Akhir-akhir ini aliran listrik sering mati, sepertinya terjadi di berbagai tempat hingga banyak demonstrasi terjadi untuk memprotes kebijakan PLN. Pemadaman bergilir, pemadaman tiba-tiba dengan alasan penurunan pasokan ato perbaikan mengesalkan berbagai kalangan dari rumah tangga sampai industri dan bisnis yang memanfaatkan listrik sebagai bahan proses produksi. Bagaimana dengan anda? Ato para mahasiswa yang memerlukan listrik untuk menyalakan komputer?
Mungkin terlalu berlebihan tapi juga mungkin bisa menjadi bahan renungan bahwa sadar tidak sadar kita sudah menggantungkan diri pada selain Alloh.Tanpa listrik kita berhenti beramal, berhenti berkarya dan sebagainya. Bukan berarti ingin menyatakan bahwa PLN tidak perlu ditegur atas kurangnya pelayanan, hanya sekedar mengajak introspeksi hati. Di mana hati kita bergantung?
Seorang penulis yang begitu produktif dengan laptop senantiasa di sisi, apakah juga akan seproduktif itu jika hanya disanding kertas dan pena? Masa lalu telah mengajarkan banyak hal, pelepah kurma, kayu, tulang, batu, dinding penjara, dan banyak lagi media saat itu dengan berbagai keterbatasannya yang tidak menghalangi produktivitas menulis.
Kendaraan yang senantiasa menemani aktivitas dakwah, apakah rusak ato hilangnya menjadikan kita henti dakwah? Pengalaman mengajarkan bahwa sesungguhnya pesawat, kereta, mobil, motor, sepeda, bahkan kaki tak terlalu berpengaruh dalam pencarian sebuah hadits atau satu bidang ilmu di masa lampau. (Hiks... T_T jadi inget pas gak datang kajian karena gak punya bensin...)
Handphone yang selalu bisa menghubungkan kita dengan kolega dakwah, apakah lowbat atau lowpulse-nya menjadikan kita tak lagi gencar berkoordinasi? Bukankah pada awal abad ke-20 sampai menjelang abad ke-21 para aktivis dakwah berkomunikasi belum seintensif saat ini kala handphone dan internet semakin jamak? Dengan fasilitas minimalis mereka mampu menghasilkan karya yang menyejarah. Abad-abad sebelumnya? Jauh lebih minimalis.
Cukup, rasanya beberapa contoh di atas sudah cukup untuk mengingatkan kita agar tidak terjebak oleh kenyamanan fasilitas. Kalaulah hal itu menjadikan urusan kita mudah, alhamdulillah. Jikalau ketiadaannya menjadikan urusan kita kembali sulit, tetap alhamdulillah. Semoga hati kita senantiasa bergantung dan berharap hanya pada Alloh. Ada atau tiada fasilitas, selamat berkarya dan tetap semangat... :D
Wallohu almusta’an...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar