Salafy Mempersilakan PKS Memimpin


Sudah jamak kita temui antar gerakan dakwah Islam terjadi gesekan-gesekan. Berbagai perbedaan pandangan tentu wajar karena metode dakwah yang dijadikan jalan perjuangan juga berbeda. Gerakan dakwah Salafy yang berusaha memurnikan aqidah menghidupkan sunnah menghapus bid’ah dan anti demokrasi acapkali berselisih pendapat dengan gerakan dakwah Tarbiyah yang berusaha meletakkan kesempurnaan Islam di seluruh sisi kehidupan melalui partai politik yang dibentuknya yaitu PKS.

Jika kader Salafy membaca tulisan ini mungkin akan muncul kegeraman tersendiri terhadap PKS begitu juga sebaliknya. Masing-masing kalangan elit mereka boleh jadi tidak terlalu detail menanggapi isu-isu yang sensitif dan rawan memicu perpecahan. Bagi mereka semua itu adalah bumbu-bumbu perjuangan, satu sama lain sudah saling faham. Lain dengan para elit, kalangan akar rumput biasanya lebih sering bersitegang.

Sesungguhnya kedua gerakan dakwah ini yaitu Salafy dan PKS mempunyai potensi besar jika bekerja sama. Bila mereka bisa berkolaborasi dalam hal yang mereka sepakati dan bisa bertoleransi dalam hal yang mereka tidak sepakati, niscaya gelombang dakwah akan semakin menggulung tinggi dengan gegap gempita membahana. Mimpi yang sulit terwujud mungkin mengingat keduanya bagaikan air dan minyak, sama-sama cair namun sulit bercampur.

Pada dasarnya air dan minyak sulit bercampur namun dalam eksperimen sains keduanya bisa saling berikatan ketika diberi sabun. Barangkali sabun ini merupakan katalis yang bisa melarut di air maupun di minyak. Kelak sabun-sabun akan dan bahkan sudah meliputi Salafy dan PKS. Adab ta’aruf, tabayyun, tawashou, dan ta’awun mulai nampak dari keduanya.

Kini orang Salafy dan orang PKS tak segan berkolaborasi dalam dakwah yang sama-sama mereka sepakati. Dalam hal memakmurkan masjid, menggemakan al-quran, menolong sesama, keduanya memiliki pandangan yang sejalan. Tak lama lagi, insyaalloh keduanya akan berkoalisi dalam sebuah kepemimpinan Islam yang baik di negeri Indonesia, semoga.

Ada yang menarik dari fenomena trend saling memberi perhatian dan saling mendekat dari Salafy dan PKS. Ternyata Salafy mempersilakan PKS memimpin. Ketika masih menjadi aktivis dakwah di kampus saya dapati teman saya yang notabene Salafy mempersilakan teman saya yang berafiliasi dengan PKS untuk memimpin lembaga dakwah. Teman Salafy saya menjadi seorang kepala bidang sedangkan teman PKS saya menjadi seorang mas’ul padahal di awal syuro keduanya adalah calon mas’ul.

Saat saya kebetulan memegang sebuah lembaga dakwah al-qur’an independen, teman saya yang Salafy mempersilakan dan dengan begitu ridho menerima ditempatkan sebagai manajer sedangkan saya sebagai direktur. Saya berafiliasi dengan PKS. Kami menjalani dakwah dengan berbagai strategi dan perjuangan bersama. Kami saling menjaga pendapat masing-masing dan sudah saling tahu bagaimana semestinya bersikap satu sama lain.

Beberapa saat yang lalu saya begitu tersentuh dengan satu peristiwa sehingga akhirnya saya menuangkan pemikiran saya dalam tulisan ini. Peristiwa tersebut mendorong saya menyimpulkan bahwa “Salafy mempersilakan PKS memimpin”. Semoga setelah membaca tulisan ini ada sedikit pencerahan bagi kita. Tak diragukan lagi, meskipun Salafy begitu anti dengan gerakan dakwah di ranah politik praktis yang digencarkan oleh PKS, sesungguhnya mereka sangat rela dan mempersilakan PKS memimpin.

Siang itu menjelang adzan Dzuhur waktu kami tiba di sebuah rumah sakit khusus ibu dan anak di Yogyakarta. Kami sedang duduk di bawah pohon saat sebuah mobil berhenti di depan pintu masuk rumah sakit. Dari mobil itu keluar seorang wanita bercadar mengeluarkan beberapa barang bawaan. Menyusul tiga atau empat anak kecil dan seorang pria berjenggot tebal bercelana cingkrang keluar dari mobil tersebut.
“Salafy,” pikir saya.

Usai sholat Dzuhur setelah mendaftar dan diperiksa oleh seorang bidan istri saya mengabarkan bahwa dia sudah harus mondok. Bismillah, kami memutuskan untuk menyambut kelahiran anak kedua kami di rumah sakit itu. Di ruang bersalin yang terdapat dua tempat tidur itu sudah ada satu tempat tidur yang terpakai. Beberapa saat kemudian pasien itu pindah ke ruang lain. Ternyata pasien itulah yang tadi turun dari mobil bersama suami dan beberapa anaknya.

Begitu jam dinding menunjukkan sekitar pukul 18.00 dari ruang sebelah terdengar tangisan bayi. Rupanya sang ibu tadi sudah melahirkan. Menyusul pada pukul 18.10 istri saya melahirkan. Anak mereka perempuan, anak kami laki-laki. Segera kami mengabarkan kepada keluarga lalu pergi ke mushola untuk sholat Maghrib.

Berikut ini adegan berulang-ulang yang membuat saya tersentuh. Di mushola rumah sakit yang tidak terlalu luas sang bapak Salafy beserta anak-anaknya menunggu untuk sholat jama’ah bersama. Di lain kesempatan saya menunggu untuk sholat jama’ah bersama. Saya tersentuh ketika berkali-kali kesempatan sholat jama’ah bapak itu mengumandangkan iqomat dan mempersilakan saya menjadi imam sholat.

Saya merasa tidak lebih pantas menjadi imam dibandingkan sang bapak Salafy. Saya kalah umur, kalah jumlah anak, kalah panjang jenggot dan kalah cingkrang. Setidaknya ukuran-ukuran fisik tersebut membuat saya sedikit minder untuk menjadi imam. Saya merasa faham fiqh sholat, bacaan alquran saya lumayan tidak kurang dari standar, maka bismillah saya maju meskipun sempat saling dorong mempersilakan menjadi imam.

Dari banyak peristiwa yang saya alami saya merenungkan bahwa sesungguhnya orang-orang Salafy begitu tawadhu. Mereka tidak suka mengambil jabatan sebagai pemimpin. Bukan karena mereka tidak mampu namun mungkin karena kepemimpinan selalu dimintai pertanggungjawaban oleh Alloh dan itu berat. Allohu a’lam, dalam berbagai kesempatan saya lebih sering bertemu orang Salafy yang suka memberi kesempatan orang lain berada di depan mereka.

Mereka siap berada di shof terdepan, siapapun imamnya mereka akan taat. Tak terhitung sholat jama’ah yang saya lalui bersama orang-orang Salafy yang demikian. Subhanalloh, sepertinya berbagai kejadian seperti ini bisa digeneralisasikan bahwa orang Salafy siap dipimpin siapa saja. Betapapun keras mereka terhadap orang-orang PKS, ketika PKS memimpin mereka akan sami’na wa atho’na. Dalam wilayah kepemimpinan umat, sekritis-kritis orang Salafy terhadap PKS, sesungguhnya Salafy mempersilakan PKS memimpin. Insyaalloh mereka akan sangat lebih ridho dipimpin oleh orang PKS daripada dipimpin oleh orang kafir. Insyaalloh.

Abu Mursyid bin Jamal As-Sulaimani