Kiamat Masih Lama

Kalimat itu muncul tiap kali aku mengamati mereka. Anak-anak itu membuatku merasa kiamat masih lama. Kiamat sudah dekat? Tidak! Selama masih ada mereka yang mau menekuni Al-Qur'an. Yakinku.

Mereka memulai dengan ta'awudz dan memang tak ada yang sefasih Al-Mathroed. Kesalahan baca mad tak begitu kucermati sebagaimana aku menyimak teman-teman halaqohku yang kadang membuat jengkel karena mengabaikan dua ketukan mad thobi'i. Mereka masih anak-anak, pembelajaran akan berjalan terus. Kenal dan cinta Al-Qur'an menjadi target awal kami terhadap mereka.

Hafalan mu'awidzatain yang belepotan tetap mempertahankan senyumku. Harapan itu tak jua sirna, kiamat masih lama. Dua do'a favorit menghiasi bibir mungil mereka, do'a untuk kedua orang tua dan do'a sapu jagat. Dilanjutkan hafalan lain dan tentunya bacaan sholat.

Sebenarnya aku tak terlalu peduli nilai munaqosah mereka akan kuberi berapa, lulus atau tidak. Yang kupikirkan hanya harap agar mereka terus mengaji, ceria memeluk mushaf, menunjuk tiap huruf hijaiyah dengan potongan sapu lidi, peci dan jilbab warna-warni, beradu lari berangkat ke masjid.

Di ruangan itu aku menyapu pandang, menghitung jumlah santri putra dan putri. Santri putra sekitar lima belas, santri putri enam puluhan. Ada yang mungkin baru dua tahun usianya, ada yang mungkin sudah kelas tiga SMP. Subhanalloh... Kata apa lagi yang pantas? Tergambar sosok pemuda-pemudi militan di wajah mereka. Aku berharap kelak merekalah para Yusuf Mansur, Abdullah Gymnastiar, Hidayat Nur Wahid, Neno Warisman, atau Teh Ninih masa depan.

Dan kami pun tertunduk...

Suatu malam di bulan Romadhon aku dan seorang temanku silaturohim ke rumah salah satu ustadz di Sleman. Ustadz itu punya banyak putra. Kami berbincang di dalam mushola seusai tarowih. Sang ustadz meminta putranya mengambilkan jamuan untuk kami, ruthob yang sangat manis. Sambil menikmatinya kami berbincang rencana silaturohim teman-teman kampus ke rumah beliau. Rupanya perbincangan itu lebih mirip pengajian daripada sekedar tanya jadwal kosong.

Satu per satu hikmah keluar beriringan dengan suara serak sang ustadz, suara khas orator. Hampir tiap alinea diselingi ayat alqur'an. Sesekali kami diminta melafalkan ayat yang beliau maksud. Jika kami terdiam, dipanggilnya salah satu putra yang berada dalam majlis kami. "Ayatnya gimana Ziz?" pinta ustadz tersebut pada putranya yang bernama 'Abdul 'Aziz. Dengan lancar salah satu ayat di juz 30 dibacakan pada kami.


Pembicaraan kami tiba pada satu pokok bahasan terkait infaq. "Ayatnya bagaimana bunyinya? Tentang menginfakkan yang kita cintai. Tidak akan menjadi satu kebaikan... Gimana bunyinya?" 
Lagi-lagi seorang putranya menyahut dengan ayat yang tepat, "Lan tanaalul birro hattaa tunfiquu mimmaa tuhibbuun, wa maa tunfiquu min syai'in fa innalloha bihii 'aliim." 
Kami hanya tertunduk. "Surat apa itu Ziz, ayat berapa?" 
"Ngg... Lupa, ada di juz empat." 
Kami semakin "mak jlebb", tertusuk sangat dalam.


Sepulang dari kediaman ustadz aku membuka mushaf alqur'an di juz empat. Benarlah, ayat itu adalah awal juz empat dan sampai saat ini aku (jadi) masih hafal. Silakan buka mushaf dan kitab tafsir jika penasaran dengan makna ayat ini.


Ketika itu muncul dilema hati, "Antum hafalannya berapa juz Akh?" 
Gondes menjawabnya dengan senandung, "...juz 'Amma nya pun bolong sana-sini." 
Astaghfirulloh, setua kami dibanding putra ustadz itu...



Alloh telah berfirman dalam surat Al-Qomar, "Wa laqod yassarnal qur'ana lidzdzikri, fa hal mimmuddakir?" 
Berkali-kali ayat itu diulang untuk menguatkan keyakinan kita bahwa alqur'an benar-benar dimudahkan sebagai peringatan, juga mudah untuk dihafal. Kita lihat saat ini banyak penghafal qur'an, bahkan dalam usia belum baligh. Pernah membaca kisah sang Doktor Cilik? Begitulah Alloh memberi bukti keagungan-Nya.


"Sesungguhnya kami yang menurunkan adzdzikr (alqur'an) dan sesungguhnya kami pula yang sungguh-sungguh menjaganya" (Al-Hijr: 9). Bersama para hufadz Alloh menjaga alqur'an, bersama kita yang selalu memegang teguhnya. Ja'alanalloh...

Masih Ada Harap

Semoga memang benar kiamat masih lama, selama alqur'an dan ilmu-Nya belum diangkat dari bumi, selama kita tetap terus giat mengaji.

"Tidak akan datang pada kalian kecuali secara tiba-tiba." (Al-A'rof: 187). 

Dengan segala tandanya kiamat pasti datang. Kiamat bukan dongeng orang terdahulu. Kiamat janji yang haqq dari Alloh. Kita benar pasti akan dibangkitkan dan dimintai pertanggungjawaban. Dunia ini benar pasti akan hancur.



"Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya." ('Abasa: 34-36) 

"Pada hari itu manusia seperti laron yang beterbangan. Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan." (Al-Qori'ah: 4-5) 

Dalam juz 30 kejadian hari akhir sangat banyak dikisahkan. Hari yang menjadi berita besar dan saling diperbincangkan hingga datang penjelasan nyata dari Alloh.


Sebagai muslim mu'min kita harus yakin tanpa keraguan sedikitpun terhadap datangnya hari akhir. Kita meyakini sesuai apa yang diberitakan Alloh melalui Alqur'an maupun yang dikabarkan melalui Rosululloh Muhammad shollu 'alaih. Termasuk beriman pada hari akhir sebagaimana dinyatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ialah "Segala yang diberitakan oleh Nabi tentang apa yang terjadi setelah kematian. Jadi termasuk di dalamnya ialah apa yang terjadi dalam kubur berupa pertanyaan kepada mayit tentang Tuhannya, agamanya, dan Nabinya serta apa yang terdapat dalam kubur berupa kenikmatan dan adzab."


"Yas'aluunaka 'anissaa'ati ayyaana mursaahaa." (An-Naazi'aat: 42) 

Hanya di sisi Alloh lah pengetahuan tentang kapan terjadinya hari kiamat. Sungguh pendusta yang mengatakan bahwa kiamat akan datang pada tanggal sekian. Rosululloh shollu 'alaih pun tak lebih tahu waktunya dari Jibril, dan hanya Alloh yang tahu.


Semoga kita masih bisa berharap agar usia kita terisi penuh pengabdian pada Alloh, masih bisa istighfar dan taubat, selama matahari belum terbit dari barat dan nyawa belum sampai tenggorokan.

Salimnaa wal muslimiin, irhamnaa ya Alloh...

1 komentar:

masnur mengatakan...

hiks..^_!

Posting Komentar