"Sekuat apapun sebatang lidi bisa apa? Tapi kalo sudah diikat menjadi sapu, kotoran mana yang tak bisa dibersihkan?"
Dalam sebuah pengajian saya pernah berdebat dengan sang ustadz untuk mengemukakan ide saya. Waktu itu pengajian membahas tentang keutamaan berjama’ah. Sebatang lidi digunakan sebagai perumpamaan jama’ah, sebatang lidi tidak bisa menyapu halaman namun jika seratus batang lidi dikumpulkan tentunya akan bisa menyapu dengan lebih baik. Berjama’ah itu wajib bahkan keluar dari jama’ah bisa berarti keluar dari islam.
“Berpeganglah kalian seluruhnya dengan tali Allah dan jangan berpecah belah.” (Ali ‘Imran: 103)
Saya menanyakan kepada sang ustadz apakah artinya sebatang lidi tidak akan bermanfaat jika tidak berkumpul, padahal sebatang lidi bisa digunakan sebagai tusuk sate. Yah, satenya akan lebih banyak kalau batang lidinya juga lebih banyak, hehe... Yang ingin coba saya ungkapkan sebenarnya adalah bahwa sebatang lidi pun tetap bermanfaat meski kemanfaatannya tidak lebih banyak dibanding batang-batang lidi yang terkumpul.
Saya ingin mengungkapkan bahwa kualitas individu yang membentuk jama’ah juga perlu diperhatikan. Masing-masing individu dalam jama’ah kedudukannya sangat penting sehingga kita tidak bisa menafikan keberadaan sebatang lidi. Hanya karena sebatang lalu lidi tersebut dianggap tidak bermanfaat, naif sekali.
Saya melihat seakan-akan seorang da’i tidak bisa berbuat apa-apa tanpa jama’ah. Dengan alasan itu seorang da’i bisa merasa tidak percaya diri untuk berdakwah. “Wah, saya hanya sendiri, saya bisa apa? Kalau saja dakwah ini diusung oleh banyak orang mungkin saya jadi lebih semangat berdakwah.”
Ini akan menjadi masalah besar ketika seorang da’i tiba-tiba harus bertempat tinggal jauh dari jama’ah atau harus membuka lahan dakwah sendirian.
Sudah menjadi tabiat bahwa dakwah itu pengusungnya sedikit, bahkan tidak jarang berawal hanya dari satu orang. Seorang da’i harus mempunyai karakter meskipun dia sendirian. Dakwah para rosul juga mereka awali seorang diri. Para rosul tidak menolak risalah hanya karena mereka satu-satunya manusia yang dipercaya Alloh untuk mengemban risalah di zamannya. Para rosul mendapat wahyu dari Alloh lalu berusaha meyakinkan orang-orang terdekat mereka akan kebenaran wahyu tersebut.
Mari kita lihat nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika mulai berdakwah. Rosululloh merasa berat bahkan disebut dengan sebutan “orang yang berselimut” dalam surat Al-Mudatstsir. “Wahai orang yang berselimut! Bangun dan berilah peringatan!”
Berselimut merupakan keadaan yang amat nyaman, dalam keadaan nyaman tersebut rosululloh diperintahkan untuk bangun dan memberi peringatan. Alhamdulillah, ketika itu rosululloh segera mendapat anggota jama’ah pertama karena sang istri yaitu Khodijah serta merta mengimani kebenaran wahyu yang diturunkan kepada rosululloh. Rosululloh mulai mendapat pengikut (jama’ah) dari orang-orang terdekatnya. Orang terdekat yang sudah beriman kemudian mengajak orang lagi dan seterusnya.
Rosululloh mendapat wahyu dari Alloh berupa kisah-kisah umat maupun nabi terdahulu. Kisah-kisah itu diceritakan untuk menguatkan hati rosululloh dan orang-orang mu’min. Di masa lalu ada nabi yang perjuangannya jauh lebih berat, di masa lalu ada umat yang penderitaan dan pengorbanannya lebih banyak, semua itu menjadi penguat hati. Jika kita menelusuri kembali kisah nabi Nuh, kita akan menemukan bahwa nabi Nuh tidak mendapat banyak pengikut dari dakwahnya yang hampir seribu tahun, siang malam, terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, bahkan istri dan anak nabi Nuh tidak juga beriman.
Boleh jadi suatu saat kita berdakwah tidak secara berjama’ah, itu artinya kita diharapkan bisa membentuk jama’ah. Sebatang lidi harus bergabung dengan lidi-lidi lain, mencari dan mengumpulkan, atau membentuk lidi-lidi baru untuk dijadikan sapu. Begitulah da’i, tidak sepantasnya seorang da’i meninggalkan dakwah hanya karena dia sendirian dalam berdakwah. Jika tidak bersama dengan batang-batang lidi yang lain, sebatang lidi harus bisa menjadi tusuk sate, tusuk gigi, atau bahkan tusuk daun pisang untuk tape. Artinya, baik berjama’ah maupun sendirian seorang da’i tetaplah da’i yang harus terus berdakwah dan menebar kemanfaatan.
Semoga jama’ah kita semakin bertambah secara kualitas dan kuantitas...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar