Dalam definisinya tentu disebut hijrah jika
berpindah dari tempat yang buruk menuju ke tempat yang lebih baik, atau dari
tempat yang kurang aman menuju tempat yang lebih aman. Sebagaimana kita tahu
Rosululloh dan para sahabat berpindah dari Makkah ke Madinah, sebelumnya juga
ada para sahabat yang diperintahkan oleh Rosululloh berhijrah dari Makkah ke
Habasyah. Dalam kasus zaman sekarang bisa dicontohkan berpindah dari lingkungan
kost yang orang-orangnya suka menyetel musik keras ke kost yang orang-orangnya
suka menyetel murottal.
Salah satu dalil perintah hijrah adalah surat
Al-Baqoroh ayat 218 “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan
Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”
Antara Iman, Hijrah, dan Jihad tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Ketiganya merupakan konsekuensi saling mengikat.
Iman tak terbukti tanpa hijrah dan jihad. Hijrah tak akan terjadi tanpa iman
dan jihad. Jihad tak bermakna tanpa iman dan hijrah.
Semoga tulisan berikut bukan sesuatu yang salah
karena muncul bukan dari kajian ilmiah atau studi literatur nan tertata. Bahwa
definisi hijrah adalah berpindah dari tempat yang buruk ke tempat yang lebih
baik, ternyata tidak mutlak. Berhijrah disertai iman dan jihad itu mutlak.
Hijrahnya
Nabi Adam alaihissalam, Siti Hawa
Apapun alasan dan penyebabnya, nabi Adam telah berpindah
(dipindahkan oleh Alloh) dari tempat yang amat baik yaitu surga ke tempat yang
tidak lebih baik yaitu bumi. Nabi Adam melanggar larangan Alloh dengan memakan
buah Khuldi. Akhirnya Alloh menghukum, Alloh mengamanahi nabi Adam beserta anak
turunnya untuk menjadi kholifah di muka bumi.
Surga yang begitu nikmat dan mudah digantikan
dengan bumi yang begitu berat dan penuh susah payah. Apakah ada yang mengatakan
bahwa hijrahnya nabi Adam ini sebuah kesalahan atau kebodohan? Tentu tidak,
beliau alaihissalam memenuhi perintah Alloh dengan iman, hijrah, dan jihad.
Hidup di bumi tak semudah hidup di surga.
Hijrahnya
Nabi Ibrahim alaihissalam, Nabi Ismail, Siti Hajar
Bayangkan Anda mengantar istri dan anak Anda ke
sebuah alun-alun yang begitu terik. Anda hanya meninggali mereka sebotol air
mineral dan sebungkus roti. Anda tidak mengatakan kapan akan kembali menjemput
mereka. Ketika istri Anda bertanya Anda meyakinkan bahwa Alloh yang akan
menjaga mereka. Itu perumpamaan yang tentunya sangat tidak imbang dengan
bagaimana kondisi Siti Hajar bersama Nabi Ismail ketika diantar oleh Nabi
Ibrahim ke padang gurun dekat Baitulharam. Betapa berat dan tidak idealnya tempat
yang menjadi tujuan hijrah Siti Hajar dan Nabi Ismail saat itu.
Hijrahnya
Nabi Musa, Nabi Harun, Bani Isroil
Nabi Musa diperintahkan oleh Alloh untuk pergi
kepada Fir’aun yang telah berlebihan dan keterlaluan. Beserta Nabi Musa diutus
pula Nabi Harun dan Bani Isroil. Mereka hijrah ke tempat yang berbahaya bahkan
mengancam nyawa. Terbukti akhirnya mereka dikejar oleh pasukan Fir’aun hingga
kita ketahui mukjizat terbelahnya laut merah. Bagai telur di ujung tanduk, sedemikian
dekat mereka dengan maut namun Alloh menunjukkan kuasanya.
Lalu
Bagaimana?
Pada dasarnya definisi hijrah yaitu berpindah dari
tempat yang buruk ke tempat yang lebih baik, dari keburukan menuju kebaikan,
dari pribadi kurang baik menuju pribadi yang lebih baik. Jika kita perhatikan
ayat-ayat tentang hijrah, satu contoh surat Al-Baqoroh ayat 218, kita akan
dapati bahwa hijrah bukan hanya tentang berpindah dan berubah. Ada tiga
komponen yang tak terpisahkan satu sama lain: Iman, Hijrah, Jihad.
Tidak dikatakan hijrah ataupun jihad tanpa
dilandasi iman. Tidak terbukti iman tanpa hijrah dan jihad. Tidak bisa dipilih,
ketiganya merupakan satu rangkaian. Jadi sebenarnya perkara hijrah bukan
sekedar masalah tempat atau status. Yang jauh lebih penting dari itu, iman dan
jihad harus disertakan dalam hijrah. Seburuk apapun tempat yang dituju, ketika
hijrah itu untuk memenuhi perintah Alloh, membuktikan iman dan melaksanakan
jihad, insyaalloh itu juga hijrah.
Bumi Alloh
itu Luas
Seorang karyawan diberhentikan dari pekerjaannya. Karyawan
tersebut boleh jadi merasa sedih, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. Di sisi
lain karyawan itu bisa jadi merasa senang, terbuka peluang kerja yang baru,
bahkan mungkin bisa lebih baik dari tempat ia bekerja kemarin. Pesan dari
pemilik perusahaan, “Bumi Alloh itu luas, rizki Alloh itu luas”.
Tak akan bisa menghalangi rizki Alloh, siapapun.
Tak akan pula bisa menambah rizki Alloh, siapapun. Dimanapun, Alloh senantiasa
mengurusi hambanya.
Semestinya merenungi ayat Alloh,
"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri , (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini ?". Mereka menjawab : "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata : "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu ?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali," (an-Nisaa': 97)
Berpindah dan berhijrah itu menjadi keniscayaan. Berpindah dari tempat
yang buruk menuju tempat yang baik itu harus. Bahkan dari tempat yang baik
tetap perlu berhijrah, hingga berhenti di tempat terbaik yaitu surga. Tidak ada
kata diam, berhijrah adalah solusi. Tak ada alasan di akhirat nanti kita
mengeluh kepada Alloh bahwa kita tertindas di dunia. Alloh sudah menunjukkan
jalan, hanya kita menjalani atau tidak.
Perpindahan yang Baik
Ada guru yang dipindahkan oleh dinas ke tempat yang
lebih jauh dengan siswa yang relatif lebih susah untuk diajar. Ada guru yang
meminta dipindah dari tempat yang jauh menuju tempat yang dekat dengan rumah
tinggalnya. Ada orang yang pindah ke kontrakan yang fasilitasnya minim karena
kontrakan yang dahulu ia tempati harga sewanya naik. Ada berbagai macam kisah
yang intinya seseorang pindah ke tempat yang lebih buruk. Asal ada iman dan
jihad, insyaalloh perpindahan mereka adalah perpindahan yang baik.
Kita memahami perintah jihad qital yang
mengharuskan kita meninggalkan rumah dan keluarga menuju medan perang yang
berbahaya. Pulang dengan sehat dan selamat tidak ada yang bisa memastikan.
Konyol, bodoh, mungkin itu pendapat mereka yang belum mengalami manisnya iman.
Begitu berat dan terpaksanya kita, jika kita tetap menjalaninya, insyaalloh
manis. Inilah jihad yang benar-benar totalitas melibatkan iman dan hijrah.
Bila boleh merumuskan, perpindahan/ hijrah yang
baik harus mencakup beberapa unsur:
1.
Niat yang lurus
Dalam bab niat, jelas sekali kisah yang
menjadi sebab keluarnya hadits dari Umar bin Khotob perihal niat adalah kisah
tentang hijrah.
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin
Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung
niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa
yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan
Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena
seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang
ditujunya”. [Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu
Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari
(orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An
Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab
hadits. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]
2.
Didasari musyawaroh dan istikhoroh
Musyawarah menjadi salah satu ikhtiar
manusia untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk dengan
mendiskusikan suatu permasalahan pada keluarga, saudara, ahli, ulama, dan
sebagainya. Istikhoroh merupakan langkah penyerahan diri pada Alloh untuk minta
dipilihkan yang terbaik. Hanya Alloh yang mengetahui kebaikan dan keburukan sejati,
istikhoroh sangat penting dalam setiap pengambilan keputusan termasuk hijrah.
3.
Hijrah yang total (iman, hijrah, jihad)
Hijrah harus dilandasi iman dan disertai
jihad. Kemanapun tujuan hijrah kita, iman dan jihad harus kita bawa.
Allohu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar