Tak Kan Tertukar

Pernahkah kita sangat sedang ingin mengumandangkan adzan lalu bergegas ke masjid namun ternyata sudah ada orang lain berdiri di depan mikrofon? Atau kita pernah tanpa persiapan tiba-tiba mendapat tugas menggantikan khotib jumat yang berhalangan hadir? Kira-kira apakah semua itu semata kebetulan?

Jika kita beriman pada qodho dan qodar Alloh, tentu tak ada istilah kebetulan dalam setiap kejadian. Ya, semua ada dalam ketentuan dan rencana Alloh. Bukankah selembar daun yang jatuh dari pohon juga telah tertulis di Lauhil Mahfudz?

Pasti di antara kita pernah ada yang mendengar kisah orang-orang yang wafat dalam keadaan sujud, sholat, tilawah, atau saat mengisi pengajian. Bisakah mereka menyengaja? Ada orang yang diwafatkan di medan perang. Ada pula yang berharap syahid di tengah pertempuran namun tak satupun peluru menghampirinya. Amal kita tak kan tertukar.

Ibu kedua saya, ibu yang saya temui telah membesarkan istri saya, beliau wafat meninggalkan kunyit, kencur, dan jeruk nipis yang sudah berada di dalam sebuah blender. Belum sempat beliau menyelesaikan membuat jamu untuk adik-adiknya yang pada hari itu biasanya berkumpul, Alloh telah mencukupkan amalnya. Akhirnya istri saya yang menyelesaikan membuat jamu itu beberapa hari berikutnya. Amal kita tak kan tertukar.

Sekitar empat jam perjalanan Jogja Banyumas pernah saya tempuh dengan sepeda motor demi mencari tanda tangan izin untuk penelitian saya di Instalasi Rawat Inap RSUD Banyumas. Ruang demi ruang saya telusuri hingga mendapat informasi bahwa Ka IRNA baru saja keluar, mau pulang, mau ada acara, naik bis. Tiba-tiba semacam ada pilihan: berjalan santai atau bergegas lari.

Saya pun berlari di halaman rumah sakit menuju halte bis di seberang rumah sakit. Seorang ibu berseragam segera saya temui. Saya sampaikan maksud saya dan saya minta izin tanda tangan. Hanya hitungan detik setelah berkas saya ditandatangani berhentilah sebuah bis di hadapan kami dan tiba-tiba beliau berlalu, naik ke dalam bis.

Alloh selalu tepat waktu. Apa yang terlewat tak perlu disesal. Apa yang belum didapat tak perlu membuat kesal. Setiap umat memiliki ajal. Ketika datang ajal mereka, maka tak akan bisa mereka menunda dan tak akan bisa mereka memajukannya.

Ketika ada peluang-peluang amal di depan mata, senantiasalah bersegera mengambilnya sebelum peluang itu berlalu dari hadapan kita. Sekalipun amal-amal kita tak akan tertukar dengan amal orang lain, sekalipun amal kita tak dapat dimajukan atau dimundurkan, tentu bukan semata kebetulan Alloh menampakkan peluang itu ada di depan mata kita dan kita memiliki pilihan, bersegera atau melewatkannya.

Saya teringat ucapan Cak Nun yang kurang lebih, "Kemerdekaan bangsa Indonesia itu sudah dirancang dan dikehendaki oleh Alloh. Kenapa kok harus tanggal tujuh belas bulan delapan tahun empat lima, sehingga bisa disimbolkan dalam bilangan jumlah bulu-bulu burung garuda yang jadi lambang negara sekarang ini dengan sangat indah. Coba kalau Indonesia itu ternyata merdeka bukan pada tanggal itu. Piye yen pak Karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia ditunda tanggal siji januari tahun patang puluh enem? Rak yo ra sido burung garuda, malah iso mung manuk emprit, sewiwine wulune siji, buntute siji, iyo po ra?"

Maka mari kita syukuri kemerdekaan bangsa kita ini, kemerdekaan yang didapat atas berkat rahmat Alloh Yang Maha Kuasa. Sungguh, kemerdekaan ialah hak segala bangsa. Kemerdekaan tak kan tertukar. Hari, tanggal, jam, dan detiknya sudah ditentukan, kita hanya menempuh perjalanan menuju alamat-alamatnya. Ada yang menempuh dengan perjuangan, ada yang merasa cukup berpangku tangan. Mereka sama mendapat kemenangan, tapi amal tak kan tertukar, amal mereka tidaklah sama.

Tadi malam di acara tirakatan kampung saya penceramah menyampaikan sekira, "Di Palestina sana saat ini mungkin dzohiron mereka belum merdeka namun haqiqotnya mereka merdeka. Setiap bayi lahir langsung dikenalkan pada Alloh, pada Rosululloh, pada Al-Qur'an. Di negeri kita mungkin sudah tujuh puluh dua tahun kita merdeka, namun kita masih saja menjadi budak selain Alloh. Anak-anak kita sejak kecil bukan belajar mengenal Alloh tapi lebih dahulu mengenal hape, diajak ngaji milih televisi. Israel itu membunuhi anak-anak Palestina karena apa? Karena mereka takut kalau sampai anak-anak itu tumbuh dewasa. Masalahnya pemuda palestina itu tak takut mati, jika sampai dewasa mereka akan jadi musuh berbahaya bagi tentara israel. Kita di sini bahkan tidak sadar kalau sajatinya kita sedang terjajah."

DIRGAHAYU INDONESIA!
Sekali merdeka tetap merdeka. Hanya kepada Alloh kita menghamba, jangan tertukar!

MELAWAN ARUS

Kemarin malam (25/7) saya bermimpi sedang dikumpulkan di sebuah ruangan semacam serambi masjid dengan ruangan tertutup. Ada beberapa orang di sana, salah satunya teman masa kecil saya yang saat ini baru saya carikan calon istri. Kami mau berangkat berombongan ke barat, entah dalam rangka apa.

Malam sebelumnya saya bermimpi bahwa kondisi dakwah sedang sangat genting, rombongan longmarch para relawan dakwah harus menyamar saat melewati wilayah tertentu. Kendaraan saya pun dicegat saat melewati wilayah perbatasan. Sesuatu dicek dan dicari oleh dua orang lelaki bertampang biasa namun berani membuka-buka kursi dan memukuli kendaraan kami dengan batu seukuran bungkusan nasi padang.

Di ruangan bercat putih, dari pintu tanpa daun pintu yang terletak di sebelah pojok kanan depan muncul seorang pria berjanggut, rambutnya hitam, kurus hingga nampak tulang-tulang wajahnya, bibirnya agak tebal, bajunya kemeja putih, celananya panjang warna hitam. Saya mengenali sosok itu seperti seorang ustadz yang wafat beberapa bulan yang lalu. Beliau nampak begitu muda, rambut dan jenggotnya masih hitam. Hanya pakaiannya bukan jubah putih sebagaimana sering beliau kenakan di akhir-akhir kehidupan beliau.

Beliau memberikan taujih atau arahan pada kami. Beliau wasiatkan agar kami tetap kokoh melawan arus.

"Mengikuti arus itu mudah, enak, tidak sulit, akan tetapi sesungguhnya penuh dengan kesempitan dan kesusahan. Adapun melawan arus, perjuangan itu begitu berat, akan tetapi sesungguhnya penuh dengan kabar gembira dan kebahagiaan."

Beliau menyampaikan mengenai kabar gembira dan kebahagiaan orang-orang yang melawan arus itu dengan wajah berbinar penuh keceriaan sampai beliau tertawa. Beliau sampai tertawa terduduk seakan menggambarkan betapa tertipunya orang-orang kafir dengan kehidupan dunia ini.

"Maka pada hari ini orang-orang yang beriman yang menertawakan orang-orang kafir. Mereka duduk di atas dipan-dipan melepas pandangan. 'Apakah orang-orang kafir itu diberi balasan hukuman terhadap apa yang telah mereka perbuat?'"
(Al-Muthaffifin: 34-36)

Orang yang bersyukur itu sedikit, orang yang bersabar itu sedikit, mereka melawan arus kebanyakan orang yang lalai. Mereka tidak mengikuti langkah-langkah syaithan, langkah-langkah yang menjauhkan diri dari Allah. Melawan arus ialah memilih menjadi golongan kanan dan menegakkan hujjah atas firman Allah, "Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar." (Al-Balad: 10-11)

Semoga oleh Allah kita diberi keistiqomahan menempuh jalan mendaki nan sukar, ditetapkan hati dalam melawan arus, dikokohkan pijakan kaki kita agar tidak tergelincir. Sungguh berat memang, namun jangan cengeng dengan merasa dicurangi, jangan nglokro dengan merasa didzolimi, jangan berpaling dengan merasa tidak diadili. Yakinlah, ada kabar gembira bagi orang-orang beriman, ada kebahagiaan menanti orang-orang yang sabar.

"Yaa muqollibal quluub, tsabbit quluubanaa 'alaa diinik..."