh oleh kata-kata tentang ibu. Kalimat-kalimat penyadar betapa berartinya birrul walidain itu diiringi senandung menyayat salah seorang mentor, sebuah nasyid tentang ibu. Mentor yang membuat saya iri ketika beliau bersama para binaannya, teman-teman saya.
 

Kajian Jumat Pagi

Hari jumat menjadi hari istimewa bagi umat islam, begitu juga warga muslim Padmanaba. Pukul enam pagi kami rutin berkumpul di aula untuk mendengarkan taushiyah dari guru-guru kami yang pada saat itu menjadi ustadz-ustadz kami. Tiap kelas mendapat jatah sepekan sekali untuk mempersiapkan tikar, sound system, serta keperluan lain untuk Kajian Jumat Pagi. Suatu saat wali kelas kami yang mengisi taushiyah. Beliau menyampaikan sebuah ayat dengan membaca mushaf al-qur’annya yang benar-benar sudah kumal. “Iki tandane nek kerep diwoco dik” candanya.



Ajrina

Saya tidak pernah mengikuti ini. Ini adalah Kajian Putri Padmanaba yang merupakan corong kegiatan keputrian SKI Al-Khawarizmi. Acaranya berlangsung ketika ikhwan melaksanakan sholat Jumu’ah, akhowat mengisinya dengan kajian lalu dilanjutkan mentoring, sepertinya sih seperti itu. Oya, sebenarnya saya belum mengenal kosa kata akhowat ato ikhwan pada saat itu. Hanya ketika penutupan KIIP salah satu anggota kelompok kami sedikit menanyakannya pada kakak kelas yang menjadi asisten mentor. Ikhwan itu laki-laki, akhwat itu perempuan. “Wah, berarti nek dho nggodani wong wedok kae dho muni ‘Ceweek!’ awake dhewe munine ‘Akhwaat!’ ngono yo? Haha! (dibaca dengan nada genit)” 
Hahaha! Begitulah canda khas anak muda.



Jangkar Islam

Jaringan Kerja Pelajar Islam atau lebih mudahnya forum komunikasi antar rohis se-Jogja. Waktu itu mungkin banyak kegiatan tapi saya hanya pernah ikut aksi menuntun motor dari Tugu sampai Kantor Pos Besar (kalau gak lupa inget). Waktu itu tentang UU Sisdiknas apa ya? Dan pada saat inilah saya bertemu banyak sekali pelajar aktivis rohis se-kota Jogja. Sekali lagi saya harus menahan pedih ketika puluhan atau mungkin ratusan pelajar itu menyenandungkan nasyid dari Izzatul Islam yang berjudul “Mujahid Muda”, pedih karena saya tidak hafal. Kalau tidak salah syairnya diganti “Hai pelajar Jogja... dst”. Tergambar kah kerinduan saya pada saat itu? Hiks... Ingin sekali rasanya bergabung dengan komunitas orang-orang sholih, merasakan ukhuwahnya, berkarya di sana, tapi tak seorang pun menyapa, “ora ono sing ngaruhke” kata orang Jawa.



KMAP

Keluarga Muslim Alumni Padmanaba terdiri atas siswa-siswi muslim alumni Padmanaba, teorinya gitu... KMAP biasanya menjadi penyelenggara mentoring atau pembinaan SKI. Acara terakhir yang saya ikuti adalah pengenalan KMAP pada siswa Padmanaba entah angkatan berapa, lupa, hehe... Hayo... siapa pengurus sekarang? Bikin grup ato apa gitu lah. Ngiri nih sama KSAI Al-Uswah punya anak SMA 1 Yogyakarta. Mereka sepertinya produktif sekali dan ukhuwahnya benar-benar terasa.


Yang saya tahu dan saya percayai, chauvinisme Padmanaba cukup besar. Ketika bertemu sesama alumni Padmanaba, tidak peduli rentang angkatan berapa, selalu ada yang bisa dibanggakan, tiba-tiba saja kepala membesar bersama, ada chemistry atau apalah gitu yang menjadikan kita merasa sedarah, darah teratai merah, ini perlu kita manfaatkan kawan... Oya, ada klausul dari seorang teman, "Konon, kemanapun mencari, hingga ke ujung dunia, kepanasan di sahara, kedinginan di antartika, akhirnya cowok padmanaba dapat cewek padmanaba juga", hehe...
Ayo... podho diuripke pasedulurane...


Mungkin kita berpisah, tapi tidak hati kita kawan...

(Buku angkatan 59) 
Tak terasa... eh, terasa dink! Kita sudah bertahun-tahun meninggalkan masa itu, masa-masa paling indah, masa-masa menentukan bagi seorang pemuda. Nyali nekat yang tak seberani dulu, gerakan yang tak selincah dulu, otak yang tak secemerlang dulu, semuanya berubah kawan. Selama masih ada asa untuk berharap, selama masih ada keringat untuk dicucurkan, selama hayat masih di kandung badan, mari berkarya dan berkarya, terus berkarya. Jadikan perjalanan menuju kematian kita sebagai penantian penuh makna. Nikmatnya andai kita bisa berkisah tentang Padmanaba kembali suatu saat nanti, di surga... Aamin, ya Alloh...



Bhakti vidya ksatria tama 
Tan lalana labet tunggal bangsa 
Jaya... Jaya Padmanaba... 
Hidup Padmanaba!!!