Saat Anda mengambil jalan untuk menjadi pengusaha, mau tak mau Anda harus bersinergi dengan banyak pihak. Boleh jadi karena mitra kita berasal dari daerah yang sama, bisa juga karena lini usaha yang sama, ketersediaan modal yang saling melengkapi, berlokasi di pasar yang sama, atau memiliki visi yang sama sekalipun usahanya nampak tidak saling berhubungan, semua itu sah menjadi latar belakang kerjasama pengusaha. Banyak "irisan" antarpengusaha.
Pertanyaannya ialah: "Di titik mana sebaiknya kita bekerja sama?"
Anda dan mitra bisnis Anda yang paling tahu titik itu. Sebagian orang mengatakan titik itu adalah titik dimana antarpengusaha memiliki kesamaan kepentingan. Misal penjual bakso dan penjual sup buah melakukan merger usaha sehingga menjadi satu warung makan bersama. Pelanggan bakso akan tertarik mencoba sup buah dan sebaliknya sehingga kedua pengusaha bisa meningkatkan angka penjualan.
Beberapa pengrajin batu akik menggelar festival pameran pesta batu di aula balai kota. Pengusaha muslim membentuk sebuah komunitas atau forum. Pengusaha travel bekerjasama dengan pengusaha katering di rest area. Pengusaha percetakan bekerjasama dengan event organizer. Banyak jejaring bisnis yang memiliki irisan kepentingan dan bisa dikerjasamakan.
Tak jarang para pengusaha memiliki lebih dari satu irisan kepentingan. Dalam kondisi seperti itu, irisan mana yang sebaiknya disinergikan? Apakah hanya bisa satu irisan atau bisa semuanya dikerjasamakan? Semirip-miripnya dua pengusaha, tidak semua irisan perlu dipertemukan. Bahkan bisa jadi tidak perlu dipaksakan untuk beririsan.
Dua orang pengusaha yang sekaligus penggiat kegiatan sosial ada yang hanya bisa bekerjasama di wilayah bisnis, ada yang hanya bisa bekerjasama di wilayah sosial, ada yang tak bisa bekerjasama, ada yang bisa bekerjasama di wilayah keduanya. Bagaimana cara mengetahui di titik mana kita perlu bersinergi? Hati! Ya, gunakan hati. Pandangan mata dan akal kita terlalu terbatas untuk bisa menyelami hati. Sinergi melibatkan hati, maka berhentilah sejenak untuk berdialog dengan hati.
Kerjasama bisnis tak selalu tentang keuntungan, ada urusan kenyamanan dan kebaikan hubungan. Seorang pengusaha mungkin memilih menolak tawaran kerjasama karena resikonya bukan hanya persoalan untung rugi namun pertaruhan persahabatan. Dua pengusaha memilih nafsi-nafsi demi menjaga kekeluargaan. Seringkali fastabiqul khoirot lebih menumbuhkan daripada komitmen untuk tumbuh bersama.
Tengoklah berapa banyak kelompok usaha bersama yang berhasil berjalan lebih dari dua tahun! Tak lebih dari 10% yang bertahan. Pengusaha ibarat magnit, lebih mudah menginduksi sebatang besi yang akan menarik besi-besi lain daripada mengumpulkan serpihan magnit dengan harapan jika saling merapat maka daya tariknya akan lebih kuat.
Pilihan-pilihan yang berbeda harus saling dimengerti oleh para pengusaha. Saat ada peluang kerjasama menjanjikan keuntungan dan nyaris tanpa resiko, bisa jadi tawaran itu ditolak karena si pengusaha hendak menikahkan adiknya, bisa saja. Alasan-alasan tak masuk akal kadang harus kita terima. Pengusaha juga mungkin tidak segera merespon penawaran kerjasama karena arti sebenarnya ialah "tidak". Saat diajak bertemu, diskusi, nyaris tidak bisa mencocokkan jadwal, mundurlah sejenak, tanya hati.
Bagi seorang ahli marketing mungkin sekali dua kali gagal memancing "ya" tidak akan menyurutkan langkah untuk terus melakukan pendekatan kepada calon mitra. Jika Anda seorang pengusaha, tindakan overmarketing justru berbahaya. Dalam kerjasama saat ini mungkin Anda bisa memaksa calon mitra bersinergi, kerjasama-kerjasama selanjutnya bisa saja Anda akan dicoret dari daftar mitra. Sekalipun kerjasama sebelumnya berhasil membukukan keuntungan, mitra Anda akan menyimpan rapat-rapat hatinya, dia mungkin akan tetap bekerjasama namun hanya alakadarnya.
Lalu di titik mana sebenarnya kita bisa bersinergi? Tanya hati, jangan mengada-ada. Silaunya pengusaha akan potensi laba bisa membutakan mata hatinya. Sekali lagi sinergi bukan semata faktor keuntungan, bukan juga semata faktor kesamaan. Ianya sebuah pilihan yang tak bisa dipaksakan.