Sekolah Dasar yang Menjadikan Al Quran sebagai Dasar

"Dahulu kaum salaf tidak mengajarkan hadits dan fikih kecuali kepada orang yang hafal Al Quran," berkata Imam An Nawawi.

Begitulah idealnya pendidikan dasar bagi anak-anak muslim. Al Quran ialah sumber utama dari segala ilmu. Mempelajarinya menjadi prioritas dibandingkan mempelajari ilmu lain. Jika menyimak biografi para ulama, kita temui bahwa mereka sudah selesai menghafal Al Quran pada usia tujuh tahun, sembilan tahun, atau tiga belas tahun.

Memang tak semua anak harus menjadi ulama tapi mengupayakan Al Quran mengalir menyatu dalam darah daging mereka sejak usia belia tentu akan sedikit menenteramkan hati kita. Kita "nyicil ayem" dengan menyiapkan bekal mereka untuk menghadapi dunia. Ibarat tanaman yang baru tumbuh lalu kita memupuknya dengan nutrisi keimanan, insyaallah ia akan berdiri dengan akar yang kokoh, melahirkan daun yang rindang, dan kelak menghasilkan buah yang manis.

Kondisi budaya yang berbeda memaksa kita baru bisa mencontoh generasi terdahulu dengan semampu kita. Jika mungkin anak-anak kita belum bisa khatam 30 juz sebelum lulus SD melalui hafalan. Semoga setidaknya mereka bisa khatam 30 juz dengan melihat mushaf.

Untuk hafalan kita upayakan mereka bisa khatam separuhnya, atau sepertiganya, atau sepertigapuluhnya. Di suatu negeri barangkali anak-anak hafal Al Quran bukan lagi hal yang istimewa karena  pada umumnya anak-anak di sana yang tidak hafal Al Quran hanya satu dua. Bagaimana dengan lingkungan kita?

Tidak menyerah begitu saja, banyak komunitas muslim berusaha kembali membudayakan hafal Al Quran sejak usia dini. Salah satunya dilakukan Yayasan As Sakinah melalui SDIT Hidayatullah Yogyakarta. Sekolah dasar yang berlokasi di Jalan Palagan Tentara Pelajar km 14,5 Balong Donoharjo Ngaglik Sleman itu memang sangat menekankan pembelajaran Al Quran bagi murid-muridnya.

Pembelajaran Al Quran di sekolah yang berada di komplek Pondok Pesantren Hidayatullah itu menggunakan metode Ummi. Dari jenjang PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA para murid sangat familiar dengan kegiatan tahsin dan tahfizh sebagai agenda harian. Metode Ummi dipilih salah satunya karena pengelolaannya sangat mengedepankan komitmen pada mutu, baik mutu guru, proses, maupun mutu murid.

Penjagaan mutu dimulai dari guru yang wajib lulus ujian tartil bacaan Al Quran dan sertifikasi pengajar metode Ummi. Guru Al Quran SDIT Hidayatullah berjumlah 40 orang dari keseluruhan guru dan pegawai yang berjumlah sekitar 80 orang, kemungkinan masih akan terus bertambah. Guru kelas, guru mata pelajaran, pegawai, hingga petugas kebersihan tak luput dari kewajiban lulus tashih yang ditetapkan oleh yayasan.

Berkala tiga tahun sekali sertifikat tashih harus diperbarui sehingga salah satu program sekolah ialah penjagaan bacaan Al Quran guru dan pegawai baik dengan tadarus, pembinaan, maupun tasmi'. Selain itu pemenuhan standar hafalan minimal juga menjadi target program bidang sumber daya manusia. Kuatnya interaksi dengan Al Quran merupakan intinya inti perjuangan mengembalikan kejayaan peradaban Islam.

Bagaimana dengan murid-muridnya? Di awal masuk sekolah para murid dites bacaannya untuk pengelompokan saat belajar Al Quran. Jika memang harus mulai belajar dari pengenalan huruf tunggal berharakat fathah maka murid pindahan kelas empat pun harus belajar dari jilid satu.

Jika ada murid kelas satu yang sudah menguasai bacaan panjang sesuai standar, maka ia berhak mulai belajar dari jilid empat. Apakah ada? Ada! Di antaranya murid TK Yaa Bunayya yang masih terjaga bacaannya hingga masuk SD. TK yang berada dalam satu naungan yayasan dengan SDIT Hidayatullah itu sudah mengajarkan Al Quran kepada murid melalui metode Ummi dengan target lulusan selesai jilid empat.

Sebagai penjagaan mutu setiap kenaikan jilid murid harus diuji oleh koordinator Tim Al Quran agar kualitas bacaan sesuai target materi jilidnya. Setiap seperempat juz hafalan juga harus melalui ujian agar bisa lanjut ke seperempat juz berikutnya. Setiap akhir semester semua hafalan harus diuji simak sampai hafalan terkini.

Setiap juz yang selesai dihafal dalam satu tahun harus diuji oleh Tim Ummi Foundation melalui proses munaqosyah. Jika seorang murid telah menguasai bacaan ghorib dan ilmu tajwid dasar, telah tartil juga bacaannya, serta telah hafal juz 30, ia akan menjalani munaqosyah tartil.

Munaqosyah ialah semacam ujian pendadaran. Murid dites, diuji, ditanya-tanya, diminta membaca, dan diminta menjelaskan hukum bacaan Al Quran yang ia baca. Anak-anak bisa? Masyaallah, meskipun belum semua, atas izin Allah mereka terbukti bisa melaluinya.

Para murid yang telah lulus munaqosyah lantas ditampilkan kepada orang tua dan masyarakat untuk diuji secara publik dalam kegiatan Khatmul Quran dan Imtihan. Siapapun boleh menanyakan mengenai apapun yang telah murid kuasai dari sisi bacaan maupun hafalan. Tahun 2021 insyaallah menjadi tahun ke lima SDIT Hidayatullah Yogyakarta menyelenggarakan Khatmul Quran dan Imtihan.

Bisa dibayangkan bagaimana para guru Al Quran SDIT Hidayatullah Yogyakarta harus mendampingi para murid menghadapi ujian-ujian itu. Selama masa pandemi pun mereka tak kenal henti belajar dan mengajarkan Al Quran. Hampir setiap hari mereka melakukan videocall dengan para murid demi menjaga Al Quran tetap lestari. Semoga Allah curahkan rahmat kepada kita sekalian berkat Al Quran yang kita perjuangkan.

*Informasi Murid Baru SDIT Hidayatullah Yogyakarta*

www.sdithidayatullah.net

wa.me/6283146496156 (Ustadz Nur Kholiq)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar