Pentingnya Bendera untuk Alat Komando dalam Pengelolaan Massa

BENDERA

Oleh Akhid Nur Setiawan

"Jika perintah tidak dapat didengar, maka gunakanlah tanda atau genderang. Jika prajurit tidak dapat saling membedakan satu sama lain dalam situasi perang yang membingungkan, maka gunakanlah bendera dan panji-panji kebesaran."

Malam Idul Fitri 1437 H yang lalu lebih dari 50 santri TPA di masjid kami berkumpul. Mereka berasal dari dua TPA yang berlainan. Agak berbeda dengan malam takbiran sebelum-sebelumnya, jumlah panitia sangat terbatas dan sepertinya persiapan kurang matang. Mungkin sudah banyak panitia mudik ke kampung halaman sebelum malam takbiran.

Kami tunjuk beberapa santri yang sekiranya telah baligh dan bisa diajak komunikasi. Kami bariskan santri-santri yang lain. Kami kelilingi mereka dengan tali rafia. Santri yang telah kami tunjuk berada di tepi barisan memegangi tali rafia. Dua santri laki-laki kami amanahi memegang lampu senter security dan kami posisikan di barisan paling depan.

"Nanti yang kita ikuti adalah pak Wardini!"

"Rutenya lewat mana, yang penting ikuti pak Wardini!"

"Siapa yang harus kita ikuti?"

"Pak Wardini!" seru para santri.

Tidak semua panitia mengikuti perjalanan takbir keliling. Ada beberapa panitia stand by di masjid untuk terus mengumandangkan takbir. Sebagian panitia menyiapkan logistik untuk menyambut ketika rombongan kembali ke masjid. Sebagian panitia yang lain bersama wali santri mengikuti rombongan dengan sepeda motor, mengantisipasi jika ada santri yang kelelahan.

Takbir keliling berjalan dengan tertib. Tanpa suara petasan di perjalanan, beda dengan takbir keliling tahun sebelumnya yang penuh kegaduhan suara petasan. Para santri benar-benar berada dalam satu komando. Mereka tak bisa keluar barisan dan tak bisa saling mendahului. Santri yang langkahnya cepat harus mengimbangi teman-temannya yang langkahnya lambat, begitu juga sebaliknya.

Dalam sebuah pengajian akbar yang menghadirkan seorang habib ribuan orang berkumpul membawa bendera organisasi masing-masing. Mereka menandai bendera dengan warna, logo, gambar, atau tulisan sesuai wilayah dan nama kelompoknya. Tiap kelompok datang berombongan, ketika di lokasi semua berbaur dengan kelompok lain, saat pulang mereka kembali berombongan.

Pernah bisnis kami CV KREASILILA dipesani sebuah bendera dan puluhan sapu tangan bermotif seragam, batik khas kelompok bimbingan ibadah haji. Mereka menggunakan sapu tangan sebagai penanda anggota kelompok dan bendera sebagai isyarat memanggil anggota kelompok serta menunjukkan lokasi berkumpul. Di antara jutaan manusia, mereka memiliki cara tersendiri untuk menandai siapa yang harus diikuti.

Masing-masing kerajaan atau tiap-tiap negara memiliki bendera dan simbol kebesaran. Bukan suatu hal yang mistis dan sakral sekalipun warna dan simbol bendera mungkin memiliki makna. Bendera hanya digunakan untuk menandai. Bendera kebesaran seringkali dibuat seistimewa, semewah, semenarik, semencolok, dan sebeda mungkin agar mudah dikenali pengikutnya.

Jika ada orang-orang yang mencium atau menghormat bendera, sesungguhnya mereka bukan sedang melakukan ritual peribadatan. Mereka hanya sedang menunjukkan pada bendera mana ketaatannya diletakkan. Mereka akan taat pada pemimpin yang menggunakan bendera tersebut untuk memberi komando.

Jangan heran ketika Rosululloh saw diriwayatkan memiliki bendera hitam dan putih bertuliskan kalimat syahadat untuk menunjukkan eksistensi umat islam kala itu. Kaum Muhajirin dan kaum Anshor pun memiliki bendera masing-masing. Bahkan, beliau saw selalu membuat urutan pemegang bendera dalam peperangan, "Jika dia gugur, bendera dibawa dia, jika dia gugur, bendera dipegang dia" dan seterusnya. Juga para pemegang bendera diriwayatkan selalu mempertahankan tegaknya bendera Rosululloh saw sekalipun kedua tangan dan kakinya ditebas musuh.

Tidak semua orang boleh memegang bendera. Tidak sembarang prajurit bisa memegang bendera. Bendera adalah alat komando. Bendera bukan alat bergaya untuk difoto. Jika kita bukan pemimpin pemegang komando atau bukan orang yang diberi amanah untuk memegang bendera komando, letakkan bendera, lipat saja, posisikan diri sebagai prajurit biasa dengan tugas "sami'na wa atho'na".

Inilah konsensus sejak sebelum adanya Islam. Bendera menunjukkan eksistensi. Dalam peperangan, jangan harap pasukan akan terus bertempur mati-matian jika bendera pasukannya sudah tidak lagi berkibar. Inilah pula kenapa di istana-istana atau kantor pemerintah selalu dikibarkan bendera. Inilah kenapa bendera penjajah merah putih biru disobek sehingga tinggal merah dan putih.

Alloh memerintahkan umat Islam pergi ke medan perang secara bersama-sama atau secara berkelompok-kelompok. Sama sekali tidak disarankan menuju medan perang sendirian atau berangkat secara pribadi. Kenapa? Allohu a'lam. Barangkali agar kita tahu bendera mana yang harus kita ikuti dan agar pemegang bendera tahu benar berapa dan siapa saja pengikutnya.

Dan jika sekelompok pasukan bertemu dengan musuh, tak ada pilihan mundur. Pilihan mundur hanya akan mendatangkan murka Alloh. Kita hanya boleh berbelok/ berbalik untuk mengatur siasat atau menggabungkan diri dengan pasukan yang lain. Maka kenalilah kelompok-kelompok pasukan lain, berikut bendera dan simbol-simbolnya. Jika terpisah dari kelompok, segeralah menggabungkan diri dengan kelompok terdekat, perkenalkan diri dan ucapkan akad, berikan ketaatan, jangan merusak barisan.

Dalam sebuah aksi demonstrasi apalagi yang melibatkan ratusan ribu massa aksi, bendera sangatlah penting. Siapa yang harus diikuti, pemegang bendera mana yang harus ditaati, kemana harus mengikuti, kemana harus berlari, jangan sembarangan. Jangan ikuti bendera selain pemimpin kita! Jangan ikuti bendera kelompok lain selain kelompok-kelompok yang kita kenal! Bendera yang terlalu umum atau simbol yang terlalu mudah diduplikasi, jangan ikuti. Hati-hati provokasi.

Semoga Alloh ijabah doa-doa qunut kami di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar