Etape-etape dalam Dakwah

Sesunguhnya perguliran waktu dalam kehidupan manusia terbagi dalam etape-etape. Pada setiap etape Allah tetapkan tugas khusus pada para pengembannya. Begitulah para Nabi diutus untuk masing-masing umat.
Kelak semua Nabi akan dihadapkan untuk menjadi saksi bagi tiap umatnya. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam barangkali menjadi Nabi yang memiliki etape terpanjang sampai hari kiamat. Beliau diutus untuk menjadi tauladan sepanjang masa. Setiap ucap dan lakunya dijadikan standar kebaikan paripurna.
Al Quran dan As Sunnah beliau wariskan sebagai pedoman petunjuk jalan. Syafaatnya kita nantikan. Pertolongan Allah kita harapkan. Di hari perhitungan kelak umat beliau menjadi umat yang jumlahnya paling banyak. Betapa beratnya mebayangkan beliau juga harus mempertanggungjawabkan umat yang tidak pernah beliau temui, umat separah kita ini. Allahumma shalli 'alaa sayyidinaa Muhammad.
Usia umat Nabi Muhammad dibagi dalam lima etape lagi menurut sabda beliau: masa kenabian, masa khilafah yang mengikuti jejak nabi, masa pemimpin yang menggigit, masa pemimpin yang memaksa, lalu masa khilafah yang mengikuti jejak nabi. Sepeninggal Nabi, ada etape dari etape kekhalifahan saat sayyidina Abu Bakar Ash Shidiq menjaga kemurnian Islam dengan memerangi para nabi palsu, ada etape saat sayyidina Umar bin Khatab melakukan ekspansi besar-besaran, ada etape saat sayyidina Utsman bin Affan memperindah dan merapikan tatanan, ada pula etape saat sayyidina Ali bin Abi Thalib harus menanggung beban, dan seterusnya.
Terus dan terus para penerus Nabi melakukan apa yang menjadi tugas pada etapenya. Saat umat butuh penjelasan mengenai Al Quran dan As Sunnah, ada para penjelasnya. Saat umat butuh pengumpulan hadits, ada para pengumpulnya. Saat umat butuh belajar agama secara utuh, ada para perangkumnya. Saat umat butuh tema-tema tertentu dalam agama, ada para penjabarnya. Saat umat butuh kemudahan dalam penetapan hukum-hukum, ada para imam yang bersusah payah menyaripatikan kaidah-kaidahnya. Saat umat butuh fatwa dalam masalah-masalah mutaakhir, ada para muftinya. Saat umat butuh pandangan ilmiah mengenai kontroversi kasus per kasus kejadian terkini setiap hari, ada para influencer menulis status singkatnya.
Sesungguhnya kita tidak harus menyelesaikan misi dakwah hingga islam kembali berjaya. Kita tahu bahwa usia dakwah begitu panjang, tak terjangkau dengan usia kita. Kita hanya harus menyelesaikan etape kita. Kita hanya harus memastikan generasi setelah kita mendapatkan batu pijaknya. Kita hanya harus mengizinkan mereka menyelesaikan etape mereka.
Tantangan di etape mereka berbeda dengan tantangan pada saat kita menjalani etape kita. Cara-cara kita belum tentu cocok untuk menghadapi tantangan di depan sana. Kita hanya harus melakukan pewarisan dakwah pada generasi setelah kita sebagaimana generasi sebelum kita mewariskan jejak rekam dakwah mereka pada kita. Kita hanya harus meletakkan kepercayaan di pundak para pemuda, membesarkan hati mereka, lalu menyerahkan segala urusan mereka pada Sang Pemilik Rencana.
"Pada setiap etape ada tantangannya, setiap tantangan ada penakluknya."

Jodoh untuk Kaum Marhaen

Atas takdir Allah kami menikah dua puluh hari setelah pertemuan pertama kami. Bertemu pada 10 April, kami pun melangsungkan akad nikah pada 1 Mei di tahun yang sama. Ya, tepatnya delapan tahun yang lalu kami menikah.
Sekedar untuk mengenang momentum itu kami menonton sebuah film kreatif. Kami memutar sebuah film yang tak sengaja kami temukan saat mencari film pendek islami untuk persiapan kegiatan di bulan Ramadhan nanti. Film yang kami tonton berjudul "Teman ke Surga".
Bagi para jomblo fi sabilillah yang bertekad menjadikan bulan Ramadhan tahun ini sebagai Ramadhan terakhir dalam kesendirian, cobalah tonton film ini: https://m.youtube.com/watch?v=hgGsRoFaiZ0
JODOH ITU SEDERHANA
Sesungguhnya jodoh itu sederhana, kamu menikah dengannya, lalu mencintainya, itu saja.
Jika Allah berkehendak, tak butuh alasan apa-apa untuk menjadikan dua insan yang tidak memiliki cerita sebelumnya tiba-tiba saja menikah pada akhirnya. Allah telah menciptakan pasangan kita dari diri kita sendiri. Ada kesamaan, kecocokan, kesesuaian, kesejiwaan yang telah tertanam sejak kita masih dalam kandungan.
Seorang penyair mengatakan, "Jangan kau kira cinta datang dari keakraban yang lama dan pendekatan yang tekun. Cinta adalah anak kecocokan jiwa, dan jika itu tidak pernah ada, cinta tak akan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan milenia."
Kecocokan itu akan saling memberi sinyal pada waktu yang telah disetel oleh-Nya. Mungkin ada sebagian dari kita yang mencoba mengingkari munculnya tanda-tanda dan gejalanya. Ada pula yang menyangka sudah saatnya padahal hanya karena gede rasa.
Sangat manusiawi jika sesama anak manusia saling berusaha menyamakan frekuensi. Wajar juga ketika mereka berusaha mencari-cari dimanakah pemilik frekuensi yang sama. Kemampuan manusia memang hanya meraba-raba.
Ada salah satu tips sederhana: cobalah untuk menemukan frekuensi sejati pada masing-masing pribadi. Beningkan, jernihkan. Semakin sedikit noise-nya, insyaalloh semakin dekat dengan frekuensi asli yang juga dipancarkan oleh seseorang di sana.
KAPAN SIAP MENIKAH
Menurut penuturan salah seorang guru saya, Soekarno pernah memaknai kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah jembatan emas. Kemerdekaan menjadi momentum yang siap tidak siap harus dilalui. Semangat seorang Marhaen harus ada pada diri bangsa Indonesia.
Marhaen, hanya mengayuh becak, gubuknya reyot, bahkan hanya dengan bermodal tikar dia berani menikah. Marhaen menikah tak perlu menunggu punya ini itu. Bangsa Indonesia pun menyatakan kemerdekaan tidak perlu menunggu ini itu. Proklamasi hanya harus dilalui.
Seorang Marhaen mungkin membutuhkan waktu dua tiga generasi untuk bisa memperbaiki taraf hidup sosialnya. Jika harus terus menunggu, kapan kira-kira momentum yang tepat untuk mengatakan "kita berjuang sama-sama ya mas" atau "insyaalloh kita perjuangkan bersama dek". Ya, barangkali justru dengan menikah itulah seorang Marhaen menemukan momentum untuk akselerasi perbaikan masa depannya.
Jomblo punya masalah, berpasangan punya masalah. Jomblo punya tanggungan, suami istri punya tanggungan. Bedanya hanyalah jomblo sendirian sedangkan suami istri bisa saling menguatkan.
Tidak sesederhana itu mas. Sederhana, jika kita seorang Marhaen. Para Marhaen terlatih hidup berbagi, suka maupun duka. Karena sesungguhnya menikah bukanlah tentang apa yang kita miliki saat ini, tapi siap atau tidak kita untuk benar-benar hidup berbagi.
Selamat hari buruh!
Milikilah semangat Marhaen. Menikahlah bukan hanya karena ingin meraih kebahagiaan di dunia. Menikahlah untuk keberlanjutan dan kebaikan generasi setelah kita. Menikahlah dan berjuanglah bersama. Jadilah teman ke surga bagi pasangan Anda.