Kajian tarbiyah tsaqofiyah di masjid Khoiru Ummah sore itu membahas fiqh dakwah terkait tantangan bagi para da'i. Hal pertama yang dapat menghambat dakwah adalah kondisi kejiwaan da'i. Da'i juga manusia, bisa senang, sedih, cemas, bingung, marah, cinta, cemburu, dsb. Secara fitrah pun manusia dikaruniai kecenderungan/ syahwat terhadap wanita, anak-anak, ternak, niaga, dan berbagai kesenangan dunia yang lain. Itu lumrah, sekali lagi semua itu lumrah. Islam datang bukan untuk menghapuskan syahwat tapi untuk mengarahkannya.
Tibalah pembahasan pada masalah cinta... Sebelumnya maaf jika saya terlalu sering membahas topik seputar cinta dan nikah dalam status atau catatan saya. Insya'alloh bukan dalam rangka saking ngebetnya pengen nikah tapi sekedar ingin berbagi, barangkali ada hal-hal yang bisa mencerahkan jiwa dan menjadi bekal kita bersama. Sekarang ini sepertinya memang sedang memasuki era melankolis. Kita lihat saja dua puluh tahun lagi generasi sekarang bermental apa. Sebelum semua terlambat, okelah mellow, tapi tetap bermuara pada Alloh, bisa nggak ya? Hehe...
Yah, da'i juga bisa jatuh cinta. Sangat wajar ikhwan tertarik pada akhowat dan sebaliknya, kita berlepas diri dari alasan mereka saling jatuh cinta. Tiba-tiba saja, tak bisa dihindari, jatuh cinta itu klise tapi nyata. Kalaupun ada yang mengatakan bisa menahan diri dari perasaan jatuh cinta, saya kira semua itu karena kita tahu syari'atnya, sedangkan cinta tetap saja ada. "Alloh mengetahui bahwa kamu senantiasa menyebut-nyebut dalam hati". Sudahlah, akui saja... :P
Subhanalloh, betapa indahnya Islam! Syari'at nikah menjadi salah satu buktinya. Ikhwan akhowat saling merasa cenderung, suka, cinta, itu fitrah, solusinya nikah, mudah saja bukan? Apa nggak dosa? Yo jelas enggak donk! Malah berpahala! Lha wong melaksanakan sunnah koq dosa? Piye to cah?
Lha terus apa kabar BKKBS? Berarti bole cari sendiri? Nanti dibilang nggak manhajiy? Hmm... Dengarkan dulu penjelasanku wahai anak muda... :)
Trus masalah VMJ? CBSA? Masak dibolehkan gitu aja? Sabar to... :)
Maksud saya begini, salah satu tujuan pernikahan adalah mengarahkan syahwat pada jalan yang halal agar ikhwan dan akhowat saling cenderung, merasa tenteram, dan berkasih sayang. Tidak ada salahnya jika rasa saling menyukai tumbuh terlalu dini sebelum akad halal antarkeduanya. Tidak salah asal berujung pada kehalalan, segera! Jika dibiarkan terlalu lama tentunya bisa terjerumus ke dalam rasa yang salah. Munculnya VMJ, CBSA dan berbagai fenomena lain di kalangan aktivis dakwah bole jadi disebabkan kekurangfahaman dan kekurangmujahadah perihal manajemen perasaan.
“Aku tahu ini belum saatnya, aku harus bisa mengekangnya erat-erat!”
“Bernyaman-nyaman dengan rasa yang belum halal hanya akan memicu kemurkaan Alloh.”
“Biarlah kusimpan, kuabaikan, kuredam, agar produktivitas dan keikhlasan dakwahku tetap terjaga!”
Mungkin masih banyak kalimat lain yang digumamkan mereka yang telah memahami syariat ketika rasa itu datang tiba-tiba. Intinya, jika memang merasa belum mampu menikah tapi terlanjur “wuyung”, bertahanlah, berpuasalah, alihkan perasaan yang menggelora itu pada kreativitas dalam manuver-manuver dakwah, bina ta’lim lebih banyak lagi, bina halaqoh lebih banyak lagi, dakwah fardhiyah lebih ketat lagi, silaturohim lebih sering lagi, dan pastinya tingkatkan kualitas ‘ubudiyah pribadi. Saya kira kita semua sepakat bahwa cinta itu memiliki energi yang luar biasa, curahkanlah itu dalam dakwah. “Milikilah visi besar!” kata mas Salim suatu kali.
Jika rasa itu benar-benar tak tertahankan, gimana mas? Saya semakin tidak konsentrasi untuk menjalani keseharian sebagai aktivis dakwah, apalagi kuliah, amanah-amanah saya pada buyar dan kacau, wajahnya membayang di mana-mana, saya nggak kuat lagi memendam perasaan ini... (Coba baca “Bidadari”) Subhanalloh, masih ada kata “gimana mas?” di sana, ini menunjukkan bahwa al-akh telah mengambil salah satu langkah yang sangat tepat yaitu tidak memutuskannya sendirian.
Beberapa ilustrasi berikut ini semoga bisa menjadi inspirasi...
Putra seorang ustadzah menyampaikan gejolak hatinya pada sang ibunda. Ibunda tahu bahwa putranya suka pada seorang ukhti, usia mereka masih sama-sama SMA. Apa solusi yang ditawarkan pada sang putra? “Lha gimana, umi bilangin ke orang tuanya? Nanti umi sama abi yang biayain semua keperluan rumah tangga kalian. Kalian sudah baligh, kalau berani ya umi bilangin.”
Seorang murobbi mengajak ketemuan mutarobbinya tanpa agenda yang dijelaskan sebelumnya. Setelah mereka bertemu, sang murobbi bertanya, “Gimana kabarnya dek? Katanya antum sudah mau nikah?”
Jedugg! Kagetlah sang mutarobbi. “Ha?! Enggak! Yang bilang siapa mas?”
“Itu, mbaknya dek anu bilang ke ane, katanya antum sudah pengen nikah?”
Yup! Pemicu adegan itu adalah para murobbi melihat tanda-tanda dan gejala yang muncul pada mutarobbi mereka. Sepertinya hasil pengkajian menunjukkan bahwa para mutarobbi sedang dilanda asmara.
“Sejak awal saya sudah memperhatikan, mengikuti perkembangan hubungan antum berdua dan sebenarnya saya lebih sreg kalau antum berdua segera menikah.”
“Kalian buruan nikah aja gih! Lama-lama ngeri aku ngeliatnya!”
“Kalian berdua udah pernah istikhoroh belum sih?”
Kalau sudah benar-benar tidak tahan ya nikah saja! Intinya itu. Kan masih kuliah? Kan masih dibiayai orang tua? Apa kata teman-teman? Ane belum cukup mapan, belum punya ini itu, penghasilan masih pas-pasan, bla bla bla... Kesimpulan yang akhirnya diambil, lebih baik mempersiapkan diri saja sembari memperbanyak puasa... :D
Sakjane tulisan iki meh piye to? Le mbahas koq mbulet-mbulet ra jelas ngene? Hehe...
Saudaraku, betapa banyak orang tua yang lebih rela membiayai anak-anaknya pacaran daripada membiayai mereka menikah. Mana yang mendekati zina? Mana yang berpahala? Mana yang konsekuensinya lebih berat? Pacaran atau menikah? Betapa sedihnya jika ada murobbi yang menghakimi mutarobbinya karena jatuh cinta pada teman syuro. “Antum ikhwah bukan? Hape antum isinya SMS-SMS seperti ini!” sang murobbi membanting hape mutarobbinya karena hape itu berisi banyak sms “taushiyah” dari lawan jenis. Betapa sangat disayangkan ada seorang ikhwah rela membiarkan sahabatnya berpacaran tanpa menasihatinya untuk menikah. Semestina pernikahan menjadi salah satu solusi yang ditawarkan pada "para pecinta sebelum waktunya". Ilustrasi-ilustrasi di atas merupakan beberapa contoh bijak, hehe...
Saya lupa pernyataan ini dari siapa, kalau tidak salah dari Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah yang disampaikan teman saya, “Salah satu obat bagi seseorang yang dilanda al-isyq (cinta mati) adalah menikah, baik itu dengan orang yang bersangkutan maupun dengan orang lain.”
Intinya saja mas! Intinya, jangan persulit cinta mereka. Jangan salahkan cinta. Jangan sesali cinta yang datang belum pada saatnya. Izinkan mereka menikah, dukung mereka untuk menenangkan jiwa melalui syari’at mulia. Takutlah pada skenario: ketika cinta dipersalahkan, ketika cinta ikhwah dianggap merusak barisan, mengotori keikhlasan lalu perlu diasingkan, mungkin akhirnya mereka akan kawin lari dari dakwah. Jika dengan menikah mereka justru jadi lebih giat dalam berdakwah, jika dengan menikah mereka justru jadi lebih muntijah, jika dengan menikah kehidupan mereka bisa lebih barokah, kenapa dihalang-halangi?
Warning! Harus dengan resep dokter! Jangan coba-coba memulai, jangan bermain-main! Hati-hati, api bisa membakar diri! Jaga hati! Jaga hati! Jaga hati! Kalau bisa jangan sampai semua itu terjadi. Jika tidak, BKKBS akan sepi... :P Ini serius, luruskan niat, memperturutkan hawa nafsu bisa sangat berbahaya. Kalau dalam buku Iqro ada tulisan “Ingat! Buku bajakan bisa tidak barokah!” begitu juga cinta bajakan bisa tidak barokah. Jika tidak dilandasi niat yang benar dan cara yang benar, peluang amal diterima semakin kecil saja bahkan menjadi sia-sia. Na’udzubillahi min dzaalik...
Isi tasqif sore itu tidak murni seperti ini, banyak yang saya tambah-tambahi sendiri, dan mungkin jadi membingungkan seperti ini, ‘afwan ustadz... :(
Apapun pilihan para pecinta, lakukan ISTISYAROH dan ISTIKHOROH. Bermusyawarahlah, dengan orang tua, murobbi, ustadz, qiyadah, sahabat dakwah, dan diri sendiri lalu kerjakan sholat istikhoroh, akhirkan pilihan pada Alloh. Semoga barokah...
Saya berlindung kepada Alloh dari keburukan diri saya dan amal saya, dan dari was-was syaithon. Silakan petik kebenaran yang ada, buang jauh-jauh jika ada yang salah. Subhanakallohumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika...