Kurva J adalah
kurva berbentuk menyerupai huruf J. Sumbu vertikal merupakan sumbu kestabilan,
sumbu horisontal merupakan sumbu keterbukaan. Kurva J pertama kali dicetuskan
oleh Ian Bremmer melalui bukunya “The J
Curve: A New Way to Understand Why Nations Rise and Fall” (Fahri Hamzah,
2010; “Negara, Pasar, dan Rakyat”). Kurva J menggambarkan hubungan antara
stabilitas dan keterbukaan suatu negara.
Teori Kurva J
menyatakan bahwa negara-negara tertutup, anti demokrasi, dan pengekang kebebasan
berada pada tingkat stabilitas yang tinggi. Ketika posisi keterbukaan mereka
ditingkatkan sedikit saja, maka tingkat stabilitas mereka akan menurun drastis
karena Kurva J ini memiliki kemiringan negatif yang sangat curam di sisi kiri
titik baliknya. Namun ketika tingkat keterbukaan terus didorong ke kanan, maka
lambat laun tingkat stabilitas akan meningkat kembali.
Dilema Kurva J
Kurva J menjadi
dilema bagi negara-negara berkembang yang sudah stabil dengan ketertutupan
mereka. Ketika ingin mencapai kestabilan yang lebih tinggi mereka harus melalui
titik balik yang begitu dalam. Sedikit saja membuka diri, kurva curam
mengancam. Namun apabila mereka berhasil melalui titik balik tersebut, lambat
laun mereka akan menemukan kestabilan yang lebih tinggi. Lagipula, jika sudah
berada di titik balik mereka akan berat untuk kembali stabil dengan (kembali)
menutup diri. Sehingga, pilihan paling mungkin adalah terus menikmati
keterbukaan dengan semakin meningkatkan kestabilan.
Peran negara-negara
maju yang telah mencapai kestabilan dengan keterbukaan adalah membantu
negara-negara berkembang melewati titik balik yang sangat curam. Saat semua
negara siap membuka diri, siaplah tercapai kestabilan dunia. Kita menyebutnya
era globalisasi, semua negara benar-benar terbuka terhadap negara lain,
terhadap semua anggota dunia.
Barangkali
globalisasi akan memunculkan banyak masalah baru mulai dari ketidaksiapan warga
negara hingga “penghalalan segala cara”. Seakan-akan perang besar di dunia
telah terwujud. Semua manusia bebas bertarung, siapa kuat menang, siapa lemah
kalah. Mereka yang merupakan kaum lemah akan mengiba menolak keterbukaan.
Mereka yang sudah merasa kuat akan dengan percaya diri menghadapi keterbukaan.
Konsep Islam Global
Kita tahu bahwa
dalam Islam sebenarnya tidak ada sekat negara. Penguasa teritori mungkin ada
akan tetapi semua berada dalam satu komando kholifah. Kholifah wajib menjamin
ketiadaan penindasan dan kedzoliman di seluruh penjuru dunia. Keadilan harus
ditegakkan, kesejahteraan harus dimeratakan oleh seorang kholifah.
Keterbukaan adalah
suatu keniscayaan. Islam mengedepankan fair
play, dan Islam punya aturan. Kita mengenal kaidah ushul fiqh “Al-Ashlu fil-Asyyaa’i Al-Ibaahah, illaa maa
dalla ad-Daliilu ‘alaa Tahriimihi” yang artinya “Pada dasarnya dalam segala
sesuatu itu hukumnya boleh, kecuali apa-apa yang telah ditunjukkan oleh dalil (nash)
terkait keharamannya. Sehingga pada dasarnya Islam sangat menjunjung tinggi
kebebasan, dengan rambu-rambu tersendiri.
Rakyat yang kuat adalah
rakyat yang mampu bertarung tanpa proteksi, bertahan tanpa subsidi (Fahri
Hamzah, 2010). Islam menginginkan keadilan dan kesejahteraan. Diperintahkan
kita untuk belajar, menuntut ilmu, bekerja, berusaha, bersungguh-sungguh,
bekerja sama, dan sebagainya tentunya agar kita mampu mengolah bumi ini menjadi
kemanfaatan bersama seluruh umat manusia. Islam mengajarkan seorang muslim untuk
tidak takut kepada selain Alloh, tidak berharap kepada selain Alloh.
Tidak ada yang
mempunyai otoritas lebih di antara manusia selain Alloh, Rosululloh, dan
pemimpin. Bahkan diciptakan-Nya manusia laki-laki dan perempuan lalu
dijadikan-Nya bersuku-suku dan berbangsa-bangsa tak lain adalah agar manusia
saling mengenal. Dengan saling mengenal maka manusia tahu bahwa yang paling
mulia di sisi Alloh hanyalah yang paling takwa. Kesempatan untuk menang atau
kalah selalu ada bagi manusia, siapa saja.
Setelah bertarung
mati-matian dalam bingkai aturan, akan muncul manusia-manusia kuat dan
manusia-manusia lemah. Betapa sempurnanya Islam karena ia diturunkan Alloh
tidak hanya untuk segolongan manusia tapi seluruh manusia, rahmat bagi semesta.
Yang kuat diperintahkan bersyukur lalu membantu yang lemah. Yang lemah
diperintahkan bersabar lalu menahan diri dari meminta-minta. Lengkap sudah!
Dan lagi, begitu
indahnya syariat zakat. Harta yang ada di dunia ini harus beredar dan terus
beredar. Mereka yang menjadi golongan lemah wajib dicukupi oleh golongan kuat. Sehingga
bumi ini cukup untuk kita hidup bersama, sebenarnya. Karena Alloh tidak pernah
menciptakan kemiskinan atau kekurangan, Alloh hanya menciptakan kekayaan dan
kecukupan.
Kurva J Personal
Dalam pembahasan
tingkat negara Kurva J menjadi gambaran makro hubungan antara kestabilan dengan
keterbukaan sebuah negara. Adakah kaitan antara gambaran makro dengan
elemen-elemen personal penyusun sebuah negara? Dengan logika sederhana kita
akan menjawab: ada. Tidak mungkin sesuatu secara umum dikatakan baik jika
elemen penyusunnya buruk. Maka sebenarnya kestabilan dan keterbukaan suatu
negara akan bisa ditarik ke dalam pembahasan tingkat personal.
Sebuah contoh kasus
seseorang bernama Tomy. Tomy bekerja sebagai seorang manajer di sebuah
perusahaan. Tomy mendapat gaji tetap setiap bulan sekitar dua juta rupiah. Tomy
merasa sudah mapan. Tomy bisa memilih untuk tetap dalam kestabilannya atau
mencoba membuka diri dengan menikahi seorang gadis. Jika dia membuka diri,
resiko yang akan dihadapi adalah kestabilan berkurang karena gaji yang dahulu
sangat cukup untuk hidup sendiri harus digunakan untuk hidup berdua. Tentu akan
muncul pula masalah-masalah baru dengan hadirnya seorang istri.
Pilihan yang sesuai
fitrah adalah pilihan untuk menikah. Tomy menikah dengan gadis pilihannya, lalu
dikaruniai seorang anak. Anak mereka mulai tumbuh besar dan kebutuhan semakin
meningkat. Gaji Tomy mulai tidak cukup untuk keperluan sehari-hari. Selain itu
Tomy juga mempunyai obsesi untuk membangun rumah dan memiliki mobil sehingga
total nominal obsesinya mencapai satu milyar rupiah. Tomy kembali harus
memilih: membuka diri atau menutup diri.
Jika harus menutup
diri, kestabilan tinggi hampir tidak mungkin untuk dicapai. Jika membuka diri,
banyak resiko dan resiko, apakah kestabilan akan terus merosot, menderita
kerugian, kebangkrutan, atau akan naik? Melanjutkan hidup sebagai manajer
memang mapan namun penuh kepalsuan dan sakit hati karena selalu kurang dan
kurang. Mulailah tercetus ide untuk berbisnis. Dengan berbisnis Tomy berusaha
membuka diri akan peluang penghasilan tambahan.
Kestabilan hancur, bisnis
kena tipu, modal dibawa lari, aset disita, nilai simpanan merosot dan tidak
liquid, dipecat dari pekerjaan karena proyek kacau terganggu bisnis, anak
terkena kasus narkoba karena kurang perhatian, istri minta cerai, dan
seterusnya, begitu gambaran resiko terburuk Tomy. Inilah titik balik, ketika
tidak ada kondisi yang lebih parah, ketika mau tak mau harus semakin membuka
diri. Lebih berani presentasi, lebih berani mengambil peluang, lebih berani
memberikan penawaran-penawaran, lebih banyak menambah relasi, lebih banyak
mencari koneksi, itu yang harus dilakukan. Harus dijalani, tak ada jalan untuk
mundur, harus maju terus.
Jika Tomy rela
menjalani proses, ia akan menjadi pribadi yang semakin terbuka dan memiliki
lapang pandang jauh lebih luas. Kestabilan yang dahulu dia peroleh dengan
ketertutupan akan tergantikan dengan kestabilan penuh keterbukaan. Tomy akan
terlepas dari ego pribadi menuju ego global. Ego global merupakan perwujudan
ego Alloh dalam misi penciptaan manusia dan alam semesta. Kita diciptakan tidak
untuk hidup sendiri.
Keterbukaan dalam Islam
Manusia diciptakan
oleh Alloh untuk beribadah. Selain itu Alloh juga menciptakan manusia sebagai
kholifah. Dalam peran manusia sebagai kholifah manusia tidak bisa lepas dari
orang lain. Manusia saling mengenal lalu diperintahkan tolong menolong dalam
kebaikan. Manusia diciptakan utnuk memecahkan masalah bersama sehingga ada istilah
musyawarah. Manusia dititahkan merasa saling cenderung kepada lawan jenis,
menikah, lalu berketurunan. Tujuan penciptaan manusia tidak bisa dilepaskan
dari interaksi manusia terhadap Alloh dan terhadap manusia lain serta bumi
sebagai lingkungan tempat manusia tinggal.
Berjalanlah di muka
bumi, ambillah pelajaran, carilah rizki Alloh, bertemulah dengan banyak orang.
Islam mengajarkan keterbukaan. Seorang muslim yang menyepi di gunung untuk
menikmati ibadah tidak lebih utama dari seorang muslim yang berinteraksi dengan
masyarakat dan bersabar terhadap mereka. Seorang muslim yang hanya berdiam diri
di masjid tanpa menjalani kehidupan sebagaimana fitrah manusia telah kehilangan
sisi kemanusiaannya.
Islam tidak
memerintahkan umatnya menjadi rahib-rahib yang membujang terasing dalam
rumah-rumah ibadah. Totalitas dalam beragama bukan diartikan sebagai beribadah
ansich. Totalitas dalam beragama mengandung maksud bahwa dalam segala aspek
kehidupan ditata dan dijalankan atas dasar agama. Berjuang mencari nafkah bisa
bernilai ibadah, berjuang memeratakan kesejahteraan masyarakat juga bernilai
ibadah. Menyingkirkan duri di tengah jalan pun menjadi bagian dari bukti
keimanan.
Silaturahim memperpanjang usia dan membuka pintu rizki. Silaturahim artinya membuka diri, menjalin kasih sayang dan pertalian dengan orang di luar pribadi kita. Mengizinkan orang lain tahu tentang kepribadian kita, permasalahan kita, dan sebaliknya, akan menjadikan kita pribadi yang terbuka. Keterbukaan akan menggeser Kurva J kita, akan berubah pula kestabilan kita. Akan muncul masalah-masalah akibat berinteraksi dengan manusia lain. Akan ada ujian berbuah kestabilan.