Barangkali kebanggaan orang tua terhadap anak-anak mereka yang pandai sains, juara kelas, cakap bermain musik, menyanyi, dan menari mulai tergeser oleh kebanggaan orang tua terhadap banyaknya hafalan Al Quran anak-anak mereka. Subhanalloh.
Wahai ayah bunda, sedemikian mulianya, tapi mungkin di Palestina sana para orang tua tidak lagi bangga terhadap hafalan Al Quran anak-anak mereka, yang mereka banggakan ialah kematian anak-anak mereka di medan jihad.
Mereka mengajarkan anak-anak mereka Al Quran bukan untuk dibanggakan. Mereka menghapal Al Quran agar bisa berada di garis depan, dengan senapan di tangan kanan. Hanya ada dua pilihan: hidup mulia di atas kemenangan atau mati bahagia dalam kesyahidan.
Anak-anak dilahirkan bukan sekedar sarana penyejuk pandangan atau motif kebanggaan. Mereka ditempa untuk dikirim ke medan perjuangan.
Layaknya Al Khonsa mengutus satu per satu putra laki-lakinya ke medan juang, hingga keempatnya hanya raga tak bernyawa saat pulang, begitu juga semestinya kita.
"Warhamhumaa kamaa robbayaani soghiiroo", semoga tulus doa anak-anak kita ketika mereka memohon pada Alloh agar tercurah kasih sayang-Nya bagi kita, sebagaimana kita mengasihi mereka, mendidik mereka, membina mereka sewaktu mereka masih kecil.
Orang tua membesarkan anak-anak mereka agar menjadi sarana turunnya rahmat Alloh, bukan agar anak-anak itu menjadi sesuatu yang membuat mereka bangga dan bahagia.
Dan ketika anak-anak kita memenuhi perintah Alloh untuk memelihara kita di masa tua, merekalah setetes rahmat Alloh bagi kita, yg sebenarnya ialah sebentuk pengabulan Alloh atas doa-doa mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar