Akun Facebook Aktif Lagi

Assalaamu 'alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh...
Alhamdulillah, setelah hampir setahun menghilang dari dunia per-facebook-an, insya'alloh terhitung mulai Jumat 22 April 2011 akun facebook saya sudah aktif kembali. Ini artinya??? Silakan diselidiki, hehehe...

Yang Penting Alloh Mau

Bagi sejumlah orang, Romadhon 1431 H menjadi bulan pencanangan "Romadhon terakhir dengan status jomblo". Pada bulan itu kebetulan teman-teman PSIKOPAT mengadakan buka bersama namun sayang saya tidak bisa ikut. Ketika itu saya harus meng-handle acara pengajian remaja di kampung. Tema yang saya usulkan pada teman-teman adalah tentang pernikahan. Maklum, usia kami memang sudah kemraben -istilah bagi orang yang sudah layak menikah-.


Menurut penuturan beberapa teman yang menghadiri acara buka bersama PSIKOPAT 1431 H, mas Egha Zainur Ramadhani memberi konsep baru pada mereka tentang masa menanti jodoh. 

"Jika sampai sekarang kita belum bertemu dengan jodoh kita, itu artinya Alloh sedang memberi kesempatan pada kita untuk semakin meningkatkan kualitas pribadi, hingga saatnya tiba. Jangan siakan!"

Benar, menanti datangnya jodoh bukanlah suatu hal yang menyedihkan jika kita bisa mengisi penantian itu dengan perbaikan diri. Artinya, usahakan kita bertemu dengan jodoh pada saat kondisi kita membaik, sehingga yang baik itu bertemu dengan yang baik. Boleh jadi jodoh yang disiapkan Alloh itu sangat baik dan untuk layak bersanding dengannya kita harus menjadi sebaik jodoh kita itu. Bukankah "...wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)..."? (QS An Nur:26).



Sejenak teringat sajak Kahlil Gibran yang ditulis dalam undangan nikah mas Egha beberapa tahun lalu, "Jangan dikira cinta datang dari keakraban yang lama dan karena pendekatan yang tekun. Cinta adalah keserasian jiwa atau anak kecocokan jiwa. Jika itu tak pernah ada, maka cinta takkan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad."

Yang pacaran bertahun-tahun lalu gagal menikah jumlahnya mungkin sangat banyak. Yang baru kenal beberapa bulan lalu menikah jumlahnya juga banyak. Jadi, intinya bukan pada lama kita menanti atau seolah menanti, tapi pada mencocokkan jiwa. Sekalipun kita tidak pernah bertemu sebelumnya, tidak pernah kenal, kalau jiwanya sudah cocok, berlakulah ayat Alloh dalam surat An-Nur ayat 26.

Subhanalloh, Maha Suci Alloh yang telah menciptakan manusia itu berpasang-pasangan...

Ada satu hal lagi yang menjadi poin taushiyah mas Egha pada sore hari menjelang maghrib waktu itu. Mas Egha menyampaikan tentang faktor penting dua manusia berjodoh (baca: menikah). Bisa jadi laki-laki dan perempuan itu sama-sama mau, kedua pihak orang tua mau, tapi Alloh tidak mau, pernikahan tidak terjadi. Bisa jadi laki-lakinya mau, perempuan tidak mau, bahkan orang tua juga tidak mau, tapi Alloh mau, pernikahan pun terjadi. Bisa jadi laki-laki dan perempuan sama-sama tidak mau, orang tua tidak mau, tapi Alloh mau, pernikahan terjadi juga. Jadi, faktor paling penting adalah mencari ridho Alloh, agar Alloh mau.

Kalau Alloh sudah mau, yang awalnya laki-laki perempuan sama-sama tidak mau pun akan dicarikan jalan oleh Alloh agar berjodoh dan akhirnya mau. Makanya, jika kita merasa cenderung pada lawan jenis, yang perlu kita lakukan bukan mengusahakan bagaimana caranya agar si dia mau, tapi lakukan semua usaha agar Alloh mau. Percuma saja kan, misalnya si dia akhirnya mau tapi Alloh tidak mau (tidak ridho), insya'alloh tidak akan ketemu jalan untuk berjodoh.

Jadi, yang penting Alloh mau, bismillah...

Beban Para Elit Dakwah

Sudah sepantasnya da'i itu mempunyai kualitas maknawiyah melebihi mad'u-nya. Sudah seharusnya ilmu dan amal da'i itu jauh lebih banyak dibanding mad'u mereka. Bagaimana mungkin seorang aktivis dakwah kapasitas dan kualitasnya justru lebih rendah daripada orang-orang yang mereka seru? Kesabaran mereka pun harus bisa dipastikan jauh lebih besar dibanding umat yang mereka bimbing.


Ujian bagi para da'i berbeda dengan ujian bagi mad'u, lebih berat, benar, lebih berat. Lihat saja ujian para rosul, lalu para sahabat, tak ada iman yang tak diuji. 

"Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman," dan mereka tidak diuji?" (QS Al-'Ankabut: 2)


Suatu saat Imam Ahmad bin Hambal mendapat sebuah ujian berat. Beliau disiksa dan dipaksa mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Penguasa pada saat itu ingin agar Imam Ahmad mengubah keyakinan dari Al-Qur'an adalah kalam Alloh menjadi Al-Qur'an adalah makhluk Alloh. Sang Imam tetap bersikeras di atas prinsipnya.

Kita tahu, dalam Islam kita boleh mengatakan kalimat kekafiran dalam kondisi terancam nyawa, dengan syarat hati kita mengingkari kalimat yang kita katakan. Tapi apa yang dilakukan Imam Ahmad? Beliau teguh, tsabat di atas 'aqidah yang lurus. Sekalipun nyawa di ujung kepala, beliau rela demi keimanannya.

Yah, jika yang mengatakan kalimat kekafiran adalah orang biasa mungkin tidak mengapa. Ini seorang ulama, seorang imam besar, apa yang kira-kira akan terjadi jika kalimat kekafiran keluar dari mulutnya? Ribuan orang siap menuliskan kalimat apapun yang diucapkan sang imam. Di luar sana umat menanti pernyataan sikap beliau. Apakah demi nyawa lalu beliau tega menyesatkan umat?

Beban para elit dakwah jauh lebih berat dari da'i yang secara struktural dan ketokohan tidak terlalu "tenar". Elit dakwah tidak bisa seenak perut membuat pernyataan, bersikap, dan bertingkah. Segala gerak-gerik mereka diperhitungkan. Apapun yang mereka lakukan boleh jadi ditetapkan sebagai pedoman banyak orang. Sikap waro' semestinya mereka utamakan.

Ustadz Rahmat Abdullah pernah mengibaratkan elit dakwah dengan sebuah busur panah. Jika bidikan di busur meleset saja satu senti, bukan tidak mungkin target sejauh seratus meter menjadi sia-sia. Anak panah bisa meleset satu meter dari target. Artinya, kelurusan pemimpin dan elit dakwah akan sangat menentukan tepat tidaknya dakwah yang dilakukan da'i di struktur bawah. Sedikit saja melenceng, jangan harap dakwah berakhir tepat sasaran, kecuali ada pelurusan di tengah jalan.

Beban elit dakwah tidaklah ringan, jangan main-main, jangan lengah, tetaplah bertahan dan bersiapsiagalah!

Menanti Sebuah Jawaban

Waktu terasa berjalan melambat ketika kita menunggu sesuatu yang akan sangat menentukan babak baru perjalanan hidup kita. Apa yang mungkin dirasakan oleh seorang perawat saat menolong keluarga dekat yang amat dicintainya yang henti jantung? Hitungan demi hitungan RJP (Resusitasi Jantung Paru) bagaikan waktu paling lambat berjalan dalam hidupnya, satu menit akan terasa sangat lama. Semua yang ada di sekeliling menanti jawaban takdir, hidup atau mati.


Sabaar... Sabar... "Antum berdo'a saja akh..." 

Waktu akan terasa jauh lebih lama lagi ketika kita memang sudah tidak bisa melakukan apa-apa terhadap jawaban yang kita tunggu. Ikhtiar teknis sudah tidak bisa kita usahakan, yang bisa kita lakukan hanya berdoa dan menyiapkan diri menyambut takdir baik maupun buruk. Menjadi pribadi yang baik, memperbaiki pribadi merupakan pilihan paling logis untuk mengantisipasi jawaban apapun yang akan kita terima. Jika jawaban itu baik, insya'alloh kita memang pantas karena kita juga sudah berusaha menjadi baik. Jika jawaban itu buruk, artinya kita masih diberi kesempatan menjadi pantas untuk mendapatkan yang lebih baik.


Rosululloh saja, yang seorang utusan Alloh, amat dekat pada Alloh, beliau shollallohu 'alaihi wa sallam memerlukan waktu lebih dari 20 tahun untuk menghasilkan perubahan besar dalam masyarakat. Dunia saja diciptakan Alloh dalam enam masa (Hud: 7). Semua butuh waktu, semua perlu proses. Kun fa yakun juga tidak serta merta terjadi, ada tenggat waktunya.

Selama belum terjadi, takdir itu rahasia Alloh. Kewajiban kita sebagai manusia adalah ikhtiar yang terbaik, khusnudz-dzon pada Alloh, berdo'a, lalu ikhlas dan ridho pada apapun jawaban Alloh atas permintaan kita. Jika jawaban Alloh baik, kita bersyukur, lalu kembali ikhtiar mengusahakan yang lebih baik lagi. Barokah itu ziyaadatul-khoir yang artinya bertambahnya kebaikan. Kebaikan yang berbuah kebaikan, menjadi pintu bagi kebaikan-kebaikan lain, itulah barokah. Jika jawaban Alloh belum baik, kita bersabar, lalu kembali ikhtiar dan seterusnya.

Hidup ini mudah, Islam sudah membuat banyak protap (prosedur tetap) yang semua tertuang dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kita hanya perlu untuk mengikuti aturan yang telah dibuat Alloh itu. Yah, terkadang memang kita sendiri yang suka mempersulit.

Dalam selang Alloh memberi kita waktu menunggu, mungkin sesungguhnya Alloh hanya sedang ingin menguji kita. Alloh ingin mengetahui kapasitas kita menanggung beban takdir yang akan diberikan-Nya, baik maupun buruk. Kira-kira kita sudah pantas belum untuk mendapat takdir baik yang kita minta? Kira-kira kita sudah siap belum? Kira-kira kita sudah mampu belum? Kira-kira kita sudah cukup ilmu belum? Itu tandanya Alloh sayang pada kita, karena Alloh tidak ingin membebani kecuali dalam batas kemampuan kita.

"Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (Al-Baqoroh: 286)

Kalau ingin diberi takdir terbaik, usahakanlah yang terbaik. Pantaskan diri kita menerima jawaban baik dari Alloh. Berusaha menebak-nebak tidak terlalu berguna, hanya membuang waktu, tenaga dan pikiran kita. Siapkan saja diri kita, siap-siap menerima takdir baik dengan kondisi pribadi yang baik. Apapun jawaban-Nya, perbaikan yang telah kita usahakan untuk pribadi kita sesungguhnya juga menjadi jawaban tersendiri dari Alloh.

"Kalau Antum ingin tahu siapa jodoh Antum, lihat saja Antum sekarang. Seperti apa Antum, itulah gambaran seperti apa jodoh Antum nantinya," begitu nasihat salah seorang ustadz sekitar lima tahun lalu ketika kami berboncengan di atas sebuah motor.


"...wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)..." (QS An Nur:26)

Theorema yang sangat sederhana dalam surat An-Nur ayat 26 tersebut semestinya membuat kita berpikir logis: "JIKA DAN HANYA JIKA ... , MAKA ..." 

Intinya, jika menginginkan jawaban baik, gunakan pertanyaan baik, siapkan media yang baik, berharaplah yang baik, tanggapi dengan baik, serba baik semuanya. Insya'alloh akan datang jawaban baik, cepat atau lambat. Isi masa penantian itu dengan baik, perbaikan dan membaik.


Allohu a'lam...